Sebetulnya, mau bikin riviuw 2013. Udah ngapain aja sih saya? Berhubung, tahun ini sepertinya saya banyak ketemu orang baru, jadilah sekalian.
Kita mulai ya...
Januari ; Merbabu-Merapi, Pelantikan Nycti 2013 (Suaka Elang)
Tahun ini, saya mulai melewati batas. Trying so hard, meyakinkan ibu, dan diri saya sendiri. Orang yang bertahun-tahun bersahabat dengan permen atau sirup kapur (baca: obat magh), yang bisa dua kali kena gejala tifus dalam kurun waktu sebulan. Saya memilih liburan dengan mendaki gunung,dan langsung 2. Ini memang bukan pendakian pertama, tapi gunung yang akan saya daki ini gunung beneran (emang ada gunung-gunungan?). Yah, pendakian pertama saya ke Gn.Gede, masih 2900-an. Dan bulan ini saya ingin mencicipi Merbabu-Merapi. BELAGUK. Mana Merapi nya tek-tok lagi, -_- haisss. Mulailah dari November, saya mencicil latihan fisik. Push-up, Sit-up, back-up, Squad rush, dan jogging keliling komplek.
Dari awal November 2012, semua baik-baik saja. Sampai, Desember 2012 saya kecelakaan. Sebuah sepeda motor menabrak saya yang sedang menyebrang di jalur busway. Memang bukan tempat penyebrangan, tapi supir ppd menurunkan saya di tengah situ, ya mau nggak mau nyebrang di jalur busway. Busway nya pun nggak ada yang melintas. Makanya saya jalan santai. Tau-tau...kejadiannya cepat sekali.
Saya sudah tersungkur, tas saya terpental jauh. Pagi itu pukul 10-an, jadwal Dhuha nya ibu, dan saya yakin saat itu beliau sedang melakukan itu. Karena apa? Saya masih bisa marah-marahin si pengendara.
" Ati-ati mbak kalo nyebrang," lah udah nabrak, dia malah nyalahin orang.
" Heh, Anda yang salah. Ini jalur busway. Makanya jangan ngebut, itu lampu merah. Orang yang di boncengi turun untuk membantu saya berdiri. Dia mengamati, lengan dan kaki, mencari cedera dari kejadian itu. Masalahnya, cedera saya itu pinggang kebawah -_______________- mau gimana cobak?
Ya sudah, saya teruskan dulu ke kampus, ternyata dosennya nggak bisa hadir (NICEEEEEEEEE), ke kamar mandi. God, biru lebam bagian pinggang kiri kebawah, sedang kaki kanan (yang ditabrak) biru juga. Saya langsung menelpon ibu, bilang kalau jatuh di kamar mandi, dan keseleo. Saya minta urut secepatnya. Oke saya bohong, memang kenapa? Ibu bisa kena panic attack kalo tau saya ditabrak.
" Ya ampun mbak, ini bagian kiri semua kena," kata bude yang ngurut.
" Iya bude. Saya kelempar ke kiri. Kaki kanan yang ditabrak, jadi kelemparnya ke kiri.".
Besoknya saya demam, dan itu sebetulnya sudah ngaku kalau saya ditabrak malam setelah diurut. Dan setelah itu, tangan dan kaki kiri saya tidak bisa digunakan dengan baik. Dan itu bikin stress. Ya gimana cobak, saya sudah mentransfer biaya akomodasi untuk pendakian itu. Pendakian tinggal 3 minggu-an, dan tangan kiri saya cedera, kaki juga. NICEEEE. Sampai bawa tas pun dengan tangan kanan saja, push-up juga nggak saya teruskan. Ya di gantolin tas aja dia sakit, gimana nahan berat tubuh cobak. Bangke tu orang yang nabrak. Bego nya saya nggak minta ganti rugi, karena saat itu juga belum tau kalau jadi gitu.
Tapi, Allah Maha Besar Ga, Subhanallah, carrier saya bawa sendiri dari basecamp Wekas sampai Pos II. Padahal itu ujan deres, saya kepleset, muka nabrak jalur, tanah masuk mulut, kegigit-ketelen. NICE! Untung gak ada yang liat, tapi jadi pada tau karena baca ini. Yadahlah.
Besoknya, kami summit attack; Kenteng Songo Peak. 2 hari kemudian, dini hari kami summit attack tek-tok dari basecamp Barameru. AH GOD, THANKS FOR ALL. GILAK, GUE DI PUNCAK DI GUNUNG PALING DITAKUTI DI JAWA TENGAH INI? Padahal, beberapa hari sebelumnya, tangan-kaki ngilu lagi.
Oya, saya lupa ninggalin kacamata di basecamp Wekas -_- bodoh, jadi pas nanjak Merapi saya dipinjemin kacamatanya mas Ase. Lah mas Ase nggak pake jadinya? Ah doi udah apal jalurnya, udah jago.
Selang 5 hari setelah balik dari Yogya (kita berangkat dari stasiun Lempuyangan ke Jakarta), saya sudah berangkat lagi untuk jadi advance ke Suaka Elang, Sukabumi, untuk pelantikan KPB Nycticorax 2013. Saya satu-satunya perempuan; Ka Rahmat, Ka Andes, Ote, Saya. Pelantikan ini sempat diundur. Harusnya minggu sebelumnya, tapi karena Jakarta banjir. Semua transportasi mati, hujan 3 hari berturut. Kami (panitia) putuskan, untuk menunda seminggu, sampai musim nya dianggap kondusif. At least hujannya nggak bikin banjir lagi. Dan hari itu sampai 3 hari kedepan, Alhamdulillah berjalan dengan.......ummmm.....yeah baik. Walaupun, saya harus mengendong Caca di Puskesmas, karena asma nya kambuh dan nggak ada ventoline -_-, takut aja saya anak ini lewat (Naudzubillah). After all, pelantikan selesai. Dan dimulailah semester baru :)
Thank you from the bottom of my heart.
From head to toe from the soul you ripped apart.
I say, I say, " Thank You". Yeah...yeah...
(Thank You-MKTO)
BPI-Pendakian 2M
Mas Ase: yang bikin trip, yang bawain kompor ke dalem tenda pas saya kedinginan, yang minjemin kacamata, yang gendong turun dari Merapi (saya dehidrasi, baca di posting Itu sebabnya).
Mbak Endang: yang nemenin ngobrol, yang nguatin buat lanjut ke Merapi.
Mas Imam: ah saya utang banget. Dia yang bantuin saya nanjak ke puncak Merapi, saya sudah hampir nyerah di tengah. Jauh dari atas dan bawah. Kalo nggak ada dia, kayaknya emang bakal turun beneran haha thanks mas.
Mas Tri: minjemin jaket di merbabu, gendong turun (gantian sama mas Ase) sampe deket warung New Selo, nemenin jalan dari warung sampe basecamp sama Mbak Endang. Kaki udah bengkak itu sebenernya, makanya sakit banget.
Mbak Astri, Mbak Aci, Teh Rara, Mbak Mei, Mbak Rina: ciwi-ciwi kece, yang turut menyemangati dan meramaikan.
Mas Tom : tadinya saya mikir dia atlit panco, soalnya berotot. Udah gitu ternyata doi koplak. Saya, Mas Tom, sama Mas Imam lari-lari gara-gara salah gerbong.
Bang Marcell: kata Mbak Rina, cuma bang marcell yang bisa bikin saya ketawa hahah, doi koplak. Logat Flores nya masih ketara sekali.
Mas Fatah: sebetulnya saya agak takut, soalnya doi gede banget badannya. Saya takut sama orang yang badannya besar, takut dia pingsan, terus saya nggak tau musti ngapain. Saya kan kecil.
Mas Rosyid: teman sebangku waktu berangkat ke Kutoarjo hahaha ternyata orang Cempaka Putih, woelah cerak seko kampus.
Mas Sofi: ternyata rumahnya di gang suci, kerja nya di Khong Guan. -_______- ini mah deket banget
Mas Dito: alumni labshool, saya pikir dia esmud nyasar. Abis nggak ada tampang pendaki.
Iqbal dan Dera: AGB (Anak Gaul Bandung) keliatan banget dari gayanyeee, Dera masih SMA kelas 2. Kalo Iqbal ini seumuran saya. Waktu lagi ngeringin sepatu, kita sempet ngobrolin IP. Dan gua merasa salah topik -_-
Mas Ivan: esmud nyasar juga kayaknya hahah
Mas Andry: yang kemaren baru nikah ahhaah Selamaaat
Dan mas-mas lain yang tidak saya sebutkan namanya karena saya tidak merasa cukup tau jadi tidak bisa saya ceritakan.
Panitia, peserta, senior KPB Nycticorax 2013 (pelantikan). KITA LUAR BIASA~
Tulisan ini dibuat dengan sesadar-sadarnya, maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan.
So thank u...
Selasa, 31 Desember 2013
Senin, 30 Desember 2013
Panggil saya...
Nama lengkap saya, Rega Alfi Rosalini. Panggilan, banyak; Rega, Rege, Alfi, Gareng, dan yang paling purba...Nduk.
Rega: ya nama awal saya.
Rege: plesetan dari Rega, bukan berarti saya anak pantai uyee ya
Alfi: nama tengah, dan yang ini terdengar lebih feminin dibanding rega
Gareng: suku terakhir dari (re) Ga, dan ditambahin reng oleh mbak-mbak sepupu saya. Salah satu dari mereka ada yang pernah manggil 'Samsonwati'. Bayangin cobak? -_- macam kuli panggul.
Dan...
Nduk. Panggilan saya dari kecil, waktu masih cimik imut-imut. Sekarang? Masih dipanggil begini, berarti masih imut dong ya? Hahahah (dilempar sendal)
Okay, okay...
Rega, diambil dari weton saya. Weton? Jawa sekali. Helooooooo saya darah murni keles. Saya nggak perlu menjelaskan lebih mengenai apa itu 'rega', atau kapan lebih tepatnya berhubung itu waktu.
Alfi, diambil dari nama seseorang yang ibu saya kenal, Alfiah. Kata ibu, orang itu cerdas sekali. Dan yah, katanya nama itu doa. Eh gua cerdas gak sih? -_- cerdas kok cerdas, cuma ya itu....
Rosalini, ini kapal tempat bapak kerja pertama kali. Ya, my father is popeye, eh maksudnya pelaut. Tapi beliau nggak cuma suka bayam loh. Oya nama kapal nya, Rimba Segara Line. Ja...di...Ro...sa...li...ni. Coba dibayangin aja yak, saya juga gak nemu sambungannya sebenernyah.
But, dityuno? Saya baru terima kalau nama saya itu REGA ketika saya berusia 4 tahun, mau masuk TK. Busee Ga, itu 4 tahun sebelumnya lu dipanggil ape? -______-
GENDUK.
Dan masih dipanggil seperti itu sampai detik ini.
Seorang pramugari mendatangi anak perempuan kecil, berkuncir dua.
" Adek mau permen?,"
Bukan anak itu yang menjawab, tapi ibunya.
" Bilang apa sama mbak nya?,"
" Makasi mbak," ucap anak itu, dengan suara anak kecilnya (yaeyalah -_-)
" Pinter. Nama nya siapa?,"
" Genduk,"
" Eh bukan. Nama adek Rega mbak,". ---_________________________________________---
Oke, mana gue tau nama gue Rega? Dari gua bayi dipanggil nya genduk. Cobak?
Dan ini selalu jadi cerita penghibur kalo kumpul keluarga. Pecah semuanya, ngakak. Hey, im just cute little girl #plak.
" Kamu inget gak sih? Itu waktu mau ke Batam," tanya ibu, atau bude, atau mbak sepupu, puas banget ngetawain gue eh saya. Duh jadi lupa, maap.
" Kagak, masa sih Rega bilang gitu?," saya gak yakin, ah gila itu...bodoh sekali, nggak juga sih. Itu polos.
Saking seringnya dipanggil 'Nduk'. Panggilan ini bukan cuma sekedar panggilan, tapi bagian dari nama saya.
Nduk Rega Alfi Rosalini.
Karena itu juga, pembantu di rumah saya, juga ikutan manggil 'Nduk'. Karena SEMUA ORANG manggil saya begitu, abang maenan depan madrasah tempat saya ngaji sore juga ikutan manggil 'Nduk', karena disitu juga dekat dengan rumah bude saya. Nice! Padahal si abang ini orang sunda, ngapain cobak dia manggil-manggil gua gitu segala, #eh saya? Temen-temen saya kan jadi pada nanya, " Reg, elu kenapa dipanggil nya gitu sik? ". Saya diemin aja, atau jawab sekenanya, " Auk,".
Dan sampai umur kepala dua pun, saya masih dipanggil begitu. Akhirnya, saya iseng (pake niat dikit) cari informasi mengenai 'Genduk' ini.
Genduk itu sebutan atau panggilan untuk anak perempuan.
Anehnya, dari sekian banyak anak perempuan di keluarga besar (bapak dan ibu). Saya adalah anak perempuan yang paling sering, bukan, tapi hampir selalu dipanggil Nduk.
" Nduk, "
" Dalem pak/bu/bude/pakde/,". Dari sekian keponakan, sepertinya cuma saya juga yang masih menggunakan bahasa ini, dalem. Mungkin itu yang membuat mereka memanggil saya begitu, karena saya juga menjawab begini (apan sik? -_- yang jelas keles).
Nduk itu terdengar halus, jadi saya juga menggunakan bahasa yang halus.
Mbak-mbak sepupu saya, kalo dipanggil jawabnya hanya, " Iya." atau, " Apa?,".
Waktu kecil saya pernah diajarkan menggunakan 'dalem'. Selain kata itu, haraaaam.
Dan sampai saat ini, saya masih.
Pernah suatu kali, waktu SMP, saya kelepasan (saya membuat kesepakatan dengan diri saya, untuk teman sebaya saya nggak perlu menggunakan 'dalem'). Dan terjadilah.
" Reg, nanya dong, " salah seorang teman memanggil.
" Dalem,". NICE! Kelepasan.
" Dalem sik? Apan sik lu, orang ini di luar, "
" Aduh, kelepasan. Nanya apaan?,"
" Woahahaha, kemaren juga gua panggil dijawab gituh. Ah elu, "
" Kebiasaan,". Dan mereka melanjutkan keriuhan tertawa.
Okay, balik ke Genduk.
Sampai detik ini pun, panggilan itu bukan cuma melekat. Rega adalah Nduk.
Yang membuat saya tersentuh, kadang ada orang yang baru dikenal. Tapi sudah menggunakan kata itu.
Seperti Mbah Solo kemarin, di pendakian Semeru. Entah karena saya sedang lemah-lemah nya, entah karena memang beliau menggunakan kata itu sehari-hari, entah. Tapi, dengan kata itu dan sejarah nya dengan saya. Saya merasa sangat di perhatikan, bukan cuma perhatian, tapi juga disayangi :3
Dan lihat yang saya temukan, salah satu dari sekian informasi yang sulit masuk akal di internet, yang ini lumayan http://gendukblog.wordpress.com/about/.
Ibu, Bude, Pakde, Mbak sepupu, teman-teman kantornya ibu, abang maenan, Mbah Solo (yang baru kenal), dan bukan cuma mereka. Bahkan partner saya juga. Partner? Indra? Nope.
My partner in crime, suatu kali ketika bicara lewat telepon, dia memanggil saya begitu, "Nduk".
Memanggil, tapi penuh perasaan. Begitu katanya, arti dari panggilan ini.
How lucky I am :-)
Sebutan ini, memang agak membebani. Karena saya harus menjawab dengan level bahasa yang setara.
Tapi, sebutan ini membuat saya semakin 'nyata'.
Lo gak perlu jadi orang lain Ga, lo cuma perlu jadi Genduk. Karena Nduk itu berarti Rega.
Rega: ya nama awal saya.
Rege: plesetan dari Rega, bukan berarti saya anak pantai uyee ya
Alfi: nama tengah, dan yang ini terdengar lebih feminin dibanding rega
Gareng: suku terakhir dari (re) Ga, dan ditambahin reng oleh mbak-mbak sepupu saya. Salah satu dari mereka ada yang pernah manggil 'Samsonwati'. Bayangin cobak? -_- macam kuli panggul.
Dan...
Nduk. Panggilan saya dari kecil, waktu masih cimik imut-imut. Sekarang? Masih dipanggil begini, berarti masih imut dong ya? Hahahah (dilempar sendal)
Okay, okay...
Rega, diambil dari weton saya. Weton? Jawa sekali. Helooooooo saya darah murni keles. Saya nggak perlu menjelaskan lebih mengenai apa itu 'rega', atau kapan lebih tepatnya berhubung itu waktu.
Alfi, diambil dari nama seseorang yang ibu saya kenal, Alfiah. Kata ibu, orang itu cerdas sekali. Dan yah, katanya nama itu doa. Eh gua cerdas gak sih? -_- cerdas kok cerdas, cuma ya itu....
Rosalini, ini kapal tempat bapak kerja pertama kali. Ya, my father is popeye, eh maksudnya pelaut. Tapi beliau nggak cuma suka bayam loh. Oya nama kapal nya, Rimba Segara Line. Ja...di...Ro...sa...li...ni. Coba dibayangin aja yak, saya juga gak nemu sambungannya sebenernyah.
But, dityuno? Saya baru terima kalau nama saya itu REGA ketika saya berusia 4 tahun, mau masuk TK. Busee Ga, itu 4 tahun sebelumnya lu dipanggil ape? -______-
GENDUK.
Dan masih dipanggil seperti itu sampai detik ini.
Seorang pramugari mendatangi anak perempuan kecil, berkuncir dua.
" Adek mau permen?,"
Bukan anak itu yang menjawab, tapi ibunya.
" Bilang apa sama mbak nya?,"
" Makasi mbak," ucap anak itu, dengan suara anak kecilnya (yaeyalah -_-)
" Pinter. Nama nya siapa?,"
" Genduk,"
" Eh bukan. Nama adek Rega mbak,". ---_________________________________________---
Oke, mana gue tau nama gue Rega? Dari gua bayi dipanggil nya genduk. Cobak?
Dan ini selalu jadi cerita penghibur kalo kumpul keluarga. Pecah semuanya, ngakak. Hey, im just cute little girl #plak.
" Kamu inget gak sih? Itu waktu mau ke Batam," tanya ibu, atau bude, atau mbak sepupu, puas banget ngetawain gue eh saya. Duh jadi lupa, maap.
" Kagak, masa sih Rega bilang gitu?," saya gak yakin, ah gila itu...bodoh sekali, nggak juga sih. Itu polos.
Saking seringnya dipanggil 'Nduk'. Panggilan ini bukan cuma sekedar panggilan, tapi bagian dari nama saya.
Nduk Rega Alfi Rosalini.
Karena itu juga, pembantu di rumah saya, juga ikutan manggil 'Nduk'. Karena SEMUA ORANG manggil saya begitu, abang maenan depan madrasah tempat saya ngaji sore juga ikutan manggil 'Nduk', karena disitu juga dekat dengan rumah bude saya. Nice! Padahal si abang ini orang sunda, ngapain cobak dia manggil-manggil gua gitu segala, #eh saya? Temen-temen saya kan jadi pada nanya, " Reg, elu kenapa dipanggil nya gitu sik? ". Saya diemin aja, atau jawab sekenanya, " Auk,".
Dan sampai umur kepala dua pun, saya masih dipanggil begitu. Akhirnya, saya iseng (pake niat dikit) cari informasi mengenai 'Genduk' ini.
Genduk itu sebutan atau panggilan untuk anak perempuan.
Anehnya, dari sekian banyak anak perempuan di keluarga besar (bapak dan ibu). Saya adalah anak perempuan yang paling sering, bukan, tapi hampir selalu dipanggil Nduk.
" Nduk, "
" Dalem pak/bu/bude/pakde/,". Dari sekian keponakan, sepertinya cuma saya juga yang masih menggunakan bahasa ini, dalem. Mungkin itu yang membuat mereka memanggil saya begitu, karena saya juga menjawab begini (apan sik? -_- yang jelas keles).
Nduk itu terdengar halus, jadi saya juga menggunakan bahasa yang halus.
Mbak-mbak sepupu saya, kalo dipanggil jawabnya hanya, " Iya." atau, " Apa?,".
Waktu kecil saya pernah diajarkan menggunakan 'dalem'. Selain kata itu, haraaaam.
Dan sampai saat ini, saya masih.
Pernah suatu kali, waktu SMP, saya kelepasan (saya membuat kesepakatan dengan diri saya, untuk teman sebaya saya nggak perlu menggunakan 'dalem'). Dan terjadilah.
" Reg, nanya dong, " salah seorang teman memanggil.
" Dalem,". NICE! Kelepasan.
" Dalem sik? Apan sik lu, orang ini di luar, "
" Aduh, kelepasan. Nanya apaan?,"
" Woahahaha, kemaren juga gua panggil dijawab gituh. Ah elu, "
" Kebiasaan,". Dan mereka melanjutkan keriuhan tertawa.
Okay, balik ke Genduk.
Sampai detik ini pun, panggilan itu bukan cuma melekat. Rega adalah Nduk.
Yang membuat saya tersentuh, kadang ada orang yang baru dikenal. Tapi sudah menggunakan kata itu.
Seperti Mbah Solo kemarin, di pendakian Semeru. Entah karena saya sedang lemah-lemah nya, entah karena memang beliau menggunakan kata itu sehari-hari, entah. Tapi, dengan kata itu dan sejarah nya dengan saya. Saya merasa sangat di perhatikan, bukan cuma perhatian, tapi juga disayangi :3
Dan lihat yang saya temukan, salah satu dari sekian informasi yang sulit masuk akal di internet, yang ini lumayan http://gendukblog.wordpress.com/about/.
Ibu, Bude, Pakde, Mbak sepupu, teman-teman kantornya ibu, abang maenan, Mbah Solo (yang baru kenal), dan bukan cuma mereka. Bahkan partner saya juga. Partner? Indra? Nope.
My partner in crime, suatu kali ketika bicara lewat telepon, dia memanggil saya begitu, "Nduk".
Memanggil, tapi penuh perasaan. Begitu katanya, arti dari panggilan ini.
How lucky I am :-)
Sebutan ini, memang agak membebani. Karena saya harus menjawab dengan level bahasa yang setara.
Tapi, sebutan ini membuat saya semakin 'nyata'.
Lo gak perlu jadi orang lain Ga, lo cuma perlu jadi Genduk. Karena Nduk itu berarti Rega.
Jumat, 06 Desember 2013
Itu sebabnya....
Jadi sebenernya, Jumat 29 November 2013 itu kuliah fisiologi lagi bahas hormon. Sore itu Pak Rusdi, ngasih kuliah metabolisme dan hubungannya dengan kerja hormon ( gitu bukan ya? ya gitu lah kira-kira)
Dan muncul sebuah pertanyaan, " Kayaknya ada hubungannya deh, penyakit gue sama gampang nya dehidrasi."
Akhirnya, macam mahasiswi pintar haha, selesai kelas saya menanyakan ini ke Pak Rusdi.
" Pak, umm...dehidrasi itu ada hubungannya dengan....MVP?,"
" MVP itu apa ya?, " gila ini bahasa beliau sekali, hahaha jadi apa ya? eh gak pokus.
" Itu...mitral valve prolapse pak, "
" Oh...jantung?, "
" Iya, ada hubungannya dengan dehidrasi?, "
" Ada, pasti lah."
" Tapi, dokter saya bilang...nggak, " suara saya mulai mengecil, kaget. " Saya pernah dehidrasi banget pak, pendakian ke Merapi, sampai pusing. Baru selangkah jalan, jatuh. Begitu terus. Saya minum pun nggak guna, karena terus kehausan, sampai akhirnya saya beli pocari swe*t."
" Ya memang, namanya juga dehidrasi."
" Tapi akibatnya jadi edema pak, "
" Saya nggak bisa lama, kita diskusikan pertemuan berikutnya ya, " saat itu beliau memang dikejar jam terbang. Katanya mau ke Batam.
" Iya pak, ". Saya pernah menanyakan ini sebelumnya ke Cardioman, tapi beliau bilang dehidrasi tidak terlalu mempengaruhi.
" Yang penting kamu jangan suka angkat yang beban berat " cuma itu jawaban Cardioman.
Yakali dok -_-
Emang ada tulisan " Agung Hercules wanna be " di dahi saya?
Makanya saya nunggu, sampai Rabu (4 Desemeber 2013) kemarin, karena beliau sudah balik ke Jakarta.
" Umm pak, yang saya tanyakan, " saya beranikan memulai, selesai sholat maghrib di lab.
" Oh iya, " beliau baru selesai berwudhu, duh maaf ya pak, jadi musti nunggu dulu.
Duh saya bingung lagi nulisnya gimana, pokoknya gini;
Ketika saya dehidrasi, cairan kan berkurang, plasma darah menjadi lebih pekat. Nah itu, bikin pompaannya jadi gak normal. Kalau saya minum, karena pompa nya gak bener, cairannya jadi terkumpul di jaringan, jadi edema. Kalau pmpanya gak bener, pasokan oksigen nya gak cukup, makanya saya jadi pusing dan metabolisme turun, jadi gampang kedinginan.
" Ya kalau sudah seperti itu, saran Saya kamu kurangi kegiatan, " ujar beliau sangat bijak.
" Tuh denger, kurangin nanjak nya, " ujar Danti yang tadi ikut nimbrung selesai sholat maghrib.
Speechless. Ya mau ngomong apa lagi? Fakta baru. Bodohnya, saya dengar itu dari dosen fisiologi saya bukan dokter saya. Dan beliau bukan orang pertama yang bilang, secara tidak langsung, " Lebih baik kamu berhenti mendaki, ". Mbak Eka, Bude, Pakde juga.
Jadi itu sebabnya, Saya pingsan di Pulau Rambut, ketika upacara pelantikan siswa yang tidak akan pernah saya selesaikan masa didiknya.
Itu sebabnya, saya harus digendong turun Mas Ase,diganti Mas Tri turun Merapi.
Jadi itu sebabnya, ketika yang lain jalan ke Pantai Bama di Baluran Bird Race kemarin, saya nggak sanggup nahan matahari nya savana Bekol, dan memilih di tenda. Dan ditemukan kelaparan sama Ka Usman yang baru dateng.
Itu sebabnya, saya mudah sekali merasa kedinginan. Keujanan dikit kedinginan, keujanan kuyup ape lagi. Dan saya nggak pernah sanggup nongkrong di luar tenda lewat dari maghrib ketika pendakian.
So, what are you waiting for? your next stupidity?
Saya di tempeleng diri sendiri, seharian, Kamis kemarin.
Mau berapa banyak orang lagi yang mau saya repotkan?
Kalau ada yang bilang, " yang nggak berkaki aja bisa sampai puncak," atau " yang begini-begitu saja kuat sampai atas, "
Satu hal, ada hal yang tidak bisa disamakan satu manusia dengan manusia lainnya.
Fisik, pengalaman, misalnya. Mental saya mungkin mampu, untuk menaklukan phobia ketinggian saya, atau mampu menguatkan niat untuk sampai di puncak. Tapi kalau fisik, dengan dukungan alasan ilmiah, tidak mendukung, dengan alasan apa lagi saya mampu menguatkan diri?
Lalu, kenapa pula Si Cardioman ini? Entah karena nggak tahu beneran, atau nggak bisa njelasin atau...
Ah peduli setan.
Saya cuma nggak mau jadi seperti dokter Indonesia, cuma periksa sebentar, kasih resep sudah.
( Saman, 2013)
That's harsh. Tapi saya suka gayanya, jujur, terdengar kasar, tapi ya....nggak bego-begoin.
Tapi membusukkan diri dengan tumpukan novel (walaupun itu asik) dengan rutinitas ngobat-rumah-kuliah itu....hidup macam apa?
Pastinya, kalau tubuh saya di kuburkan, orang-orang bisa bikin obat herbal dari tanah kuburan saya.
Dan muncul sebuah pertanyaan, " Kayaknya ada hubungannya deh, penyakit gue sama gampang nya dehidrasi."
Akhirnya, macam mahasiswi pintar haha, selesai kelas saya menanyakan ini ke Pak Rusdi.
" Pak, umm...dehidrasi itu ada hubungannya dengan....MVP?,"
" MVP itu apa ya?, " gila ini bahasa beliau sekali, hahaha jadi apa ya? eh gak pokus.
" Itu...mitral valve prolapse pak, "
" Oh...jantung?, "
" Iya, ada hubungannya dengan dehidrasi?, "
" Ada, pasti lah."
" Tapi, dokter saya bilang...nggak, " suara saya mulai mengecil, kaget. " Saya pernah dehidrasi banget pak, pendakian ke Merapi, sampai pusing. Baru selangkah jalan, jatuh. Begitu terus. Saya minum pun nggak guna, karena terus kehausan, sampai akhirnya saya beli pocari swe*t."
" Ya memang, namanya juga dehidrasi."
" Tapi akibatnya jadi edema pak, "
" Saya nggak bisa lama, kita diskusikan pertemuan berikutnya ya, " saat itu beliau memang dikejar jam terbang. Katanya mau ke Batam.
" Iya pak, ". Saya pernah menanyakan ini sebelumnya ke Cardioman, tapi beliau bilang dehidrasi tidak terlalu mempengaruhi.
" Yang penting kamu jangan suka angkat yang beban berat " cuma itu jawaban Cardioman.
Yakali dok -_-
Emang ada tulisan " Agung Hercules wanna be " di dahi saya?
Makanya saya nunggu, sampai Rabu (4 Desemeber 2013) kemarin, karena beliau sudah balik ke Jakarta.
" Umm pak, yang saya tanyakan, " saya beranikan memulai, selesai sholat maghrib di lab.
" Oh iya, " beliau baru selesai berwudhu, duh maaf ya pak, jadi musti nunggu dulu.
Duh saya bingung lagi nulisnya gimana, pokoknya gini;
Ketika saya dehidrasi, cairan kan berkurang, plasma darah menjadi lebih pekat. Nah itu, bikin pompaannya jadi gak normal. Kalau saya minum, karena pompa nya gak bener, cairannya jadi terkumpul di jaringan, jadi edema. Kalau pmpanya gak bener, pasokan oksigen nya gak cukup, makanya saya jadi pusing dan metabolisme turun, jadi gampang kedinginan.
" Ya kalau sudah seperti itu, saran Saya kamu kurangi kegiatan, " ujar beliau sangat bijak.
" Tuh denger, kurangin nanjak nya, " ujar Danti yang tadi ikut nimbrung selesai sholat maghrib.
Speechless. Ya mau ngomong apa lagi? Fakta baru. Bodohnya, saya dengar itu dari dosen fisiologi saya bukan dokter saya. Dan beliau bukan orang pertama yang bilang, secara tidak langsung, " Lebih baik kamu berhenti mendaki, ". Mbak Eka, Bude, Pakde juga.
Jadi itu sebabnya, Saya pingsan di Pulau Rambut, ketika upacara pelantikan siswa yang tidak akan pernah saya selesaikan masa didiknya.
Itu sebabnya, saya harus digendong turun Mas Ase,diganti Mas Tri turun Merapi.
Jadi itu sebabnya, ketika yang lain jalan ke Pantai Bama di Baluran Bird Race kemarin, saya nggak sanggup nahan matahari nya savana Bekol, dan memilih di tenda. Dan ditemukan kelaparan sama Ka Usman yang baru dateng.
Itu sebabnya, saya mudah sekali merasa kedinginan. Keujanan dikit kedinginan, keujanan kuyup ape lagi. Dan saya nggak pernah sanggup nongkrong di luar tenda lewat dari maghrib ketika pendakian.
So, what are you waiting for? your next stupidity?
Saya di tempeleng diri sendiri, seharian, Kamis kemarin.
Mau berapa banyak orang lagi yang mau saya repotkan?
Kalau ada yang bilang, " yang nggak berkaki aja bisa sampai puncak," atau " yang begini-begitu saja kuat sampai atas, "
Satu hal, ada hal yang tidak bisa disamakan satu manusia dengan manusia lainnya.
Fisik, pengalaman, misalnya. Mental saya mungkin mampu, untuk menaklukan phobia ketinggian saya, atau mampu menguatkan niat untuk sampai di puncak. Tapi kalau fisik, dengan dukungan alasan ilmiah, tidak mendukung, dengan alasan apa lagi saya mampu menguatkan diri?
Lalu, kenapa pula Si Cardioman ini? Entah karena nggak tahu beneran, atau nggak bisa njelasin atau...
Ah peduli setan.
Saya cuma nggak mau jadi seperti dokter Indonesia, cuma periksa sebentar, kasih resep sudah.
( Saman, 2013)
That's harsh. Tapi saya suka gayanya, jujur, terdengar kasar, tapi ya....nggak bego-begoin.
Tapi membusukkan diri dengan tumpukan novel (walaupun itu asik) dengan rutinitas ngobat-rumah-kuliah itu....hidup macam apa?
Pastinya, kalau tubuh saya di kuburkan, orang-orang bisa bikin obat herbal dari tanah kuburan saya.
Kontrol yang telat 1 bulan, November.
Sabtu, 30 November 2013. Duh rasanya males banget bangun dari tempat tidur. Minggu-minggu mendekati uas seperti ini akan ada banyak tugas tambahan, indikasi begadang tambahan. Dan ini weekend, Saya sudah mengagendakan kencan dengan tempat tidur hari ini. Tapi...pagi itu ibu masuk kamar membangunkan untuk mengingatkan saya pergi kontrol. Ini sudah ke sekian kali dalam minggu ini.
" Bu, Rega udah gak jelas ngobatnya. Waktu ibu sama rega mutusin buat berenti, karena udah baikan juga, rega jadi ngasal ngobatnya. Cuma minum kalo sakit, bukan tiap hari lagi, " alasan pamungkas. Gagal.
" Nggak papa, yang penting kontrol dulu.". Saya bangun dari tempat tidur, bukan langsung siap-siap ke rumah sakit. Dityuno? Rumah sakit bukan tempat yang menyenangkan, jadi gak perlu ada kesiapan macam mau malam mingguan. Saya membuat segelas kopi-susu dan makan pisang goreng untuk sarapan. Sabtu pagi itu, wajah Hamish Daud mampu menjadi mood booster hahahah (Hya Allaaaah, itu dia kenapa ganteng banget sik?) Tapi ada mood booster lain, Saya mau mampir ke gramedia selesai kontrol nanti. Ihiiii
Saya berangkat dengan dress jeans biru dengan jilbab dan kardigan hitam, ciyeee ihiiii. Berasa dokternya ganteng gitu -_______-
Berharap aja ketemu someone di toko buku hahaha
Sampai di rumah sakit sekitar jam 11.00, lumayan siang. Dan hari itu, weekend, tapi keadaan rumah sakit ruameeeee banget. Saya antri cukup lama untuk daftar pasien rawat jalan. Untung ada mas-mas berkacamata gitu yang ikutan antri, lumayan lah hahaha (idih gua menggelikan banget dah -_-. Maaf sodara-sodara).
Selesai daftar, saya menuju ke lantai 2, ruang tunggu poli jantung. Di dekat poli jantung itu ada poli internist. Buseeeee, itu ruang tunggu isinya, kalo kagak orang tua ya orang sepuh hahaha (same ajeee -_-). Menyedihkan sekalil orang-orang ini, weekend bukannya nyantai, malah nunggu ketemu dokter buat tau sakit nya dia doang ( lah gue juga? -_-). FYI, itu sama sekali nggak menyenangkan, kalo boleh milih saya pengen ke Pantai Pangandaran, selain kasur saya. Ngeliat orang sakit, cuma bikin kamu tambah sakit, menyedihkan. Dan taraaaa....suster nya bukan suster yang biasanya. Saya pernah ketemu dia sekali, dan jutek abis. Grrrrr.
" Rega Alfi, " panggil dia keras. Saya langsung menuju meja. Tensi dulu, ini sudah diluar kepala.
" 120/80. Silahkan tunggu dulu," dia membaca. Mm...tumben tinggi. Dan kontrol hari itu adalah kontrol terlama yang pernah saya alami. Salah saya juga sih, yakali jam 11 masih daftar.
Sampai jam 12 pun, nama saya belum dipanggil. Baiklah, sholat zhuhur dulu saja. Selesai sholat saya membeli sekotak susu stroberi dan biskuit, ini udah jam makan siang juga -__-
Ternyata ketika Saya sholat, nama saya dipanggil karena nggak ada orang nya, jadi di lewat. Oke, paling nggak saya masih bisa nyemil.
Dan, nggak lama saya sudah di dalam. Menunggu dokter nya di ranjang periksa.
" Ada keluhan?, " tanya beliau begitu melihat saya.
" Umm...nggak tahu dok, kan saya kemaren nggak kontrol, "
" Masa? Ya sudah periksa dulu, " beliau menaruh stetoskop nya di dada kiri. " Kenceng ya, " hanya itu komennya.
Saya menyamping, sudah diluar kepala. Beliau menaruh stetoskopnya lagi di punggung kiri saya.
" Iya kenceng, kamu rajin kan ngobatnya?. " Saya hanya memperlihatkan gigi, nyengir, berharap gak ada sisa biskuit, dan lebih jauh mampu memperlihatkan wajah innocent.
" Masih suka naik kamu?, " tanya beliau dari balik meja kerjanya.
" Nggak dok, kemarin cuma melaut haha, "
" Kamu, kenapa sih ngobatnya kok nggak bener?,". Males dok, bosan dok, jawab saya dalam hati.
" Itu dok, suka lupa kalo udah nugas haha ha.....,"
" Kan kamu nggak perlu makan dulu, itu bisa diminum kapan aja. Kalo sempet langsung minum, " doi marah coy -_-
Emang salah gue? salah temen-temen gue? salah guling gue? teddy bear gue?
" Iya dok, maaf."
" Kemarin dua kali? terakhir kali?,"
" Nggak dok, udah turun jadi sekali, "
" Oh...tapi itu lagi kenceng, minum dua ya. Kalo sudah baikan, satu aja. Ah paham lah ya kamu, "
" Iya dok,"
" Oya mau kemana lagi?, "
" Malang dok, "
" Naik gunung?, "
" Nggak dok, cuma ngecamp sama ngutan aja hahah, "
" Kamu kalo lagi ngutan, suka ketemu babi hutan?," WAIT? ini kenapa gak pokus amat coy -_-
" Alhamdulillah nggak dok,"
" Nyari nggak?, "
" Ya paling menjadikan itu indikator aja dok, misalnya kalo rantai makanan itu ada babi hutan berarti ada pemangsa nya, macan tutul,"
" Waa pernah ketemu macan tutul?, "
" Waduuh jangan dulu dok, gak siap juga hahah tapi kalau suara pernah dengar haha, "
" Oya? dimana?,"
" Di gunung gede,"
" Masa sih? Malam dong, "
" Iya kami pendakian malam, untung rame dok haha, "
" Haha ya saya juga pernah pendakian dimana itu, Salak. Ini resepnya, jangan lupa minum ya obatnya, "
" Iya dok, makasi dok."
EH? WAIT WAIT? Beliau bilang barusan kalo pernah pendakian ke Salak? Jangan-jangan doi?
-________- dokter, si Cardioman ini, juga...pendaki? pecinta alam kampus nya?
ASTAGAAAA pantesan tiap ketemu gue nanyain mulukkkk.
Oke sekian, gara-gara itu juga saya mau nanyain sesuatu.
" Bu, Rega udah gak jelas ngobatnya. Waktu ibu sama rega mutusin buat berenti, karena udah baikan juga, rega jadi ngasal ngobatnya. Cuma minum kalo sakit, bukan tiap hari lagi, " alasan pamungkas. Gagal.
" Nggak papa, yang penting kontrol dulu.". Saya bangun dari tempat tidur, bukan langsung siap-siap ke rumah sakit. Dityuno? Rumah sakit bukan tempat yang menyenangkan, jadi gak perlu ada kesiapan macam mau malam mingguan. Saya membuat segelas kopi-susu dan makan pisang goreng untuk sarapan. Sabtu pagi itu, wajah Hamish Daud mampu menjadi mood booster hahahah (Hya Allaaaah, itu dia kenapa ganteng banget sik?) Tapi ada mood booster lain, Saya mau mampir ke gramedia selesai kontrol nanti. Ihiiii
Saya berangkat dengan dress jeans biru dengan jilbab dan kardigan hitam, ciyeee ihiiii. Berasa dokternya ganteng gitu -_______-
Berharap aja ketemu someone di toko buku hahaha
Sampai di rumah sakit sekitar jam 11.00, lumayan siang. Dan hari itu, weekend, tapi keadaan rumah sakit ruameeeee banget. Saya antri cukup lama untuk daftar pasien rawat jalan. Untung ada mas-mas berkacamata gitu yang ikutan antri, lumayan lah hahaha (idih gua menggelikan banget dah -_-. Maaf sodara-sodara).
Selesai daftar, saya menuju ke lantai 2, ruang tunggu poli jantung. Di dekat poli jantung itu ada poli internist. Buseeeee, itu ruang tunggu isinya, kalo kagak orang tua ya orang sepuh hahaha (same ajeee -_-). Menyedihkan sekalil orang-orang ini, weekend bukannya nyantai, malah nunggu ketemu dokter buat tau sakit nya dia doang ( lah gue juga? -_-). FYI, itu sama sekali nggak menyenangkan, kalo boleh milih saya pengen ke Pantai Pangandaran, selain kasur saya. Ngeliat orang sakit, cuma bikin kamu tambah sakit, menyedihkan. Dan taraaaa....suster nya bukan suster yang biasanya. Saya pernah ketemu dia sekali, dan jutek abis. Grrrrr.
" Rega Alfi, " panggil dia keras. Saya langsung menuju meja. Tensi dulu, ini sudah diluar kepala.
" 120/80. Silahkan tunggu dulu," dia membaca. Mm...tumben tinggi. Dan kontrol hari itu adalah kontrol terlama yang pernah saya alami. Salah saya juga sih, yakali jam 11 masih daftar.
Sampai jam 12 pun, nama saya belum dipanggil. Baiklah, sholat zhuhur dulu saja. Selesai sholat saya membeli sekotak susu stroberi dan biskuit, ini udah jam makan siang juga -__-
Ternyata ketika Saya sholat, nama saya dipanggil karena nggak ada orang nya, jadi di lewat. Oke, paling nggak saya masih bisa nyemil.
Dan, nggak lama saya sudah di dalam. Menunggu dokter nya di ranjang periksa.
" Ada keluhan?, " tanya beliau begitu melihat saya.
" Umm...nggak tahu dok, kan saya kemaren nggak kontrol, "
" Masa? Ya sudah periksa dulu, " beliau menaruh stetoskop nya di dada kiri. " Kenceng ya, " hanya itu komennya.
Saya menyamping, sudah diluar kepala. Beliau menaruh stetoskopnya lagi di punggung kiri saya.
" Iya kenceng, kamu rajin kan ngobatnya?. " Saya hanya memperlihatkan gigi, nyengir, berharap gak ada sisa biskuit, dan lebih jauh mampu memperlihatkan wajah innocent.
" Masih suka naik kamu?, " tanya beliau dari balik meja kerjanya.
" Nggak dok, kemarin cuma melaut haha, "
" Kamu, kenapa sih ngobatnya kok nggak bener?,". Males dok, bosan dok, jawab saya dalam hati.
" Itu dok, suka lupa kalo udah nugas haha ha.....,"
" Kan kamu nggak perlu makan dulu, itu bisa diminum kapan aja. Kalo sempet langsung minum, " doi marah coy -_-
Emang salah gue? salah temen-temen gue? salah guling gue? teddy bear gue?
" Iya dok, maaf."
" Kemarin dua kali? terakhir kali?,"
" Nggak dok, udah turun jadi sekali, "
" Oh...tapi itu lagi kenceng, minum dua ya. Kalo sudah baikan, satu aja. Ah paham lah ya kamu, "
" Iya dok,"
" Oya mau kemana lagi?, "
" Malang dok, "
" Naik gunung?, "
" Nggak dok, cuma ngecamp sama ngutan aja hahah, "
" Kamu kalo lagi ngutan, suka ketemu babi hutan?," WAIT? ini kenapa gak pokus amat coy -_-
" Alhamdulillah nggak dok,"
" Nyari nggak?, "
" Ya paling menjadikan itu indikator aja dok, misalnya kalo rantai makanan itu ada babi hutan berarti ada pemangsa nya, macan tutul,"
" Waa pernah ketemu macan tutul?, "
" Waduuh jangan dulu dok, gak siap juga hahah tapi kalau suara pernah dengar haha, "
" Oya? dimana?,"
" Di gunung gede,"
" Masa sih? Malam dong, "
" Iya kami pendakian malam, untung rame dok haha, "
" Haha ya saya juga pernah pendakian dimana itu, Salak. Ini resepnya, jangan lupa minum ya obatnya, "
" Iya dok, makasi dok."
EH? WAIT WAIT? Beliau bilang barusan kalo pernah pendakian ke Salak? Jangan-jangan doi?
-________- dokter, si Cardioman ini, juga...pendaki? pecinta alam kampus nya?
ASTAGAAAA pantesan tiap ketemu gue nanyain mulukkkk.
Oke sekian, gara-gara itu juga saya mau nanyain sesuatu.
Rabu, 23 Oktober 2013
This is Us, Tovarisch.
Rasanya jadi sok drama gitu, hahah mau ngepost soal beginian. Bukan, bukan hati. Bukan soal tulang rusuk. Ini soal "Teman". Atau mungkin lebih, " Sahabat". Tapi rasanya tidak seintens itu. Jadi? Entahlah, saya juga bingung mau mendefinisikan seperti apa.
Dari dulu saya memang lebih sering main dengan cowok. Tomboy sih nggak, cuma memang agak cuek. Dan lagi, bude samping rumah anaknya cowok semua, ada 3 orang. Jadi dulu kalau pulang sekolah suka main ular tangga dengan mereka, sampai ketiduran.
Sebelum saya masuk SD, saya sering main ke rumah tetangga. Anak mereka hanya satu, usianya berbeda sekitar 5 tahun diatas saya. Berhubung dia anak tunggal, dan saya belum punya adik, saya sering main ke rumahnya. Dia benar-benar seperti kakak buat saya, hahah tiap saya jatuh. Saya juga nggak ngerti kenapa sering banget jatuh -_-. Mas ini selalu menenangkan saya yang nangis gulung-gulung hahahha. Abang banget dia. Tapi kemudian negara api menyerang -_- eh bukan itu, sejak saya masuk SD dan dia tidak lama masuk SMP, dia jadi sangat serius. Jadi ya...kami berpisah. Secara tidak layak, karena sampai saat ini kami tidak pernah saling sapa. Aneh rasanya, dulu dia mas saya sekarang jadi orang lain.
Dulu saya punya geng main. Beh, lebih keren dari geng motor hahahah. Ceweknya cuma 4 orang, kadang lebih kalau ada yang mau gabung nongkrong. Kerjaan kita banyak; main. Main benteng, main galasin, main petak umpet batu, dan paling membahana main polisi-polisian. Petak umpet kita agak beda dari yang lain. Karena apa? Kalau jumlah pemainnya banyak, wilayah ngumpetnya jadi lebih jauh. Pernah suatu kali, wilayah ngumpetnya muterin komplek. Beh cadas gak tuh? Begitu lu balik, itu batu udah berserakan lagi, hahahah makanya yang jaga 2 orang bahkan 3.
Main polisi ini juga gak kalah seru. Jumlah maling dan polisi tidak selalu sama. Kenapa? karena di kelompok maling isinya orang-orang dengan kemampuan lari cepat dan gak pilin tempat ngumpet. Dan isinya pasti cowo, saya adalah satu-satunya cewek di kelompok itu. Hahah kalo soal sprint saya bisa, tapi kalau sudah lari dalam waktu lama nafas saya nggak kuat juga. Tapi itu bukan soal, karena saya bisa diajak ngumpet dimanapun. Selokan, semak, bahkan manjat pohon. Oh iya saya bisa manjat, itu bakat ahhahaha. Jadi, jumlah polisi lebih banyak. Kasian kalo nyari kita.
Lagi-lagi mereka seperti abang. Jadi ya...ketika hati mulai bermain, maaf saya nggak bisa. Kalian abang-abang saya. Lebih baik single, daripada merusak suasana pertemanan.
Seru nya lagi, mereka bisa jadi filter dalam memilih laki-laki. Pernah suatu kali, saya digodain (ciyee), saya diem aja. Tapi abang-abang ini langsung pasang benteng, hahaha. Lewati mereka dulu, kalo lulus boleh godain saya lagi hahaha.
Mungkin itu sebabnya saya jadi lebih main fisik ketika berkelahi. Kata mereka, " Mending berantem gaya cowo, satu-dua kali tonjok selesai. Serem kalo gaya cewe, ampe lu jambak-jambakan juga gak bakal kelar. Mana cewe mulutnya tajem banget lagi,". Padahal kan saya cewek juga ya?
" Itu yang kita suka, lu beda aja ama cewe lain, " katanya sih gitu.
Saya lebih suka main sama cowok, soalnya bener kata mereka, cewek itu lebih jahat.
" Eh maaf ya Rega, ku pikir Rega gak punya Barbie makanya gak pernah diajakin main. Ternyata punya, cantik lagi rambutnya panjang," salah satu kalimat yang pernah keluar.
Semenjak itu saya sering diajakin main sama cewe-cewe. Rasanya mereka ngajakin main bukan karena pengen main sama saya deh, tapi karena Barbie saya berambut panjang -_-
Makanya, saya jadi lebih sering main sama cowo-cowo. Dan ini juga yang mempertemukan saya dengan mereka.
Muhammad Indra Gunawan.
Kami sudah berteman (sampai detik ini) kurang lebih 15 tahun. Indra ini teman dari SD. Tapi kami jadi nyambung sejak SMP. Kami dipertemukan manga, hahaha bersama dengan beberapa cowo-cowo lain dikelas.
Dari dulu Indra emang bakat jahat kalo ngomong. Positif nya dia ini jujur kok hahhaah. Tapi gak brengsek, I'm swear. Kalau ngomong suka nggak diatur, ambisius, banyak mau pula. Seideal-idealnya golongan darah B adalah Indra.
Saya adalah L, Indra adalah Light Yagami. Kami selalu berbeda pendapat, tapi kami bisa bekerja sama. Bedanya, L-Light bisa saling menusuk, kami bisa saling meracuni hahahah nggak deng.
Indra adalah perpustakaan Shonen Magz. Saya adalah perpustakaan komik Death Note dan Tsubasa Reservoir Chronicle. Setiap hari Jumat, kami membawa komik dan nongkrong di kelas sampai sore dari selesai sholat Jumat untuk baca komik. Sounds great yeaah!!!
Mungkin hal seperti ini juga yang bikin beberapa fans nya Indra dan mantannya kesal. Hahahaha, lagian cemburu ama gua. Bloon dah.
" Aku Kaze, Ndra lu Yuki ya, "
" Ogah, gila. Sarap lu ye?,"
" Lu harus jadi Yuki, artinya salju. Lu kan dingin, "
" Iya gue cool. Ok, gua akan membekukan kalian semua, "
" Ih kita temen, "
" Gue gak butuh temen kayak lo, ". Brengsek emang orang itu.
Mungkin ada yang merasa Indra jarang bisa ketawa, makanya bisa mikir saya dan Indra bukan temenan biasa. Tapi percayalah, membuat orang ini tertawa adalah hal mudah. Buat saja dirimu telihat bodoh di depannya dan di depan banyak orang. Atau biar kan orang ini menjegal kaki mu sampai jatuh. Dua hal itu akan membuat Indra tertawa bahagia. Orang ini jahat luar biasa.
" Kalian kenapa gak jadian?," BWAHHHAHAHHAHAHA bahkan Ibu saya juga pernah berpikir begitu? Bagaimana bisaaaaaa?
Saya tau seleranya Indra. Indra tau seperti apa yang saya suka. Dan kami tidak saling mencocokan diri. Malah kami memiliki selera pasangan yang sama, " gak ribet, gak suka sms sering-sering. Status lu bukan istri atau ibu gua, jadi gak perlu gua ngasih informasi ke lu sering-sering, ". Itu prinsip kita.
Tahun lalu, saya membelikan Indra sepasang sepatu hahhaha
" Ndra, nomor sepatu lu berapa?,"
" 42. Asiiikk, Yongki yaa,"
" Kagak ada. Mahal. Oke, ya udah, " telepon mati.
Itu sebetulnya mau ngasih kado, tapi kami tidak terbiasa bersikap sok manis ngasih kejutan hahaha. Jadi yaaa telpon aja langsung, toh juga nggak tau ukurannya. Dan nggak dibungkus kado, kasih gitu aja.
Beberapa minggu setelah Bapak meninggal, Indra, Habsyi, Ganis, dan Lisa datang ke rumah. Saya tahu mereka ingin menyampaikan ungkapan duka cita, tapi...hahahaha Indra bukan orang yang bisa ngomong baik. Jadi cuma menyampaikan kalau dia gak enak karena baru datang, karena dia waktu itu ada di asrama IC. Yang lain juga menyampaikan hal serupa. Guys, mata kalian berbicara lebih banyak. Thanks :")
Dan belum lama ini, saya menangis, untuk pertama kalinya di depan Indra. Masalah pribadi, keluarga malah sebetulnya. Kenapa Indra? Dia adalah makhluk paling rasional yang saya bisa terima alasannya, setelah Bapak. Semua keluar. Hmph...Indra saat itu jadi pendengar. Dan akan menjawab hanya jika saya bertanya. Itu baru namanya sahabat. Kadang, kita gak butuh banyak orang untuk menyelesaikan masalah, hanya butuh pendengar.
Pertama kali saya lihat Indra kecewa, dan gak tahan ngeliatnya ketika pengumuman kelulusan SMP. Nilainya bagus, tapi mungkin nggak sesuai dengan keinginannya. Atau karena nama saya ada diatas namanya? -_- Indra tidak sejahat itu, kadang.
Dia juga yang menjadi filter saya untuk memilih pasangan. Jadi kalau lagi deket sama seseorang (ciyee) saya akan tanya Indra, walaupun suka telat nanya. Jadi pasti saya di bego-begoin -_-
Tapi memang begitu adanya. Daripada saya yang nyesel.
Shuhaji Taufiq
Saya kenal Aji, baru setelah masuk SMP. Kami satu kelas saat kelas 7 dan 9, sama kayak Indra. Sekarang Aji kuliah di Volvogard, yang bikin tambah seneng dengernya dia biayain kuliahnya itu sendiri. Karena setahun sebelumnya dia kerja.
Malam sebelum Aji berangkat, kita bikin Farewell Party di rumah saya. Gak party juga sih, kita makan pecel ayam depan komplek, terus...ngobrol sampai jam 1 pagi. Huwaaa rasanya pengen nangis, pas kita semua pamitan. Terus kita foto bertiga, tapi file nya di Indra semua -_-
" Makasi ya, kalian juga kok yang dukung gue." aaaahh Ajiiii :'(
Tadinya saya mau nganterin Aji ke Bandara. Tapi kata Aji, dia gak enak sama keluarganya karena bakal mikir yang macem-macem. Mikir saya pacarnya Aji gitu? -_-
Dan ternyata, Indra juga punya niat yang sama. Nganterin Aji. Cuma cuma kita....terlalu malu-malu, kalau kita takut kangen.
Setelah itu kita hanya berkomunikasi dengan FB, WA, jarang bisa Skype.
Kalau Indra itu Shonen Magz, saya Death Note dan TRC, Aji adalah Naruto dan Bleach. Saya, Aji, dan Habsyi pernah main ke rumah Indra pasca acara kelulusan SMP. Kita pesta komik dan anime.
Pernah punya mantan, yang kita sama-sama tau, dan selalu jadi bahan cengan ahhahah kocak. Adiknya banyak banget, kakanya juga. Jadi selama 3 tahun di SMP, dia selalu ketemu anggota keluarganya.
Terakhir kali kita ngumpul lama itu setelah kita selesai karaoke 2 jam. Saya bingung dengan cowo-cowo ini, di depan orang bisa cool tapi di depan saya, keluar semua kekoplakan. Mulai dari masalah kuliah, lagi deket sama siapa.
" Pokoknya, kalo gua mau nikah, calon gua harus ketemu kalian. Dan calon kalian harus ketemu gua. ".
Kami sama-sama nggak suka dikekang. Nggak suka pasangan yang berlebihan. Nggak suka orang yang suka display.
Mohammad Habsyi K
Terakhir kali ketemu anak ini waktu buka bersama reuni SMP. Eh apa iya ya? Lupa. Kalau Habsyi ini, komik One Piece. Homo-an nya Aji dari SD hahhaha dulu di awal masuk SMP mereka berdua terus, lucu banget :3
E tapi pernah ketemu di POM Bensin deket Cipinang, hahahah setelah sekian lama nggak ketemu. Takdir sekali.
Entah faktor apa, hubungan cinta mungkin. Dia memisahkan diri dari kami, dan kami nggak tau lagi kabarnya sekarang.
Selama persiapan UN, kami sering belajar bersama sepulang sekolah. Saya akan pegang materi biologi, Indra pegang materi fisika. Matematika dan Bahasa Indonesia akan kami debatkan bersama. Kalau Bahasa Inggris hahahah saya dan Indra paling berisik. Kami lulus dengan memuaskan, dengan usaha kami. Ahh...itu paling membahagiakan.
Saya, Indra, dan Aji
Satu hal, yang saya dapatkan dari hubungan ini. Ini bukan pertemanan, kami jarang kumpul nongkrong bareng. Kami tidak pernah bermanis ria, ini bukan persahabatan. Ini adalah simbiosis mutualisme, komensalisme, kadang parasitisme (traktiran coy) ahahah.
Mereka nggak akan bilang saya benar, seberapapun itu menyakitkan. Itu kan namanya hubungan baik?
Semakin banyak pujian yang keluar dari 'teman' mu, maka semakin diragukan kevalidannya. Seorang 'teman' akan membantu mu berpikir, bukan mengiyakan semua yang kamu inginkan.
Sekarang, Indra di Akuntansi UI (masih bingung Ndraaaa, kenapa pilih Akun? Hmph...) biar masih di deket sini, tapi doi sibuk banget ahahah jadi ya kalo emang udah pengen cerita gengges baru kita nongkrong.
Aji di Volvogard, lupa ngambil apa. Sangat jarang bisa dihubungi. Katanya 3 tahun lagi baru pulang ke Indo. Yah dia harus dateng nikahan gueeee
Rasanya....kangen.
Dari dulu saya memang lebih sering main dengan cowok. Tomboy sih nggak, cuma memang agak cuek. Dan lagi, bude samping rumah anaknya cowok semua, ada 3 orang. Jadi dulu kalau pulang sekolah suka main ular tangga dengan mereka, sampai ketiduran.
Sebelum saya masuk SD, saya sering main ke rumah tetangga. Anak mereka hanya satu, usianya berbeda sekitar 5 tahun diatas saya. Berhubung dia anak tunggal, dan saya belum punya adik, saya sering main ke rumahnya. Dia benar-benar seperti kakak buat saya, hahah tiap saya jatuh. Saya juga nggak ngerti kenapa sering banget jatuh -_-. Mas ini selalu menenangkan saya yang nangis gulung-gulung hahahha. Abang banget dia. Tapi kemudian negara api menyerang -_- eh bukan itu, sejak saya masuk SD dan dia tidak lama masuk SMP, dia jadi sangat serius. Jadi ya...kami berpisah. Secara tidak layak, karena sampai saat ini kami tidak pernah saling sapa. Aneh rasanya, dulu dia mas saya sekarang jadi orang lain.
Dulu saya punya geng main. Beh, lebih keren dari geng motor hahahah. Ceweknya cuma 4 orang, kadang lebih kalau ada yang mau gabung nongkrong. Kerjaan kita banyak; main. Main benteng, main galasin, main petak umpet batu, dan paling membahana main polisi-polisian. Petak umpet kita agak beda dari yang lain. Karena apa? Kalau jumlah pemainnya banyak, wilayah ngumpetnya jadi lebih jauh. Pernah suatu kali, wilayah ngumpetnya muterin komplek. Beh cadas gak tuh? Begitu lu balik, itu batu udah berserakan lagi, hahahah makanya yang jaga 2 orang bahkan 3.
Main polisi ini juga gak kalah seru. Jumlah maling dan polisi tidak selalu sama. Kenapa? karena di kelompok maling isinya orang-orang dengan kemampuan lari cepat dan gak pilin tempat ngumpet. Dan isinya pasti cowo, saya adalah satu-satunya cewek di kelompok itu. Hahah kalo soal sprint saya bisa, tapi kalau sudah lari dalam waktu lama nafas saya nggak kuat juga. Tapi itu bukan soal, karena saya bisa diajak ngumpet dimanapun. Selokan, semak, bahkan manjat pohon. Oh iya saya bisa manjat, itu bakat ahhahaha. Jadi, jumlah polisi lebih banyak. Kasian kalo nyari kita.
Lagi-lagi mereka seperti abang. Jadi ya...ketika hati mulai bermain, maaf saya nggak bisa. Kalian abang-abang saya. Lebih baik single, daripada merusak suasana pertemanan.
Seru nya lagi, mereka bisa jadi filter dalam memilih laki-laki. Pernah suatu kali, saya digodain (ciyee), saya diem aja. Tapi abang-abang ini langsung pasang benteng, hahaha. Lewati mereka dulu, kalo lulus boleh godain saya lagi hahaha.
Mungkin itu sebabnya saya jadi lebih main fisik ketika berkelahi. Kata mereka, " Mending berantem gaya cowo, satu-dua kali tonjok selesai. Serem kalo gaya cewe, ampe lu jambak-jambakan juga gak bakal kelar. Mana cewe mulutnya tajem banget lagi,". Padahal kan saya cewek juga ya?
" Itu yang kita suka, lu beda aja ama cewe lain, " katanya sih gitu.
Saya lebih suka main sama cowok, soalnya bener kata mereka, cewek itu lebih jahat.
" Eh maaf ya Rega, ku pikir Rega gak punya Barbie makanya gak pernah diajakin main. Ternyata punya, cantik lagi rambutnya panjang," salah satu kalimat yang pernah keluar.
Semenjak itu saya sering diajakin main sama cewe-cewe. Rasanya mereka ngajakin main bukan karena pengen main sama saya deh, tapi karena Barbie saya berambut panjang -_-
Makanya, saya jadi lebih sering main sama cowo-cowo. Dan ini juga yang mempertemukan saya dengan mereka.
Muhammad Indra Gunawan.
Kami sudah berteman (sampai detik ini) kurang lebih 15 tahun. Indra ini teman dari SD. Tapi kami jadi nyambung sejak SMP. Kami dipertemukan manga, hahaha bersama dengan beberapa cowo-cowo lain dikelas.
Dari dulu Indra emang bakat jahat kalo ngomong. Positif nya dia ini jujur kok hahhaah. Tapi gak brengsek, I'm swear. Kalau ngomong suka nggak diatur, ambisius, banyak mau pula. Seideal-idealnya golongan darah B adalah Indra.
Saya adalah L, Indra adalah Light Yagami. Kami selalu berbeda pendapat, tapi kami bisa bekerja sama. Bedanya, L-Light bisa saling menusuk, kami bisa saling meracuni hahahah nggak deng.
Indra adalah perpustakaan Shonen Magz. Saya adalah perpustakaan komik Death Note dan Tsubasa Reservoir Chronicle. Setiap hari Jumat, kami membawa komik dan nongkrong di kelas sampai sore dari selesai sholat Jumat untuk baca komik. Sounds great yeaah!!!
Mungkin hal seperti ini juga yang bikin beberapa fans nya Indra dan mantannya kesal. Hahahaha, lagian cemburu ama gua. Bloon dah.
" Aku Kaze, Ndra lu Yuki ya, "
" Ogah, gila. Sarap lu ye?,"
" Lu harus jadi Yuki, artinya salju. Lu kan dingin, "
" Iya gue cool. Ok, gua akan membekukan kalian semua, "
" Ih kita temen, "
" Gue gak butuh temen kayak lo, ". Brengsek emang orang itu.
Mungkin ada yang merasa Indra jarang bisa ketawa, makanya bisa mikir saya dan Indra bukan temenan biasa. Tapi percayalah, membuat orang ini tertawa adalah hal mudah. Buat saja dirimu telihat bodoh di depannya dan di depan banyak orang. Atau biar kan orang ini menjegal kaki mu sampai jatuh. Dua hal itu akan membuat Indra tertawa bahagia. Orang ini jahat luar biasa.
" Kalian kenapa gak jadian?," BWAHHHAHAHHAHAHA bahkan Ibu saya juga pernah berpikir begitu? Bagaimana bisaaaaaa?
Saya tau seleranya Indra. Indra tau seperti apa yang saya suka. Dan kami tidak saling mencocokan diri. Malah kami memiliki selera pasangan yang sama, " gak ribet, gak suka sms sering-sering. Status lu bukan istri atau ibu gua, jadi gak perlu gua ngasih informasi ke lu sering-sering, ". Itu prinsip kita.
Tahun lalu, saya membelikan Indra sepasang sepatu hahhaha
" Ndra, nomor sepatu lu berapa?,"
" 42. Asiiikk, Yongki yaa,"
" Kagak ada. Mahal. Oke, ya udah, " telepon mati.
Itu sebetulnya mau ngasih kado, tapi kami tidak terbiasa bersikap sok manis ngasih kejutan hahaha. Jadi yaaa telpon aja langsung, toh juga nggak tau ukurannya. Dan nggak dibungkus kado, kasih gitu aja.
Beberapa minggu setelah Bapak meninggal, Indra, Habsyi, Ganis, dan Lisa datang ke rumah. Saya tahu mereka ingin menyampaikan ungkapan duka cita, tapi...hahahaha Indra bukan orang yang bisa ngomong baik. Jadi cuma menyampaikan kalau dia gak enak karena baru datang, karena dia waktu itu ada di asrama IC. Yang lain juga menyampaikan hal serupa. Guys, mata kalian berbicara lebih banyak. Thanks :")
Dan belum lama ini, saya menangis, untuk pertama kalinya di depan Indra. Masalah pribadi, keluarga malah sebetulnya. Kenapa Indra? Dia adalah makhluk paling rasional yang saya bisa terima alasannya, setelah Bapak. Semua keluar. Hmph...Indra saat itu jadi pendengar. Dan akan menjawab hanya jika saya bertanya. Itu baru namanya sahabat. Kadang, kita gak butuh banyak orang untuk menyelesaikan masalah, hanya butuh pendengar.
Pertama kali saya lihat Indra kecewa, dan gak tahan ngeliatnya ketika pengumuman kelulusan SMP. Nilainya bagus, tapi mungkin nggak sesuai dengan keinginannya. Atau karena nama saya ada diatas namanya? -_- Indra tidak sejahat itu, kadang.
Dia juga yang menjadi filter saya untuk memilih pasangan. Jadi kalau lagi deket sama seseorang (ciyee) saya akan tanya Indra, walaupun suka telat nanya. Jadi pasti saya di bego-begoin -_-
Tapi memang begitu adanya. Daripada saya yang nyesel.
Shuhaji Taufiq
Saya kenal Aji, baru setelah masuk SMP. Kami satu kelas saat kelas 7 dan 9, sama kayak Indra. Sekarang Aji kuliah di Volvogard, yang bikin tambah seneng dengernya dia biayain kuliahnya itu sendiri. Karena setahun sebelumnya dia kerja.
Malam sebelum Aji berangkat, kita bikin Farewell Party di rumah saya. Gak party juga sih, kita makan pecel ayam depan komplek, terus...ngobrol sampai jam 1 pagi. Huwaaa rasanya pengen nangis, pas kita semua pamitan. Terus kita foto bertiga, tapi file nya di Indra semua -_-
" Makasi ya, kalian juga kok yang dukung gue." aaaahh Ajiiii :'(
Tadinya saya mau nganterin Aji ke Bandara. Tapi kata Aji, dia gak enak sama keluarganya karena bakal mikir yang macem-macem. Mikir saya pacarnya Aji gitu? -_-
Dan ternyata, Indra juga punya niat yang sama. Nganterin Aji. Cuma cuma kita....terlalu malu-malu, kalau kita takut kangen.
Setelah itu kita hanya berkomunikasi dengan FB, WA, jarang bisa Skype.
Kalau Indra itu Shonen Magz, saya Death Note dan TRC, Aji adalah Naruto dan Bleach. Saya, Aji, dan Habsyi pernah main ke rumah Indra pasca acara kelulusan SMP. Kita pesta komik dan anime.
Pernah punya mantan, yang kita sama-sama tau, dan selalu jadi bahan cengan ahhahah kocak. Adiknya banyak banget, kakanya juga. Jadi selama 3 tahun di SMP, dia selalu ketemu anggota keluarganya.
Terakhir kali kita ngumpul lama itu setelah kita selesai karaoke 2 jam. Saya bingung dengan cowo-cowo ini, di depan orang bisa cool tapi di depan saya, keluar semua kekoplakan. Mulai dari masalah kuliah, lagi deket sama siapa.
" Pokoknya, kalo gua mau nikah, calon gua harus ketemu kalian. Dan calon kalian harus ketemu gua. ".
Kami sama-sama nggak suka dikekang. Nggak suka pasangan yang berlebihan. Nggak suka orang yang suka display.
Mohammad Habsyi K
Terakhir kali ketemu anak ini waktu buka bersama reuni SMP. Eh apa iya ya? Lupa. Kalau Habsyi ini, komik One Piece. Homo-an nya Aji dari SD hahhaha dulu di awal masuk SMP mereka berdua terus, lucu banget :3
E tapi pernah ketemu di POM Bensin deket Cipinang, hahahah setelah sekian lama nggak ketemu. Takdir sekali.
Entah faktor apa, hubungan cinta mungkin. Dia memisahkan diri dari kami, dan kami nggak tau lagi kabarnya sekarang.
Selama persiapan UN, kami sering belajar bersama sepulang sekolah. Saya akan pegang materi biologi, Indra pegang materi fisika. Matematika dan Bahasa Indonesia akan kami debatkan bersama. Kalau Bahasa Inggris hahahah saya dan Indra paling berisik. Kami lulus dengan memuaskan, dengan usaha kami. Ahh...itu paling membahagiakan.
Saya, Indra, dan Aji
Satu hal, yang saya dapatkan dari hubungan ini. Ini bukan pertemanan, kami jarang kumpul nongkrong bareng. Kami tidak pernah bermanis ria, ini bukan persahabatan. Ini adalah simbiosis mutualisme, komensalisme, kadang parasitisme (traktiran coy) ahahah.
Mereka nggak akan bilang saya benar, seberapapun itu menyakitkan. Itu kan namanya hubungan baik?
Semakin banyak pujian yang keluar dari 'teman' mu, maka semakin diragukan kevalidannya. Seorang 'teman' akan membantu mu berpikir, bukan mengiyakan semua yang kamu inginkan.
Sekarang, Indra di Akuntansi UI (masih bingung Ndraaaa, kenapa pilih Akun? Hmph...) biar masih di deket sini, tapi doi sibuk banget ahahah jadi ya kalo emang udah pengen cerita gengges baru kita nongkrong.
Aji di Volvogard, lupa ngambil apa. Sangat jarang bisa dihubungi. Katanya 3 tahun lagi baru pulang ke Indo. Yah dia harus dateng nikahan gueeee
Rasanya....kangen.
Rabu, 16 Oktober 2013
Kontrol Bulan ke-7 - Obrolan tukang ojeg
Sebetulnya sudah sangat-sangat telat sih haha, tapi karena Saya berteguh hati untuk terus mencatat rekam medik Saya sendiri yaaa...
Tanggal 30 September 2013. Hari itu Senin, Saya putuskan mengambil jatah bolos untuk kontrol. Karena setelah Saya hitung-hitung persediaan obat tidak mencukupi sampai hari Sabtu berikut nya. Alasan lain, karena hari Sabtu sebelumnya, Saya sesak ketika dibangunkan untuk ronda panitia CABI. Mungkin karena dingin, tapi Saya sedang tidak kedinginan. Mungkin karena lelah.
Pagi itu Saya berangkat sendiri, sudah mulai mandiri ahahah. Naik angkot sampai pertigaan Pd. Ranggon, lanjut naik ojeg sampai seberang rumah sakit. Sebelumnya Saya juga pernah naik ojeg ke rumah sakit, tapi kali ini tukang ojeg nya engkong-engkong. Kami lewat jalan tembus seperti biasa. Jalanan itu dulu sepi, sekarang sudah mulai banyak perumahan town house.
" Dulu mah neng, kagak ada berani orang lewat sini. Abis maghrib aje, udah sepi ini tempat, "
" Haha iya ya kong, sekarang mah rame,"
" Iye, udah ada rumah-rumah ginian. Jam satu juga masih pada berani, dulu mah boro-boro,"
" Hahahaha, angker ye Kong disini?,"
" Yah jangan ditanya. Dulu kan disini tempat buang mayat korban PKI neng, macem-macem dah, "
" Waduu baru tau Saya PKI buang mayat sampe sini, "
" Lah dulu mah sini utan neng,"
" Ini masih suka ada yang ganggu gak Kong?,"
" Ada, masih. Satu dua mah, katanya gitu."
" Apaan tuh Kong bentuknya?,"
" Waduuh kagak tau dah kalo itu."
Nggak lama, Saya sampai di seberang rumah sakit.
" Makasih ye Kong," kata Saya sembari memberi selembar sepuluh ribuan.
Selesai daftar, berhubung udah jago (ceilah...) langsung tuh ke atas, ngantri. Eh tumbenan, antriannya ada mas-mas, eh mas-mas semua malah ahahaha (centil) biasanya kan kakek-nenek gitu.
Karena disitu ada poli Internist juga selain Kardio, bisa dibayangin lah biasanya pasien nya. Makanya tumbenan.
Selesai di tensi, ngantri sebentar nggak lama langsung masuk. Kali itu Saya tunggu di ranjang yang bukan biasanya. Haha ada pasien rawat inap yang lagi konsul.
Nggak lama, " Gimana? Nanjak lagi?,"
" Hhaha nggak dok, cuma camping ceria aja acara kampus, "
" Ooh haha dimana?,"
" Gn. Bunder. Halimun Salak dok,"
" Kambuh?,"
" Hari Sabtu pagi agak sesak dok, jadi batuk-batuk, "
" Coba periksa, " beliau menyuruh Saya berbalik ke kiri, dan menaruh stetoskopnya di punggung kiri.
" Tarik napas, " katanya lagi.
" Bagus kok tapi. Gak apa-apa, "
" Bagus ya Dok?, " tanya Saya sumringah.
" Iya. Gak apa-apa."
Kami pindah ke meja, Saya duduk di seberang beliau.
" Berapa hari acaranya?,"
" 3 hari 2 malam dok, "'
" Ooh, hhaha tinggi nggak?,"
" Nggak dok, sekitar 1000 an mdpl."
" Ohh gak terlalu yaa, dingin tapi?,"
" Yaaa lumayan kalo itu, haha,"
" Daerah mana itu?,"
" Deket dok, Bogor. Dramaga kesana dikit, "
" Ohh... kuliah nya ambil apa sih kamu?,"
" Biologi dok, "
" Hmm hahaha, "
Saya gak ngerti kenapa beliau suka sekali tertawa -_______- memangnya Saya pelawak.
" Nitrokaf nya masih ada kan?, "
" Saya berusaha nggak menyentuh itu dok, hahah, "
" Ya kalo gak kuat aja baru diminum. Kapan kamu terakhir kali EKG?,"
" Februari dok, haha"
" Ya tahun depan kita cek lagi, nih resepnya,"
" Dok minta surat izin sekalian ya, "
" Oh iya, ini ya. Minta stempel rumah sakit sama suster nya,"
" Ya makasih dok, oh iya...ini ada oleh-oleh waktu Saya ke Semeru kemaren. Baru inget dok, " Saya memberikan 2 buah gantungan kunci dengan tulisan pos-pos pendakian Semeru.
" Oh iya iya makasih ya hahahah, "
Dan...begitulah. Beliau selalu antusias menanyakan kegiatan mendaki. Lain kali, pasti Saya bakal ajak beliau. Beneran.
Oh iya, kesimpulannya. Bulan ini BAIKKKKK :)))
Mari bersyukur, ALHAMDULILLAAAAAAHHHHH.
Allah memang Maha Baik.
Tanggal 30 September 2013. Hari itu Senin, Saya putuskan mengambil jatah bolos untuk kontrol. Karena setelah Saya hitung-hitung persediaan obat tidak mencukupi sampai hari Sabtu berikut nya. Alasan lain, karena hari Sabtu sebelumnya, Saya sesak ketika dibangunkan untuk ronda panitia CABI. Mungkin karena dingin, tapi Saya sedang tidak kedinginan. Mungkin karena lelah.
Pagi itu Saya berangkat sendiri, sudah mulai mandiri ahahah. Naik angkot sampai pertigaan Pd. Ranggon, lanjut naik ojeg sampai seberang rumah sakit. Sebelumnya Saya juga pernah naik ojeg ke rumah sakit, tapi kali ini tukang ojeg nya engkong-engkong. Kami lewat jalan tembus seperti biasa. Jalanan itu dulu sepi, sekarang sudah mulai banyak perumahan town house.
" Dulu mah neng, kagak ada berani orang lewat sini. Abis maghrib aje, udah sepi ini tempat, "
" Haha iya ya kong, sekarang mah rame,"
" Iye, udah ada rumah-rumah ginian. Jam satu juga masih pada berani, dulu mah boro-boro,"
" Hahahaha, angker ye Kong disini?,"
" Yah jangan ditanya. Dulu kan disini tempat buang mayat korban PKI neng, macem-macem dah, "
" Waduu baru tau Saya PKI buang mayat sampe sini, "
" Lah dulu mah sini utan neng,"
" Ini masih suka ada yang ganggu gak Kong?,"
" Ada, masih. Satu dua mah, katanya gitu."
" Apaan tuh Kong bentuknya?,"
" Waduuh kagak tau dah kalo itu."
Nggak lama, Saya sampai di seberang rumah sakit.
" Makasih ye Kong," kata Saya sembari memberi selembar sepuluh ribuan.
Selesai daftar, berhubung udah jago (ceilah...) langsung tuh ke atas, ngantri. Eh tumbenan, antriannya ada mas-mas, eh mas-mas semua malah ahahaha (centil) biasanya kan kakek-nenek gitu.
Karena disitu ada poli Internist juga selain Kardio, bisa dibayangin lah biasanya pasien nya. Makanya tumbenan.
Selesai di tensi, ngantri sebentar nggak lama langsung masuk. Kali itu Saya tunggu di ranjang yang bukan biasanya. Haha ada pasien rawat inap yang lagi konsul.
Nggak lama, " Gimana? Nanjak lagi?,"
" Hhaha nggak dok, cuma camping ceria aja acara kampus, "
" Ooh haha dimana?,"
" Gn. Bunder. Halimun Salak dok,"
" Kambuh?,"
" Hari Sabtu pagi agak sesak dok, jadi batuk-batuk, "
" Coba periksa, " beliau menyuruh Saya berbalik ke kiri, dan menaruh stetoskopnya di punggung kiri.
" Tarik napas, " katanya lagi.
" Bagus kok tapi. Gak apa-apa, "
" Bagus ya Dok?, " tanya Saya sumringah.
" Iya. Gak apa-apa."
Kami pindah ke meja, Saya duduk di seberang beliau.
" Berapa hari acaranya?,"
" 3 hari 2 malam dok, "'
" Ooh, hhaha tinggi nggak?,"
" Nggak dok, sekitar 1000 an mdpl."
" Ohh gak terlalu yaa, dingin tapi?,"
" Yaaa lumayan kalo itu, haha,"
" Daerah mana itu?,"
" Deket dok, Bogor. Dramaga kesana dikit, "
" Ohh... kuliah nya ambil apa sih kamu?,"
" Biologi dok, "
" Hmm hahaha, "
Saya gak ngerti kenapa beliau suka sekali tertawa -_______- memangnya Saya pelawak.
" Nitrokaf nya masih ada kan?, "
" Saya berusaha nggak menyentuh itu dok, hahah, "
" Ya kalo gak kuat aja baru diminum. Kapan kamu terakhir kali EKG?,"
" Februari dok, haha"
" Ya tahun depan kita cek lagi, nih resepnya,"
" Dok minta surat izin sekalian ya, "
" Oh iya, ini ya. Minta stempel rumah sakit sama suster nya,"
" Ya makasih dok, oh iya...ini ada oleh-oleh waktu Saya ke Semeru kemaren. Baru inget dok, " Saya memberikan 2 buah gantungan kunci dengan tulisan pos-pos pendakian Semeru.
" Oh iya iya makasih ya hahahah, "
Dan...begitulah. Beliau selalu antusias menanyakan kegiatan mendaki. Lain kali, pasti Saya bakal ajak beliau. Beneran.
Oh iya, kesimpulannya. Bulan ini BAIKKKKK :)))
Mari bersyukur, ALHAMDULILLAAAAAAHHHHH.
Allah memang Maha Baik.
Sabtu, 24 Agustus 2013
Kontrol ke-6 Edisi Lebaran
Happy Eid Mubarak My Lovely Cardio :)
Happy Eid Mubarak all...
Hmm ya jadi sebetulnya postingan ini agak telat. Saya kontrol bulan ke-6 kemarin, Jumat 23 Agustus 2013. Tidak banyak yang bisa Saya laporkan. Yah, tapi soal pendakian Semeru itu, hal terpenting yang harus Saya beritahu ke Cardioman ini.
Pagi menjelang siang, Saya pergi sendiri ke rumah sakit. Kali ini pakai ojeg. Ibu kerja, motor dipake Abi sekolah. Ya sudah...
Saya pikir Saya pasien kesiangan, ternyata dokternya yang datang siang -____-
Denger-denger sih beliau suka lama kalo Dhuha, eh malah ngegosip.
Sudah ditensi, dan hasilnya selalu begitu ya kan? Iyalah selalu rendah.
Saya dapat giliran ke-6. Glundang-glundung di ruang tunggu. Lagi-lagi hanya ditemani wajah suram orang tua. Hmph....
Dan...akhirnya giliran Saya pun tiba. Masuk ruangan, Saya langsung dipersilahkan ke tempat tidur pasien. Lamaa......ternyata ada yang baru periksa EKG. Jadi masih nanya-nanya gitu. Ya jadilah Saya planga-plongo. For your information, glundang-glundung dan planga-plongo adalah hobi Saya -____-
Beliau hanya memeriksa dada kiri Saya dalam posisi duduk.
" Naik gunung lagi?,"
" Baru turun Dok,"
" Oh iya. Kemana?,"
" Semeru, Merapi Dok."
" Dua?, "
" Iya hahaha "
" Hahah,"
" Semeru itu berapa?,"
" 3.676 Dok, "
" Kuat kamu? "
" Nggak Dok, sesak. Belom sampe Pos 1 hampir hilang kesadaran Saya. Tas Saya langsung dibawain,"
Hening, dokternya mikir. Beliau pindah ke meja nya, dan Saya duduk di seberangnya.
" Oh iya itu ada yang ilang di Merapi?,"
" Iya Dok, turis Rusia. "
" Oh Rusia ahahha. Dimana ketemunya?,"
" Jurang Dok, "
" Berapa lama?,"
" Sekitar 4 hari,"
" Hahah lama juga yaa, sama siapa dia?,"
" Sendiri dok, "
" Ya ampun, cari mati tuh orang. Hahaha dasar bule gila,"
MOHON MAAAPPPP INI KAN KONSULTASI JANTUNG DOOOKKKK -______________-
" Jadi kamu belum sampai puncak?,"
" Belum dok,"
" Kalo ke puncak berapa hari?,"
" Ya kemaren sih, 3 malam nginep di beberapa tempat nenda. 3 malam, 4 hari kurang lebih dok, "
" Hahah,"
" Dok, sesak nya itu gimana?,"
" Ya kan Saya suruh minum dua,"
" Udah Dok, sebelum jalan juga minum. "
" Ya minum &%&*%* (beliau menyebutkan satu nama obat, saya lupa apa) "
" Ha? Paan dok?,"
" Belum Saya kasih ya?," beliau membalik kertas rekam medik Saya.
" Ya sudah Saya kasih kamu *&%*%^%, diminum kalo urgent aja ya, kira-kira sesak sekali baru minum,"
" Iya dok,"
" Umm dok, kalo soal pembengkakan kaki, "
" Oh ya bisa, biasanya kebocoran jantung bisa bikin bengkak. Emang bengkak?,"
DOKTER MACAM APPPPPPPPPAAAAAA? MASIH NANYAAAA?
" Iya dok, "
" Biasanya kapan? berapa hari setelah pendakian?,"
" Sehari setelah dok, "
" Kamu apakan?,"
" Hmm gak tau sih, paling rendem aer anget,"
" Kalo tidur, kaki nya kamu kasih bantal,"
" Oh iya dok, "
" Terus kalo tidur 3 malam itu gimana?,"
" Nenda lah dok, "
" Oh hahaha, makan? Indomie?"
" Nggak dok, kemaren rada enak, ada kornet, sarden, hehe "
" Hahaha rada enak,"
" Terus kalo BAB?,"
" Nggg hehhe, " cuma bis cengar-cengir.
" Ya berarti Saya tambahin obat satu jenis lagi ya."
" Iya dok, eh itu dok EKG lagi?,"
" Oh iya, biasanya sih 6 sampai setahun lagi. Terakhir kapan?,"
" Februari lah dok, "
" Ya sudah tahun depan aja sekalian haha, "
" Ya sudah, makasi Dok, "
Jadi yaaa begitulah. KENAPA GAK PERNAH BILANG SOAL EDEMAAAAAAAAA COBAK?
Itu kalo Cak Saman gak nanya Saya gak pernah tau, MAYGAT DOKKKK!!!
Okay, Cak Saman itu, entahlah dia dari BANI SAMAN, sponsor dari acara tracking semeru yang Saya ikuti. Ternyata, beliau (jadi beliau sebutannya) dokter.
Malam sebelum Saya kontrol ini pun, Saya sempat tanya-tanya ke Cak Saman. Dari penjelasan beliau sih cukup dimengerti, tapi Saya tanyakan lagi ke Cardioman soalnya Saya ingin tahu apa yang akan beliau jelaskan ke Saya dan kenapa baru dijelaskan padahal beliau tahu kegiatan Saya. Nonsense. Fuhh
Sebabnya, Saya sesak nafas ketika pendakian ke Ranu Kumbolo. Sebetulnya sih, udah maksimal banget itu kerja jantungnya. Saya memang keras kepala sih, Saya tadinya gak akan bilang soal sakit Saya ini, dan gak akan mau carrier saya dibawakan orang kalau saja pandangan Saya tidak kabur. Jadi, ketika sudah palpitasi, tiba-tiba pandangan Saya buram untunglah di depan Saya ada pohon nganggur yang bisa dijadiin pegangan. Dan...sejak itu carrier Saya dibawakan sampai Ranu Kumbolo. Dari Ranu Kumbolo ke Kalimati, carrier Saya bawa sendiri tapi tas trackking Saya dibawa orang lain.
Gagal muncak itu karena yah...karena Saya sok kuat sih. Sore sebelum muncak, Saya tensi. Sebetulnya gak butuh tensi juga sih. Jantung mu kan bagian dari badan mu sendiri yakan? Kamu pasti tahu kalau dia berdebar lebih cepat. Dan seperti kebanyakan, Saya hanya butuh orang yang meyakinkan Saya. Sore itu Cak Saman bilang, debarannya sedang cepat. Dan berulang kali menanyakan apakah Saya yakin muncak. Dengan kesungguhan niat dan hati, tanpa melihat kesiapan fisik. Saya bilang iya. Akhirnya, sebelum muncak, Saya tensi lagi. Lagi-lagi gak perlu sebetulnya, karena sebelum saya kembali ke tenda sore itu, Cak Saman bilang kalau masih kencang Saya gak bisa muncak kalaupun ngotot, lihat dulu sampai Arcopodo. Dan seperti yang beliau bilang sore itu, Saya yang paling tau kondisi Saya. Harusnya begitu.
Dan lagi, Saya hanya butuh orang untuk meyakinkan Saya, jika Saya masing ngotot muncak Saya hanya akan merepotkan orang lain. Tapi entah karena beliau yakin dengan keteguhan Saya atau apa, beliau hanya bilang ingat kondisi tubuh sendiri.
And voillaaaa...thats really happened. Belum sampai Arcopodo, jantung Saya pindah ke telinga. Bising, pusing, sesak, dannnn...entahlah Saya hanya ingin duduk malam dinihari itu.
Dan benarkan, Saya hanya akan merepotkan orang lain. Dinihari itu seorang panitia turun kembali mengantar Saya ke tempat nenda.
Kecewa, iya. Kesal, pasti. Harusnya Saya lebih tahu diri. Nggak perlu ada orang atau dokter atau orang medis yang bilang kalau Saya palpitasi. Karena Saya sendiri tahu itu.
Tadinya Saya mau berhenti, ini adalah pendakian terakhir Saya. Nggak mau lagi ngerepotin orang. Tapi begitu sampai di basecamp, SAYA MALAH DIRACUNIN BUAT KE MERAPIIIIIIIIIIIIIIII....
Yasudahlah, just being myself, just stop acting stupid and everything will be better.
Happy Eid Mubarak all...
Hmm ya jadi sebetulnya postingan ini agak telat. Saya kontrol bulan ke-6 kemarin, Jumat 23 Agustus 2013. Tidak banyak yang bisa Saya laporkan. Yah, tapi soal pendakian Semeru itu, hal terpenting yang harus Saya beritahu ke Cardioman ini.
Pagi menjelang siang, Saya pergi sendiri ke rumah sakit. Kali ini pakai ojeg. Ibu kerja, motor dipake Abi sekolah. Ya sudah...
Saya pikir Saya pasien kesiangan, ternyata dokternya yang datang siang -____-
Denger-denger sih beliau suka lama kalo Dhuha, eh malah ngegosip.
Sudah ditensi, dan hasilnya selalu begitu ya kan? Iyalah selalu rendah.
Saya dapat giliran ke-6. Glundang-glundung di ruang tunggu. Lagi-lagi hanya ditemani wajah suram orang tua. Hmph....
Dan...akhirnya giliran Saya pun tiba. Masuk ruangan, Saya langsung dipersilahkan ke tempat tidur pasien. Lamaa......ternyata ada yang baru periksa EKG. Jadi masih nanya-nanya gitu. Ya jadilah Saya planga-plongo. For your information, glundang-glundung dan planga-plongo adalah hobi Saya -____-
Beliau hanya memeriksa dada kiri Saya dalam posisi duduk.
" Naik gunung lagi?,"
" Baru turun Dok,"
" Oh iya. Kemana?,"
" Semeru, Merapi Dok."
" Dua?, "
" Iya hahaha "
" Hahah,"
" Semeru itu berapa?,"
" 3.676 Dok, "
" Kuat kamu? "
" Nggak Dok, sesak. Belom sampe Pos 1 hampir hilang kesadaran Saya. Tas Saya langsung dibawain,"
Hening, dokternya mikir. Beliau pindah ke meja nya, dan Saya duduk di seberangnya.
" Oh iya itu ada yang ilang di Merapi?,"
" Iya Dok, turis Rusia. "
" Oh Rusia ahahha. Dimana ketemunya?,"
" Jurang Dok, "
" Berapa lama?,"
" Sekitar 4 hari,"
" Hahah lama juga yaa, sama siapa dia?,"
" Sendiri dok, "
" Ya ampun, cari mati tuh orang. Hahaha dasar bule gila,"
MOHON MAAAPPPP INI KAN KONSULTASI JANTUNG DOOOKKKK -______________-
" Jadi kamu belum sampai puncak?,"
" Belum dok,"
" Kalo ke puncak berapa hari?,"
" Ya kemaren sih, 3 malam nginep di beberapa tempat nenda. 3 malam, 4 hari kurang lebih dok, "
" Hahah,"
" Dok, sesak nya itu gimana?,"
" Ya kan Saya suruh minum dua,"
" Udah Dok, sebelum jalan juga minum. "
" Ya minum &%&*%* (beliau menyebutkan satu nama obat, saya lupa apa) "
" Ha? Paan dok?,"
" Belum Saya kasih ya?," beliau membalik kertas rekam medik Saya.
" Ya sudah Saya kasih kamu *&%*%^%, diminum kalo urgent aja ya, kira-kira sesak sekali baru minum,"
" Iya dok,"
" Umm dok, kalo soal pembengkakan kaki, "
" Oh ya bisa, biasanya kebocoran jantung bisa bikin bengkak. Emang bengkak?,"
DOKTER MACAM APPPPPPPPPAAAAAA? MASIH NANYAAAA?
" Iya dok, "
" Biasanya kapan? berapa hari setelah pendakian?,"
" Sehari setelah dok, "
" Kamu apakan?,"
" Hmm gak tau sih, paling rendem aer anget,"
" Kalo tidur, kaki nya kamu kasih bantal,"
" Oh iya dok, "
" Terus kalo tidur 3 malam itu gimana?,"
" Nenda lah dok, "
" Oh hahaha, makan? Indomie?"
" Nggak dok, kemaren rada enak, ada kornet, sarden, hehe "
" Hahaha rada enak,"
" Terus kalo BAB?,"
" Nggg hehhe, " cuma bis cengar-cengir.
" Ya berarti Saya tambahin obat satu jenis lagi ya."
" Iya dok, eh itu dok EKG lagi?,"
" Oh iya, biasanya sih 6 sampai setahun lagi. Terakhir kapan?,"
" Februari lah dok, "
" Ya sudah tahun depan aja sekalian haha, "
" Ya sudah, makasi Dok, "
Jadi yaaa begitulah. KENAPA GAK PERNAH BILANG SOAL EDEMAAAAAAAAA COBAK?
Itu kalo Cak Saman gak nanya Saya gak pernah tau, MAYGAT DOKKKK!!!
Okay, Cak Saman itu, entahlah dia dari BANI SAMAN, sponsor dari acara tracking semeru yang Saya ikuti. Ternyata, beliau (jadi beliau sebutannya) dokter.
Malam sebelum Saya kontrol ini pun, Saya sempat tanya-tanya ke Cak Saman. Dari penjelasan beliau sih cukup dimengerti, tapi Saya tanyakan lagi ke Cardioman soalnya Saya ingin tahu apa yang akan beliau jelaskan ke Saya dan kenapa baru dijelaskan padahal beliau tahu kegiatan Saya. Nonsense. Fuhh
Sebabnya, Saya sesak nafas ketika pendakian ke Ranu Kumbolo. Sebetulnya sih, udah maksimal banget itu kerja jantungnya. Saya memang keras kepala sih, Saya tadinya gak akan bilang soal sakit Saya ini, dan gak akan mau carrier saya dibawakan orang kalau saja pandangan Saya tidak kabur. Jadi, ketika sudah palpitasi, tiba-tiba pandangan Saya buram untunglah di depan Saya ada pohon nganggur yang bisa dijadiin pegangan. Dan...sejak itu carrier Saya dibawakan sampai Ranu Kumbolo. Dari Ranu Kumbolo ke Kalimati, carrier Saya bawa sendiri tapi tas trackking Saya dibawa orang lain.
Gagal muncak itu karena yah...karena Saya sok kuat sih. Sore sebelum muncak, Saya tensi. Sebetulnya gak butuh tensi juga sih. Jantung mu kan bagian dari badan mu sendiri yakan? Kamu pasti tahu kalau dia berdebar lebih cepat. Dan seperti kebanyakan, Saya hanya butuh orang yang meyakinkan Saya. Sore itu Cak Saman bilang, debarannya sedang cepat. Dan berulang kali menanyakan apakah Saya yakin muncak. Dengan kesungguhan niat dan hati, tanpa melihat kesiapan fisik. Saya bilang iya. Akhirnya, sebelum muncak, Saya tensi lagi. Lagi-lagi gak perlu sebetulnya, karena sebelum saya kembali ke tenda sore itu, Cak Saman bilang kalau masih kencang Saya gak bisa muncak kalaupun ngotot, lihat dulu sampai Arcopodo. Dan seperti yang beliau bilang sore itu, Saya yang paling tau kondisi Saya. Harusnya begitu.
Dan lagi, Saya hanya butuh orang untuk meyakinkan Saya, jika Saya masing ngotot muncak Saya hanya akan merepotkan orang lain. Tapi entah karena beliau yakin dengan keteguhan Saya atau apa, beliau hanya bilang ingat kondisi tubuh sendiri.
And voillaaaa...thats really happened. Belum sampai Arcopodo, jantung Saya pindah ke telinga. Bising, pusing, sesak, dannnn...entahlah Saya hanya ingin duduk malam dinihari itu.
Dan benarkan, Saya hanya akan merepotkan orang lain. Dinihari itu seorang panitia turun kembali mengantar Saya ke tempat nenda.
Kecewa, iya. Kesal, pasti. Harusnya Saya lebih tahu diri. Nggak perlu ada orang atau dokter atau orang medis yang bilang kalau Saya palpitasi. Karena Saya sendiri tahu itu.
Tadinya Saya mau berhenti, ini adalah pendakian terakhir Saya. Nggak mau lagi ngerepotin orang. Tapi begitu sampai di basecamp, SAYA MALAH DIRACUNIN BUAT KE MERAPIIIIIIIIIIIIIIII....
Yasudahlah, just being myself, just stop acting stupid and everything will be better.
Selasa, 23 Juli 2013
Kontrol ke-5 edisi Ramadhan
Hari ini, Selasa 23 Juli 2013 akhirnya Saya tiba-tiba memutuskan untuk kontrol. Ini bulan ke-5. Sebenarnya nggak terlalu dadakan hanya saja Saya masih merasa kurang yakin hahaha. Ibu mau luluran tadi pagi, Saya juga kepengen, soalnya selama liburan Saya jarang mandi lumayan kan? Tapi akhirnya Saya memutuskan harus kontrol hari ini. Sebelumnya, ibu bilang gimana kalau tebus obatnya aja, kan dosis nya sudah boleh turun. Cuma setelah Saya pikir lagi, oke, Saya nggak mau bodoh untuk kesekian kali. Saya harus ketemu kardioman ini, karena harus ada yang Saya tanyakan. Terlebih, Saya akan pendakian 2 gunung setelah lebaran.
Pakde Aji mengantar sampai Saya selesai di tensi. Seperti biasa, hasilnya memang selalu rendah dibanding orang-orang. Karena nggak bisa menunggu sampai selesai, dan Saya juga harus ke kampus setelah kontrol, Saya pun duduk di ruang tunggu sendirian...dengan beberapa pasien tua. Hahaha
Tapi nggak lama, Mas Bayu datang ikut menemani, Saya paham ini basa-basi, tapi terima kasi :)
Saya dapat urutan ke-5 pagi ini. Wow menggembirakan, Saya datang siang dan masih dapat urutan awal :)
Tidak lama, Saya masuk ruangan periksa.
" Ada keluhan?," beliau akhirnya bertanya.
" Nggak dok, " jawab Saya sembari duduk.
" Puasa masih naik gunung?,"
" Saya lagi gak puasa dok, " oke ini memang agak gak nyambung, Saya salah dengar sepertinya hahaha.
" Masih naik gunung, kalo puasa gini?,"
" Oh nggak dok, "
" Hmm silahkan baring dulu,"
Saya pun pergi lalu berbaring.
Tidak ada komentar baik yang dapat telinga Saya tangkap.
" Nggak ada keluhan?,"
" Nggak dok. Eh tapi kalau abis buka puasa, pas tarawih Saya ngos-ngosan Dok, "
" Ha iya, " kayaknya maksud dokternya yang kayak gini, makanya dari tadi nanya 'Ada keluhan'.
" Kalau udah gitu kamu minumnya dua. Sehabis buka, sama setelah sahur."
" O iya dok. Kirain Saya udah boleh minum obat seperempat dok, "
" Nggak. "
" Itu yang ngos-ngosan kenapa Dok?,"
" Ya kalau kegiatan berat, pasti ngos-ngosan, kenceng soalnya. Kalau tarawih gitu suka deg-degan kan?"
" Iya dok. Tapi kan cuma diri...,"
" Ya tapi itu berat, kalau kamu naik gunung juga minum obatnya satu. Tiap kali naik gunung harus minum satu,"
" Oh iya dok. " akhirnya pertanyaan ini keluar, " Dok hypotermia itu ada hubungannya sama ini nggak dok?" tanya Saya sembari memegangi dada kiri.
" Kamu sering?,"
" Iya eh...maksudnya kalau menurut teman Saya itu biasa, Saya bisa sampai menggigil,"
" Ooh bukan, hypotermia biasanya nggak menggigil, demam yang menggigil. Kalau hypotermia musti di cek suhunya. Biasanya sampai minus sekian."
" Oh saya nggak sampai minus sih,"
" Bukan..itu bukan hypotermia,"
" Mudik?"
" Iya dok"
" Kapan?,"
" Awal Agustus, "
" Oh nggak lama kan?,"
" Nggak dok, "
" Oh ya gapapa kalo gitu."
" Habis naik gunung mana lagi?,"
" Nggak naik gunung sih dok, savana doang."
" Dimana?,"
" Situbondo, Jawa Timur dok, "
" Ooh, dingin ya?,"
" Savana mah panas dok."
" Nggak ada gunung?"
" Ada dok, tapi tetep panas suhunya, nggak kayak pegunungan yang dingin gitu."
" Ada apa disana?,"
" Merak dok, "
" Apa?"
" Merak dok, Merak Jawa, sama kangkareng, umm rangkong badak yang burung ada tanduknya itu,"
" Oh iya? Nggak nyerang mereka?,"
" Ya kalo burung kan paling terbang kalau ada yang dekat. Tapi kalau kerbau liar ya kita musti ati-ati, "
" Oh kerbau nyerang ya?,"
" Iya dok, haha."
" Ada badak?,"
" Di Baluran nggak ada badak dok, "
" Sudah pernah ke Dieng?,"
" Sudah dok, "
" Tinggi ya?,"
" Iya dok, dingin juga. banget...tapi bagus haha, "
" Ooh hahahaha, " beliau tertawa akhirnya, ternyata bukan cuma beliau, perawat di samping Saya juga sejak tadi mendengarkan cerita Saya.
" Makasi ya dok, " pamit Saya keluar ruangan, dan mereka masih tertawa.
Ini namanya bukan Saya yang kontrol, tapi beliau. Masa iya beliau yang paling banyak nanya, bayar Dok!!!
Rasanya pengen, suatu kali Saya ajak beliau naik ke Gede aja nggak usah jauh-jauh. Biar tau rasanya jadi anak hutan, nggak cuma jadi anak lab hahahah maaf ya Dok, songong.
Jadi, ya kesimpulannya dosis Saya belum bisa turun bulan ini.
Pakde Aji mengantar sampai Saya selesai di tensi. Seperti biasa, hasilnya memang selalu rendah dibanding orang-orang. Karena nggak bisa menunggu sampai selesai, dan Saya juga harus ke kampus setelah kontrol, Saya pun duduk di ruang tunggu sendirian...dengan beberapa pasien tua. Hahaha
Tapi nggak lama, Mas Bayu datang ikut menemani, Saya paham ini basa-basi, tapi terima kasi :)
Saya dapat urutan ke-5 pagi ini. Wow menggembirakan, Saya datang siang dan masih dapat urutan awal :)
Tidak lama, Saya masuk ruangan periksa.
" Ada keluhan?," beliau akhirnya bertanya.
" Nggak dok, " jawab Saya sembari duduk.
" Puasa masih naik gunung?,"
" Saya lagi gak puasa dok, " oke ini memang agak gak nyambung, Saya salah dengar sepertinya hahaha.
" Masih naik gunung, kalo puasa gini?,"
" Oh nggak dok, "
" Hmm silahkan baring dulu,"
Saya pun pergi lalu berbaring.
Tidak ada komentar baik yang dapat telinga Saya tangkap.
" Nggak ada keluhan?,"
" Nggak dok. Eh tapi kalau abis buka puasa, pas tarawih Saya ngos-ngosan Dok, "
" Ha iya, " kayaknya maksud dokternya yang kayak gini, makanya dari tadi nanya 'Ada keluhan'.
" Kalau udah gitu kamu minumnya dua. Sehabis buka, sama setelah sahur."
" O iya dok. Kirain Saya udah boleh minum obat seperempat dok, "
" Nggak. "
" Itu yang ngos-ngosan kenapa Dok?,"
" Ya kalau kegiatan berat, pasti ngos-ngosan, kenceng soalnya. Kalau tarawih gitu suka deg-degan kan?"
" Iya dok. Tapi kan cuma diri...,"
" Ya tapi itu berat, kalau kamu naik gunung juga minum obatnya satu. Tiap kali naik gunung harus minum satu,"
" Oh iya dok. " akhirnya pertanyaan ini keluar, " Dok hypotermia itu ada hubungannya sama ini nggak dok?" tanya Saya sembari memegangi dada kiri.
" Kamu sering?,"
" Iya eh...maksudnya kalau menurut teman Saya itu biasa, Saya bisa sampai menggigil,"
" Ooh bukan, hypotermia biasanya nggak menggigil, demam yang menggigil. Kalau hypotermia musti di cek suhunya. Biasanya sampai minus sekian."
" Oh saya nggak sampai minus sih,"
" Bukan..itu bukan hypotermia,"
" Mudik?"
" Iya dok"
" Kapan?,"
" Awal Agustus, "
" Oh nggak lama kan?,"
" Nggak dok, "
" Oh ya gapapa kalo gitu."
" Habis naik gunung mana lagi?,"
" Nggak naik gunung sih dok, savana doang."
" Dimana?,"
" Situbondo, Jawa Timur dok, "
" Ooh, dingin ya?,"
" Savana mah panas dok."
" Nggak ada gunung?"
" Ada dok, tapi tetep panas suhunya, nggak kayak pegunungan yang dingin gitu."
" Ada apa disana?,"
" Merak dok, "
" Apa?"
" Merak dok, Merak Jawa, sama kangkareng, umm rangkong badak yang burung ada tanduknya itu,"
" Oh iya? Nggak nyerang mereka?,"
" Ya kalo burung kan paling terbang kalau ada yang dekat. Tapi kalau kerbau liar ya kita musti ati-ati, "
" Oh kerbau nyerang ya?,"
" Iya dok, haha."
" Ada badak?,"
" Di Baluran nggak ada badak dok, "
" Sudah pernah ke Dieng?,"
" Sudah dok, "
" Tinggi ya?,"
" Iya dok, dingin juga. banget...tapi bagus haha, "
" Ooh hahahaha, " beliau tertawa akhirnya, ternyata bukan cuma beliau, perawat di samping Saya juga sejak tadi mendengarkan cerita Saya.
" Makasi ya dok, " pamit Saya keluar ruangan, dan mereka masih tertawa.
Ini namanya bukan Saya yang kontrol, tapi beliau. Masa iya beliau yang paling banyak nanya, bayar Dok!!!
Rasanya pengen, suatu kali Saya ajak beliau naik ke Gede aja nggak usah jauh-jauh. Biar tau rasanya jadi anak hutan, nggak cuma jadi anak lab hahahah maaf ya Dok, songong.
Jadi, ya kesimpulannya dosis Saya belum bisa turun bulan ini.
Sabtu, 22 Juni 2013
Kontrol bulan ke - 4 - Si Manusia Obat ini turun dosis.
Ah...tidak terasa sudah 4 bulan Saya menjalani pengobatan ini, atau perawatan ya disebutnya? Entahlah.
Pagi ini (Sabtu, 22 Juni 2013), Saya terbangun sebelum subuh dengan wajah penuh air mata, seriously. Mimpi yang nggak bisa saya jelaskan, singkat cerita Saya berteriak, entah Saya seperti kehabisan akal sehat, mungkin gila. Begitu bangun, Saya ngos-ngosan, setelah itu ada suara di kepala Saya. Saya yakin sadar, tapi ada suara yang bilang jenazah Bapak masih di lantai bawah. Saya di seret ke memori 3 tahun lalu. Dis-orientasi waktu. Sepertinya Saya beneran gila. Tiba-tiba Saya teriak manggil Bapak, semuanya lepas kontrol.
Sampai pembantu Saya yang Saya panggil Bude, datang dari lantai bawah. Dia membuka pintu, memanggil-manggil Saya.
" Nduk..nduk...ngimpi yo? Tangi sik, ". Dia duduk di tepi tempat tidur Saya, masih dengan lampu mati. Penerangan hanya dari lampu luar yang cahayanya masuk lewat pintu kamar Saya yang terbuka.
" Ngimpi? Istighfar nduk, istighfar. Wis tah, tangi. Ngombe sik yo?,"
Saya hanya bisa mengangguk tanpa bersuara, karena yang bisa keluar dari bibir cuma suara sesengukan.
Bude datang lagi ke kamar dengan menyalakan lampu kamar dan sebotol air putih.
Saya meneguk beberapa kali.
" Mimpi?, "
Saya hanya mengangguk, sebenarnya Saya nggak yakin itu disebut mimpi. Tapi Saya nggak bisa mejelaskan lebih.
" Subuh sekalian, sebentar lagi adzan, " kata Bude sebelum pergi dari kamar.
" Lagi gak sholat, "
" Yo wis turu meneh, bismillah nduk.". Bude menutup pintu.
Saya keluar kamar, mencuci muka. Ah mata Saya bakal bengkak nih. Ah iya mau kontrol pula -_-
Sekitar pukul 8 pagi Saya baru bangun lagi dengan mata bengkak.
Saya turun, lalu langsung bersih-bersih. Ibu yang juga sudah bangun langsung tanya soal kontrol.
Akhirnya, karena mau jemput Dito yang latihan drumband sekalian Ibu nganterin Saya kontrol.
Saya dapat urutan ke-6 hari ini. Sambil nunggu, Saya coba menimbang berat badan Saya. 45,1 kg, lumayan. Hasil tensi hari ini 100/70. Sebetulnya itu di bawah normal, untuk orang normal. Haha jadi Saya nggak normal? Sial, bukan. Saya hipotensi, biasanya 90/70, jadi hari ini mendingan lah.
Giliran Saya masuk.
" Ada keluhan?," tanya Kardioman.
" Nggak dok, "
" Oh kamu yang pendaki itu bukan? Iya kan?," beliau senyam-senyum.
" Iya dok, "
Beliau menaruh stetoskop nya di dada kiri Saya, dan bergumam, " Bagus...,"
Saya, tanpa komando, memiringkan tubuh ke kanan, beliau menaruh stetoskopnya di punggung sebelah kiri.
" Bagus ya...sudah teratur..."
You know what? Gua cengar-cengir gak nahan ahhahahahahahah.
" Masih suka naik gunung?,"
" Masih dok, "
" Kapan terakhir kali?,"
" Kemaren dok, baru pulang ngutan,"
" Udah pernah ke Gede ya?,"
" Iya dok, aduh susah mau dilarang juga, " kali ini Ibu yang jawab.
" Yah namanya hobi. Asal gak ada apa-apa, boleh aja kok, ". Singkat cerita beliau menanyakan hobi Saya.
" Masih harus minum obat sampai kapan ya Dok?," Ibu nanya, sesuai apa yang mau Saya tanyakan.
" Hmm nanti bu, pelan-pelan. Ini sudah bagus jadi sehari sekali aja ya."
Saya mengangguk. Lega. AAAAAAA BAKAL BERAKHIR BENTAR LAGIIIIIIII
" Nanti, jadi seperempat sehari, lama-lama gak perlu minum lagi,"
Saya mikir, setengah sehari aja Saya musti matahin pil sekecil itu, gimana matahin seperempat cobak?
Ah ya udah lah, yang penting udah mau sehat :))))))
" Oh iya nanti setelah 6 bulan, Maret-April-Mei-Juni-Juli-Agustus. Nah Agustus coba EKG lagi, "
" Oh..gitu ya Dok, "
" Iya, pemakaiannya gak bisa tau-tau berhenti entar jelek hasilnya, jadi harus pelan-pelan."
Sebentar lagi, Saya akan meninggalkan sebutan "Rega si Manusia Obat". Gelar ini Saya dapat dari abang-abang ketika Saya release raptor dan monitoring pasca release.
Kesan yang Saya dapat setelah Saya menjadi pasien beliau, beliau hampir tidak pernah menemui pasien senekat Saya. Saya, sepertinya, sesuatu yang benar-benar hidup dalam daftar pasiennya. Kalian harus lihat senyumnya ketika Saya memasuki ruangannya, ahahahah riang bener. Seperti, " ada cerita apa dari anak ini?,".
Pagi ini (Sabtu, 22 Juni 2013), Saya terbangun sebelum subuh dengan wajah penuh air mata, seriously. Mimpi yang nggak bisa saya jelaskan, singkat cerita Saya berteriak, entah Saya seperti kehabisan akal sehat, mungkin gila. Begitu bangun, Saya ngos-ngosan, setelah itu ada suara di kepala Saya. Saya yakin sadar, tapi ada suara yang bilang jenazah Bapak masih di lantai bawah. Saya di seret ke memori 3 tahun lalu. Dis-orientasi waktu. Sepertinya Saya beneran gila. Tiba-tiba Saya teriak manggil Bapak, semuanya lepas kontrol.
Sampai pembantu Saya yang Saya panggil Bude, datang dari lantai bawah. Dia membuka pintu, memanggil-manggil Saya.
" Nduk..nduk...ngimpi yo? Tangi sik, ". Dia duduk di tepi tempat tidur Saya, masih dengan lampu mati. Penerangan hanya dari lampu luar yang cahayanya masuk lewat pintu kamar Saya yang terbuka.
" Ngimpi? Istighfar nduk, istighfar. Wis tah, tangi. Ngombe sik yo?,"
Saya hanya bisa mengangguk tanpa bersuara, karena yang bisa keluar dari bibir cuma suara sesengukan.
Bude datang lagi ke kamar dengan menyalakan lampu kamar dan sebotol air putih.
Saya meneguk beberapa kali.
" Mimpi?, "
Saya hanya mengangguk, sebenarnya Saya nggak yakin itu disebut mimpi. Tapi Saya nggak bisa mejelaskan lebih.
" Subuh sekalian, sebentar lagi adzan, " kata Bude sebelum pergi dari kamar.
" Lagi gak sholat, "
" Yo wis turu meneh, bismillah nduk.". Bude menutup pintu.
Saya keluar kamar, mencuci muka. Ah mata Saya bakal bengkak nih. Ah iya mau kontrol pula -_-
Sekitar pukul 8 pagi Saya baru bangun lagi dengan mata bengkak.
Saya turun, lalu langsung bersih-bersih. Ibu yang juga sudah bangun langsung tanya soal kontrol.
Akhirnya, karena mau jemput Dito yang latihan drumband sekalian Ibu nganterin Saya kontrol.
Saya dapat urutan ke-6 hari ini. Sambil nunggu, Saya coba menimbang berat badan Saya. 45,1 kg, lumayan. Hasil tensi hari ini 100/70. Sebetulnya itu di bawah normal, untuk orang normal. Haha jadi Saya nggak normal? Sial, bukan. Saya hipotensi, biasanya 90/70, jadi hari ini mendingan lah.
Giliran Saya masuk.
" Ada keluhan?," tanya Kardioman.
" Nggak dok, "
" Oh kamu yang pendaki itu bukan? Iya kan?," beliau senyam-senyum.
" Iya dok, "
Beliau menaruh stetoskop nya di dada kiri Saya, dan bergumam, " Bagus...,"
Saya, tanpa komando, memiringkan tubuh ke kanan, beliau menaruh stetoskopnya di punggung sebelah kiri.
" Bagus ya...sudah teratur..."
You know what? Gua cengar-cengir gak nahan ahhahahahahahah.
" Masih suka naik gunung?,"
" Masih dok, "
" Kapan terakhir kali?,"
" Kemaren dok, baru pulang ngutan,"
" Udah pernah ke Gede ya?,"
" Iya dok, aduh susah mau dilarang juga, " kali ini Ibu yang jawab.
" Yah namanya hobi. Asal gak ada apa-apa, boleh aja kok, ". Singkat cerita beliau menanyakan hobi Saya.
" Masih harus minum obat sampai kapan ya Dok?," Ibu nanya, sesuai apa yang mau Saya tanyakan.
" Hmm nanti bu, pelan-pelan. Ini sudah bagus jadi sehari sekali aja ya."
Saya mengangguk. Lega. AAAAAAA BAKAL BERAKHIR BENTAR LAGIIIIIIII
" Nanti, jadi seperempat sehari, lama-lama gak perlu minum lagi,"
Saya mikir, setengah sehari aja Saya musti matahin pil sekecil itu, gimana matahin seperempat cobak?
Ah ya udah lah, yang penting udah mau sehat :))))))
" Oh iya nanti setelah 6 bulan, Maret-April-Mei-Juni-Juli-Agustus. Nah Agustus coba EKG lagi, "
" Oh..gitu ya Dok, "
" Iya, pemakaiannya gak bisa tau-tau berhenti entar jelek hasilnya, jadi harus pelan-pelan."
Sebentar lagi, Saya akan meninggalkan sebutan "Rega si Manusia Obat". Gelar ini Saya dapat dari abang-abang ketika Saya release raptor dan monitoring pasca release.
Kesan yang Saya dapat setelah Saya menjadi pasien beliau, beliau hampir tidak pernah menemui pasien senekat Saya. Saya, sepertinya, sesuatu yang benar-benar hidup dalam daftar pasiennya. Kalian harus lihat senyumnya ketika Saya memasuki ruangannya, ahahahah riang bener. Seperti, " ada cerita apa dari anak ini?,".
Senin, 20 Mei 2013
Kontrol Bulan ke-3 (Mei)
Kontrol bulan ini nggak seperti biasanya, karena saya terpaksa ambil jatah izin kuliah. Biasanya saya ambil hari Sabtu atau kalau ada kuliah yang libur. Tapi Sabtu, 18 Mei 2013 masih di Tegal untuk kuliah lapangan, balik ke Jakarta masih hari Minggu. Sedang obat tinggal untuk dua hari. Jadilah hari ini, 20 Mei 2013 saya pergi ke rumah sakit untuk ketemu kardioman ini lagi.
Begitu sampai, daftar (didaftarin mas Bayu) langsung ke ruang tunggu, nggak lama langsung di tensi. Seperti biasa hahaha
" 100/70. Ada riwayat darah rendah ya?" tanya perawat.
" Iya sus ". Saya akhirnya punya kesimpulan, I really get hypotension. Saya pikir, untuk kontrol sebelumnya saya memang nggak sarapan pagi, biasanya cuma nyemil biskuit sama minum susu sebelum ke rumah sakit. Tapi pagi ini saya sudah minum segelas susu dan tepat sebelum berangkat makan nasi plus sop bakso. Kurang bergizi apeeee?
Setelah itu saya duduk di ruang tunggu, dapat urutan ke-7.
" Di dalam urutan ke berapa mbak?"
" Baru urutan 1, dokternya baru dateng, "
" Buseee," dalam hati. Aahh bakal super mega bosen ini -___-
Dan dimulailah adegan menunggu selama hampir dua jam. Hal paling membosankan, semua pasien dokternya mbak2 gitu, ada bapak2, ibu2, dan saya paling muda -______-
Ada mas2 yang-cuma-kebetulan lewat depan ruang tunggu kardiologi. Nggak ganteng sih, tapi lumayan lah...
Setelah giliran saya (aaaa akhirnya...)
" Siang dok, " sapa saya seperti biasa.
" Silahkan, " dokter ini tersenyum. Beliau sedang menulis sesuatu, untuk seorang pasien bapak2, penting kayaknya. Setelah selesai, beliau beralih ke saya.
" Gimana? terkahir kali 2 kali ya?," tanya beliau.
" Iya dok, "
" Masih sering?,"
" Kemaren abis lari, jantung nya kayak di cengkeram dok, "
" Hmm gitu, kalau abis lari aja kan? "
" Ngg iya, "
" Ya sudah langsung aja, " beliau menyilahkan saya ke tempat tidur pasien.
" Masih sering?," tanya beliau mula-mula.
" Udah nggak terlalu dok, "
Beliau menaruh stetoskop nya.
" Udah bagus nih, " beliau tersenyum dan mengangguk-angguk.
" udah bagus ya dok, " saya sumringah.
" Iya, gak berdebar lagi, sudah teratur, " saya yakin beliau menangkap air muka saya yang kegirangan.
" Kamu masih suka naik gunung?,"
" Masih dok, hehe," saya nyengir lebar. Saya gak bisa nahan kegirangan hahahahah. Beliau ikut nyengir.
" Kapan lagi ?,"
" Baru aja kemaren dok, "
" O iya? Kemana?, "
" Tegal,"
" Ooh Jawa Tengah?,"
" Iya dok, ". Berbarengan dengan itu pemeriksaan selesai.
" Tapi kalau mau datang bulan juga suka sakit dok, "
" Hmm gitu?,"
" Iya, apa gitu ya dok?,"
Saya turun dari tempat tidur dan duduk di depan meja nya. Tidak lama ada pasien, kakek2 yang saya lihat di ruang tunggu, sepertinya beliau menjalani banyak pemeriksaan. Sedang kambuh.
Kardioman akhirnya beralih ke kakek ini, saya juga tidak keberatan. Meski saya menunggu lebih lama dari beliau, beliau lebih butuh.
Tak lama kembali ke saya, " Jadi kalau abis lari aja sakitnya?"
" Iya dok, "
" Berapa menit larinya?,"
" Nggak ngitung dok hehe, "
" Lari pagi gitu?,"
" Bukan dok, saya lagi..." beliau menunggu saya melanjutkan cerita. Beliau sadar, cerita saya akan lama.
" Saya lagi pengamatan elang, terus saya lari sisi seberang ke tempat yang lebih lapang, karena dari sisi sebelumnya nggak keliatan. Pas lari jantung saya kayak di cengkeram, tapi saya lanjutin lari, "
" Hmmm," beliau tersenyum antusias, seperti biasa kalau mendengat cerita saya lainnya.
" Terus kalau datang bulan, juga suka sakit dok. Beberapa kali seperti di cengkeram, "
" Setelah itu rasanya berdebar?,"
" Iya dok. Kalau kayak gitu saya minumnya 3 dok,"
" Iya iya...gapapa,"
" Obat nya masih ada?," beliau mulai menulis resep untuk saya.
" Masih dok, "
" Mau kemana lagi ?,"
" Insya Allah Semeru dok, "
" Jawa Tengah?,"
" Bukan dok Jawa Timur,"
" Kalau kayak gini, gapapa kuliahnya?,"
" Iya ini makanya izin dok. Makanya mau minta surat izin, "
" Bukan, maksudnya kalau naik gunung kuliahnya gapapa ditinggal?,"
" Yaa nggak apa-apa dok, haha."
" Nih, sama suratnya minta ke depan ya, "
" Makasi dok, ".
Saya keluar ruangan.
Saya heran, kenapa ya beliau antusias sekali mendengar cerita tentang pendakian?
Sepertinya, dulu semasa kuliah beliau hanya fokus ke dunia perkuliahannya, iyalah kedokteran -__-
Dan mungkin, saya satu-satunya pasien yang bisa membawa "kehidupan" di ruangan praktiknya.
Saya bercerita tentang alam dan penghuninya seperti bercerita tentang sarapan yang saya makan.
Dan ketika saya bilang kalau jantung saya seperti di cengkeram, saya seperti bilang, " sakit sih dok, tapi yaaa cuma gitu,". Mungkin, pasien lain jarang ada yang se-nekat dan se-cuek saya. Apalagi yang beliau temui biasanya sudah usia lanjut yang perlu perawatan khusus, pun ada yang muda mereka juga bukan penggiat alam. Yah mau gimana...ini kan Rega.
Begitu sampai, daftar (didaftarin mas Bayu) langsung ke ruang tunggu, nggak lama langsung di tensi. Seperti biasa hahaha
" 100/70. Ada riwayat darah rendah ya?" tanya perawat.
" Iya sus ". Saya akhirnya punya kesimpulan, I really get hypotension. Saya pikir, untuk kontrol sebelumnya saya memang nggak sarapan pagi, biasanya cuma nyemil biskuit sama minum susu sebelum ke rumah sakit. Tapi pagi ini saya sudah minum segelas susu dan tepat sebelum berangkat makan nasi plus sop bakso. Kurang bergizi apeeee?
Setelah itu saya duduk di ruang tunggu, dapat urutan ke-7.
" Di dalam urutan ke berapa mbak?"
" Baru urutan 1, dokternya baru dateng, "
" Buseee," dalam hati. Aahh bakal super mega bosen ini -___-
Dan dimulailah adegan menunggu selama hampir dua jam. Hal paling membosankan, semua pasien dokternya mbak2 gitu, ada bapak2, ibu2, dan saya paling muda -______-
Ada mas2 yang-cuma-kebetulan lewat depan ruang tunggu kardiologi. Nggak ganteng sih, tapi lumayan lah...
Setelah giliran saya (aaaa akhirnya...)
" Siang dok, " sapa saya seperti biasa.
" Silahkan, " dokter ini tersenyum. Beliau sedang menulis sesuatu, untuk seorang pasien bapak2, penting kayaknya. Setelah selesai, beliau beralih ke saya.
" Gimana? terkahir kali 2 kali ya?," tanya beliau.
" Iya dok, "
" Masih sering?,"
" Kemaren abis lari, jantung nya kayak di cengkeram dok, "
" Hmm gitu, kalau abis lari aja kan? "
" Ngg iya, "
" Ya sudah langsung aja, " beliau menyilahkan saya ke tempat tidur pasien.
" Masih sering?," tanya beliau mula-mula.
" Udah nggak terlalu dok, "
Beliau menaruh stetoskop nya.
" Udah bagus nih, " beliau tersenyum dan mengangguk-angguk.
" udah bagus ya dok, " saya sumringah.
" Iya, gak berdebar lagi, sudah teratur, " saya yakin beliau menangkap air muka saya yang kegirangan.
" Kamu masih suka naik gunung?,"
" Masih dok, hehe," saya nyengir lebar. Saya gak bisa nahan kegirangan hahahahah. Beliau ikut nyengir.
" Kapan lagi ?,"
" Baru aja kemaren dok, "
" O iya? Kemana?, "
" Tegal,"
" Ooh Jawa Tengah?,"
" Iya dok, ". Berbarengan dengan itu pemeriksaan selesai.
" Tapi kalau mau datang bulan juga suka sakit dok, "
" Hmm gitu?,"
" Iya, apa gitu ya dok?,"
Saya turun dari tempat tidur dan duduk di depan meja nya. Tidak lama ada pasien, kakek2 yang saya lihat di ruang tunggu, sepertinya beliau menjalani banyak pemeriksaan. Sedang kambuh.
Kardioman akhirnya beralih ke kakek ini, saya juga tidak keberatan. Meski saya menunggu lebih lama dari beliau, beliau lebih butuh.
Tak lama kembali ke saya, " Jadi kalau abis lari aja sakitnya?"
" Iya dok, "
" Berapa menit larinya?,"
" Nggak ngitung dok hehe, "
" Lari pagi gitu?,"
" Bukan dok, saya lagi..." beliau menunggu saya melanjutkan cerita. Beliau sadar, cerita saya akan lama.
" Saya lagi pengamatan elang, terus saya lari sisi seberang ke tempat yang lebih lapang, karena dari sisi sebelumnya nggak keliatan. Pas lari jantung saya kayak di cengkeram, tapi saya lanjutin lari, "
" Hmmm," beliau tersenyum antusias, seperti biasa kalau mendengat cerita saya lainnya.
" Terus kalau datang bulan, juga suka sakit dok. Beberapa kali seperti di cengkeram, "
" Setelah itu rasanya berdebar?,"
" Iya dok. Kalau kayak gitu saya minumnya 3 dok,"
" Iya iya...gapapa,"
" Obat nya masih ada?," beliau mulai menulis resep untuk saya.
" Masih dok, "
" Mau kemana lagi ?,"
" Insya Allah Semeru dok, "
" Jawa Tengah?,"
" Bukan dok Jawa Timur,"
" Kalau kayak gini, gapapa kuliahnya?,"
" Iya ini makanya izin dok. Makanya mau minta surat izin, "
" Bukan, maksudnya kalau naik gunung kuliahnya gapapa ditinggal?,"
" Yaa nggak apa-apa dok, haha."
" Nih, sama suratnya minta ke depan ya, "
" Makasi dok, ".
Saya keluar ruangan.
Saya heran, kenapa ya beliau antusias sekali mendengar cerita tentang pendakian?
Sepertinya, dulu semasa kuliah beliau hanya fokus ke dunia perkuliahannya, iyalah kedokteran -__-
Dan mungkin, saya satu-satunya pasien yang bisa membawa "kehidupan" di ruangan praktiknya.
Saya bercerita tentang alam dan penghuninya seperti bercerita tentang sarapan yang saya makan.
Dan ketika saya bilang kalau jantung saya seperti di cengkeram, saya seperti bilang, " sakit sih dok, tapi yaaa cuma gitu,". Mungkin, pasien lain jarang ada yang se-nekat dan se-cuek saya. Apalagi yang beliau temui biasanya sudah usia lanjut yang perlu perawatan khusus, pun ada yang muda mereka juga bukan penggiat alam. Yah mau gimana...ini kan Rega.
Kamis, 18 April 2013
Kontrol Bagian II; Tambah dosis nya Nak -_-
Rabu Malam, 17 April sebuah posting di grup kelas mengejutkan dunia perfacebookan haha, Kamis besok tidak ada Biologi Sel wiiwiwiwiiwiwJadilah, hari Kamis nya saya bangun siang haha.Sekitar pukul 8, Saya menanyakan Ibu untuk kontrol bulan ini pada Sabtu nanti.
" Lho, hari ini kan kamu libur, kenapa nggak sekarang aja. Biar dianter Abi, gih sana "
Hmm baiklah, Saya juga sudah nggak punya alasan untuk mengundur-undur kontrol lagi.
Jadilah Saya dan Adek Saya, pergi ke RS. Meilia. Lama-lama Saya terbiasa. Pergi ke pendaftaran pasien, registrasi di dekat ruang dokter, tunggu antrian, masuk, selesai.Pagi ini Saya mendapat urutan ke-5, ternyata dokternya baru datang. Fuh, untunglah jadi nggak kelamaan.Seperti biasa cek tekanan darah lebih dulu. Dan seperti biasa, tekanan darah Saya rendah, selalu rendah. Is it bad?
Pagi ini perawatnya beda, rada jutek haha agak lebih tua dari yang biasanya. Jadi agak lebih disiplin haha.Saya dipersilahkan menunggu di tempat tidur, karena ada pasien lain yang sudah lebih dulu untuk konsultasi dengan dokternya. Seperti yang sudah Saya ceritakan sebelumnya, ada 2 pasien dalam ruangan.
Giliran Saya diperiksa. Dokter menempelkan stetoskop nya pada dada kiri Saya." Masih kencang ya debarannya, "
" Iya dok, " Saya mengiyakan. Kamu akan tahu sesuatu tejadi pada milikmu kan? Apalagi ini didala tubuh mu sendiri." Coba hadap ke kanan, " beliau menempelkan stetoskop nya lagi." Masih, ". Beliau mulai beranjak ke mejanya. It means, selesai.
" Masih sering kambuh?, "" Tadi malam dok," Saya menjawab." Kapan?,"" Jam 10 malam, "" Lagi ngapain? Sebelumnya kamu kecapean?,"" Lagi ngerjain tugas dok, nggak sih dok gak ngapa-ngapain seminggu ini, "" Sering ya? gimana kalau kambuh?,"" Lumayan dok, belum lama ini Saya lagi ngejain soal Uts tau-tau jantung nya kayak di tekan, "." Belakangan ini kamu demam atau flu?,"" Iya dok, kena radang."" Nah, itu dia. Demam itu mengganggu fungsi jantung, jadi kalau sakit cepet-cepet minum obat, biar gak nyusahin jantungnya."" Iya dok, " Saya mengangguk." Tapi masih suka pingsan? setelah minum obat ini? "" Nggak dok, ".Beliau seperti paham situasinya." Kalau begitu dosisnya naik ya. Sehari jadi 3 kali, "Mampik, makin eneg aja lu Ga, pikir Saya." Kemaren-kemaren berapa kali?,"" Sekali dok, tapi kalau sakit 2 kali, ". Kan sebelumnya dia ngomong gini =_=" Nggak, harusnya 2 kali. Rutin ini, "Mampik, die ngamuk. Nadanya mulai tinggi. Saya cuma berani ngangguk-ngangguk." Tapi rutin minum kan tiap hari? nggak ada yang kelewat,"" iya dok, rutin."" Obat ini gak perlu nunggu makan dulu kok, kamu minum pagi, siang, malam. Ini harus rutin"" Iya dok, makasi dok, ". Saya pamit.
Saya jadi lupa mau nanya, apa akhir bulan ini Saya sudah aman untuk ikut pendakian. Wajah beliau, lebih serius dari biasanya. Baiklah, jadi Saya sekarang adalah pasien beliau yang paling nekat, sebagai pesakitan yang punya hobi mencintai alam.
Saya tidak pernah menganggap bahwa dengan hobi Saya, Saya seperti menjemput maut. Did u know? Death is ur close friend. Apapun bisa terjadi dengan keadaan seperti ini, Saya hanya tidak mau hidup Saya yang sudah bergantung dengan obat-obat ini menjadi semakin sia-sia karena hanya mengenal kesakitan saja.
Tubuh ini harus melihat dunia. Itu saja.
Sabtu, 09 Maret 2013
Kontrol Bagian I
Jadi, ehem, ini kali pertama Saya datang ke rumah sakit untuk kontrol. Oke, dan ini akan berlanjut untuk bulan berikutnya...dan berikutnya....dan...yasudahlah...
Tablet obat Saya sudah tinggal 2, yeyeyeye. dari umm gak ngitung awalnya berapa. Pokoknya itu obat untuk sebulanan dan di minum setiap hari.
" Misi Dok, " sapa Saya pagi tadi, tepatnya pagi menjelang siang. Saya mendapat urutan ke-8 hari ini.
" Ya silahkan, " Saya akui. Saya suka dengan dokter ini. Beliau ramah, dan yah santai. Namanya Dr. Zaini. Beliau kardiologi, yang menurut Saya, paling laris di rumah sakit Meilia. Konon, beliau dokter yang paling banyak pasiennya. Sekarang Saya tahu kenapa.
" Silahkan berbaring, ". Saya langsung menuju tempat pemeriksaan. Jadi, dokter ini langsung memasukkan 2 pasien sekaligus dalam satu ruang praktek. Karena disitu ada 2 ruang periksa dengan ranjang masing-masing. Makanya, kami harus menebak-nebak. Kira-kira beliau ngobrol sama siapa ya? atau malah sama asisten perawatnya?.
Beliau langsung mengeluarkan stetoskopnya, dan menempatkan lingkaran itu di dada kiri saya.
" Wah masih kencang juga ya, ".
" Kamu suka ngerasain debarannya?, " tanya dokter.
" Umm udah nggak terlalu dok, "
" Kalau tidur miring?, "
" Kadang suka kedengaran debarannya dok di kuping kiri, "
Dokter hanya menggangguk. " Iya, masih kencang, ". Lalu kami pindah ngobrol di meja. Disamping Saya ada Pakde aji.
" Obatnya masih ada?"
" Tinggal 2 tablet dok, "
" Tepat perhitungan. Oh iya, kalau masih kencang seperti ini, kamu boleh minum 2 kali sehari, setengah tablet. Kalau sudah baikan, 1 kali aja, " terangnya.
" Iya dok, ".
Beliau masih menulis di map rekam medis saya lalu beralih menulis resep. Kadang menanggapi pertanyaan perawat.
" Umm dok, saya masih boleh naik gunung kan?, " akhirnya pertanyaan itu keluar. Beliau berhenti menulis. Lalu melihat Saya dengan air wajah heran.
" Kamu suka naik gunung?, "
" Iya, " jawab saya singkat.
" Kalau nggak nyesek, ya nggak apa-apa, ". Dok, please banget itu jawaban gak membantu -_-
Saya juga tau kalo itu mah.
" Waktu kemarin Saya ke Merbabu, nggak apa-apa sih Dok, " ujar Saya kembali meyakinkan wajah "kamu yakin bisa naik gunung?".
" Merbabu itu diatas 3100 mdpl dok, kalau Saya naik diatas 3200 gimana dok?, "
" Makin keatas kan oksigen makin sedikit, "
" Iya dok saya tahu, makanya saya nanya, "
" Hehehe, " beliau malah nyengir -_-
" Kalau naik gunung itu berapa jam?, " beliau malah nanya.
" Tergantung dok. Kemarin Saya 5 jam sampai tempat camp, 5 jam lagi sampe puncak, "
" Kalau turun 5 jam juga ?, " wah ini dokter kepo.
" Kalau turun, setengah nya Dok, jadi mungkin 2,5 jam-3 jam, "
" Oh..makannya gimana? makan apa?, " tambah kepo, apalagi beliau mulai berhenti menulis. Asisten perawat di samping dokter itu pun ikut mendengarkan. Ditambah pakde juga ikut menambahkan.
" Mie instan dong. Semua yang bisa dimasak instan. Pakai kompor kecil. "
" Ada air?. "
" Tergantung. Kemarin camp nya ada air, ".
MUKANYA KEPOOOOOOO MEEEEEEEN. UDAH GITU DIA SENYUM-SENYUM HADAAAAH.
" Kalau mau ke kamar mandi?, ". Saya menelan ludah, ini bakal sulit dijelaskan --"
untungnya beliau langsung menambahkan, " Kalau sholat? wudhu nya?, "
" Kalau nggak ada air, tayamum Dok. Kalau ada air ya wudhu biasa. Sholat nya di dalam tenda." akhir saya.
" Merbabu itu di..."
" Jawa tengah dok, " kali ini pakde yang jawab.
" Waahh, ahahah, " ini orang heboh amaaat --"
Beliau menyerahkan map rekam medis untuk di berikan di kasir dan resep obat.
" Oh iya, kamu tinggal di Jakarta?, "
" Iya dok, " pakde juga yang jawab.
" Jadi, kalau mau mendaki aja kamu ke jawa?, "
" Iya, hehe" Saya menambah cengiran dalam jawaban Saya.
" Gunung apa tuh yang dekat sini, yang di...aduh apa itu namanya.."
" Gede-Pangrango dok, " pakde yang jawab.
" Iya itu. Sudah pernah? "
" Sudah juga Dok, " jawab Saya singkat. Beliau hanya tersenyum.
Jadi, kesimpulan pertanyaan, " Dok, saya masih boleh naik gunung kan?, " itu apa? -__________-
Sepertinya, selama beliau berprofesi sebagai spesialis jantung, dan merawat pasien yang kondisinya seperti Saya, atau pasien lain. Tidak ada yang jadi pendaki, atau coba-coba naik gunung. Apalagi dengan kondisi jantung yang tidak seperti orang lain yang fisiologis nya bisa normal.
Yah begitulah kontrol hari ini. Kita lihat kondisi bulan depan yaa :)
Tablet obat Saya sudah tinggal 2, yeyeyeye. dari umm gak ngitung awalnya berapa. Pokoknya itu obat untuk sebulanan dan di minum setiap hari.
" Misi Dok, " sapa Saya pagi tadi, tepatnya pagi menjelang siang. Saya mendapat urutan ke-8 hari ini.
" Ya silahkan, " Saya akui. Saya suka dengan dokter ini. Beliau ramah, dan yah santai. Namanya Dr. Zaini. Beliau kardiologi, yang menurut Saya, paling laris di rumah sakit Meilia. Konon, beliau dokter yang paling banyak pasiennya. Sekarang Saya tahu kenapa.
" Silahkan berbaring, ". Saya langsung menuju tempat pemeriksaan. Jadi, dokter ini langsung memasukkan 2 pasien sekaligus dalam satu ruang praktek. Karena disitu ada 2 ruang periksa dengan ranjang masing-masing. Makanya, kami harus menebak-nebak. Kira-kira beliau ngobrol sama siapa ya? atau malah sama asisten perawatnya?.
Beliau langsung mengeluarkan stetoskopnya, dan menempatkan lingkaran itu di dada kiri saya.
" Wah masih kencang juga ya, ".
" Kamu suka ngerasain debarannya?, " tanya dokter.
" Umm udah nggak terlalu dok, "
" Kalau tidur miring?, "
" Kadang suka kedengaran debarannya dok di kuping kiri, "
Dokter hanya menggangguk. " Iya, masih kencang, ". Lalu kami pindah ngobrol di meja. Disamping Saya ada Pakde aji.
" Obatnya masih ada?"
" Tinggal 2 tablet dok, "
" Tepat perhitungan. Oh iya, kalau masih kencang seperti ini, kamu boleh minum 2 kali sehari, setengah tablet. Kalau sudah baikan, 1 kali aja, " terangnya.
" Iya dok, ".
Beliau masih menulis di map rekam medis saya lalu beralih menulis resep. Kadang menanggapi pertanyaan perawat.
" Umm dok, saya masih boleh naik gunung kan?, " akhirnya pertanyaan itu keluar. Beliau berhenti menulis. Lalu melihat Saya dengan air wajah heran.
" Kamu suka naik gunung?, "
" Iya, " jawab saya singkat.
" Kalau nggak nyesek, ya nggak apa-apa, ". Dok, please banget itu jawaban gak membantu -_-
Saya juga tau kalo itu mah.
" Waktu kemarin Saya ke Merbabu, nggak apa-apa sih Dok, " ujar Saya kembali meyakinkan wajah "kamu yakin bisa naik gunung?".
" Merbabu itu diatas 3100 mdpl dok, kalau Saya naik diatas 3200 gimana dok?, "
" Makin keatas kan oksigen makin sedikit, "
" Iya dok saya tahu, makanya saya nanya, "
" Hehehe, " beliau malah nyengir -_-
" Kalau naik gunung itu berapa jam?, " beliau malah nanya.
" Tergantung dok. Kemarin Saya 5 jam sampai tempat camp, 5 jam lagi sampe puncak, "
" Kalau turun 5 jam juga ?, " wah ini dokter kepo.
" Kalau turun, setengah nya Dok, jadi mungkin 2,5 jam-3 jam, "
" Oh..makannya gimana? makan apa?, " tambah kepo, apalagi beliau mulai berhenti menulis. Asisten perawat di samping dokter itu pun ikut mendengarkan. Ditambah pakde juga ikut menambahkan.
" Mie instan dong. Semua yang bisa dimasak instan. Pakai kompor kecil. "
" Ada air?. "
" Tergantung. Kemarin camp nya ada air, ".
MUKANYA KEPOOOOOOO MEEEEEEEN. UDAH GITU DIA SENYUM-SENYUM HADAAAAH.
" Kalau mau ke kamar mandi?, ". Saya menelan ludah, ini bakal sulit dijelaskan --"
untungnya beliau langsung menambahkan, " Kalau sholat? wudhu nya?, "
" Kalau nggak ada air, tayamum Dok. Kalau ada air ya wudhu biasa. Sholat nya di dalam tenda." akhir saya.
" Merbabu itu di..."
" Jawa tengah dok, " kali ini pakde yang jawab.
" Waahh, ahahah, " ini orang heboh amaaat --"
Beliau menyerahkan map rekam medis untuk di berikan di kasir dan resep obat.
" Oh iya, kamu tinggal di Jakarta?, "
" Iya dok, " pakde juga yang jawab.
" Jadi, kalau mau mendaki aja kamu ke jawa?, "
" Iya, hehe" Saya menambah cengiran dalam jawaban Saya.
" Gunung apa tuh yang dekat sini, yang di...aduh apa itu namanya.."
" Gede-Pangrango dok, " pakde yang jawab.
" Iya itu. Sudah pernah? "
" Sudah juga Dok, " jawab Saya singkat. Beliau hanya tersenyum.
Jadi, kesimpulan pertanyaan, " Dok, saya masih boleh naik gunung kan?, " itu apa? -__________-
Sepertinya, selama beliau berprofesi sebagai spesialis jantung, dan merawat pasien yang kondisinya seperti Saya, atau pasien lain. Tidak ada yang jadi pendaki, atau coba-coba naik gunung. Apalagi dengan kondisi jantung yang tidak seperti orang lain yang fisiologis nya bisa normal.
Yah begitulah kontrol hari ini. Kita lihat kondisi bulan depan yaa :)
Selasa, 05 Maret 2013
Saya kenapa ya?
Sekitar 3 minggu lalu, tepatnya Selasa 12 Februari 2013. Ini hari kedua di semester 4 ini, tapi saya sudah izin tidak masuk. Sejak pulang dari Suaka Elang untuk pelantikan, dada saya sesak lagi. Sebelumnya, hari Jumat sepertinya saya mengalami serangan. Dada sebelah kiri saya tiba-tiba sakit. Saat itu saya sedang turun menuju aula dari tempat camping. Tapi saya abaikan, seperti biasanya. Nyatanya, setelah saya sampai di rumah, sesak itu berkelanjutan. Hari Senin, saya masih pergi ke kampus. Hari pertama kuliah, saya harus masuk dulu pikir saya. Saya pikir sesak ini hanya karena saya kelelahan. Tapi, sampai Selasa sesaknya tidak kunjung membaik. Saya yang sudah siap-siap kuliah pagi itu tiba-tiba memutuskan untuk tidak pergi ke kampus. Akhirnya hari itu saya pergi ke kardiologi di sebuah rumah sakit di jalan alternatife cibubur. Saya teringat ucapan sepupu saya, seorang perawat, " Sakit jantung itu tidak bisa di prediksi kalo gak lagi sakit, ". Oke, mumpung masih sakit. Saya harus tahu, Saya ini kenapa?
Sebetulnya, saya sudah pernah periksakan keluhan saya ini. Waktu itu saya kelas 11, saya masih memakai seragam rok abu-abu saya duduk di ruang tunggu di depan ruang internist. Saya juga bingung, kenapa saya dibawa ke internist, padahal saya sudah bilang kalau yang sakit itu dada sebelah kiri. Sakitnya sampai ke punggung. Saat sedang duduk pun nafas saya seperti selesai berlari berkeliling lapangan sekolah. Dan parah nya, saya sampai kehilangan fokus saat guru fisika saya sedang menjelaskan Termodinamika. Saya sadar, mata saya terbuka saya bisa melihat guru saya berdiri di depan papan tulis, menulis sebuah rumus dasar. Tapi saya tidak bisa mendengar apapun, dan nafas saya terengah-engah.
Saya masuk ke dalam ruangan, ibu dan istri sepupu saya ikut masuk menemani. Istri sepupu saya ini juga seorang perawat. Saya pikir, dia nantinya bisa membantu mendiagnosis 'Saya kenapa?'. Saya diminta menjelaskan keluhan saya, setelah itu saya di EKG di ruang Kardiologi. Hasil EKG mengejutkan, nadi saya tidak teratur. Internist itu membaca hasil EKG, lalu menyimpulkan sesuatu.
" Ah nggak papa, baru satu kok,"
" Tapi nggak teratur Dok, " kata istri sepupu saya.
" Nggak papa. Ini tinggal sugesti kamu. Asal kamu nggak stress gak apa-apa kok. Ini bisa jadi karena katup jantung kamu lemah, jadi "plak-plak" begitu, tapi gapapa kok,"
" Ohh saya pikir emfisema dok hahhahaha, " ucap istri sepupu saya sambil meledek tertawa.
Semacam, mereka berpikir saya dan ibu saya tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan.
Kalau mau kasar, saya akan bilang. " Lo pikir gua tolol apa? Bego ya lo? Yang sakit itu dada sebelah kiri. Emfisema itu penyakit paru-paru, bukan jantung. Yang salah itu ada di jantung gue, nadi gue ga teratur. Jadi mana ada hubungannya sama paru-paru, BEGO!"
Selama 4 tahun, saya percaya pada kata-kata "SUGESTI". Tidak ada diagnosa pasti, tidak ada obat. Ibu saya yang sangat mempercayai orang lain, kadang-kadang, dibanding anak sendiri. Selalu bilang kalau saya kelelahan, ketika saya sesak nafas. Walaupun saya pernah mengalami serangan jantung. Jantung saya tiba-tiba seperti di tekan kencang, sakit dan sesak. Setelah itu bagian tubuh sebelah kiri saya sakit, sampai ujung kaki. Rasanya pegal, saya hanya membalurkan minyak kayu putih waktu itu.
Tapi sisi baiknya, saya akhirnya berani mengambil keputusan untuk mendaki gunung. Impian saya sejak SMP, melihat dunia dari atas. Walaupun ada yang lebih atas. Saya sudah sampai di Gn.Gede, Gn.Merbabu, dan Gn. Merapi.
Saya pun mendapat jawaban pasti dari kardiolog di rumah sakit yang sama. Saya di EKG ulang, karena hasil EKG sebelumnya hilang. Kardiolog itu membaca, dan menunjukkan kalau "memang" ada yang aneh.
" Lihat bu, nadi nya tidak teratur. Harusnya yang ini sama dengan yang ini (beliau menunjukkan beberapa titik). Yang ini terlalu jauh, yang ini terlalu pendek, tidak ada yang sama, "
" Iya dok, hasil EKG sebelumnya juga sama" saya menjelaskan.
" Itu kenapa bisa begitu dok?" tanya ibu.
" Macam-macam, bisa di lihat lewat USG, "
" Iya dok USG sekalian, " ujar ibu langsung. Tapi USG ini mahaaaaal :(
" Kamu pernah pingsan?," tanya dokternya.
" Pernah, " saya menjawab singkat. Saya memang pernah pingsan, tapi karena dehidrasi. Dan tidak ada yang tau soal ini, selain adik saya dan sepupu-sepupu saya yang memeriksakan tekanan darah saya.
" Kamu pernah pingsan? Kapan? Kok nggak bilang ibu?" ibu mulai panik.
Saya nyengir dulu baru menjawab, " Desember di Pulau Rambut,". Sebenarnya bukan Desember, saya lupa, jadi asal jawab saja.
" Ini bilik kiri nya, nah ini katup nya. Lihat katupnya lemah, darah yang sudah mengalir bisa balik lagi. Ini yang bikin sesak, " dokter menjelaskan di sela-sela proses USG. Kami semua memandang ke arah layar alat USG, yang menunjukkan organ jantung saya dalam warna hitam-putih.
" Nah yang kanan juga ternyata, " lanjut dokter lagi.
" Itu penyebabnya apa dok?, " tanya ibu.
" Kalau seperti ini genetik bu, ada keturunan, ". Titik. Diam.
" Ini MVP. Mitral Valve Prolapse. Kebocoran katup pada jantung, "
Jadi, dugaan saya benar. Bahwa, ada yang aneh dengan meninggalnya Bapak, dan Pakde Heri. Mereka sama-sama terkena serangan jantung, yang sama-sama tidak terdeteksi sebelumnya. Kalau tidak ada kelainan jantung, rasanya tidak mungkin. Makanya hari itu, dimana sesak nafas saya tidak membaik juga, saya ngotot ke kardiologi.
Dokter memberikan map berisi hasil USG, dan beberapa catatan.
" Hasil nya masih bagus kok, " ucap dokter menunjukkan beberapa angka.
" Saya kasih resep obat ya, " lanjutnya.
" Iya dok, ".
" Sesak nya dari kapan?," dokter bertanya lagi.
" Sebenarnya Jumat itu dada saya sakit dok, tapi saya cuekin. Sabtu mulai membaik, tapi Minggu sesak lagi, "
Dokternya hanya menghela nafas, wajahnya agak menahan sesuatu sejak tadi beliau bertanya saya pernah pingsan. " Ada ya anak koplak gini, cewe pula, " mungkin begitu batinnya.
Begitu saya sampai rumah, saya menyalakan modem, searching mengenai MVP ini. Dan ternyata hasilnya mengejtkan haha lebay
Salah satu efeknya adalah DEHIDRASI.
Jadi, ketika saya di Pulau Rambut, pingsan, dan saya pikir dehidrasi. Ketika saya hilang fokus dari Merapi, dan akhirnya saya harus di gendong, saya pikir dehidrasi. Karena seberapapun saya minum, rasa hausnya tidak juga hilang selain dengan minuman berion. Jadi itu alasannya saya tidak pernah tahan matahari?
Obat yang diberi hanya diminum sehari-sekali, saya lega mendengarnya. Dan hanya setengah tablet :)
Tapi, " Obatnya di minum SETIAP HARI. Dan kamu wajib kontrol 3 minggu lagi, kira-kira sebelum obatnya habis. Jadi pas kamu kontrol kamu masih minum obatnya ya,"
" Iya dok, " saya menjawab datar. Oh My setiap hari itu lamaaaa, dan kalau dihitung, ini obat untuk sebulan
Rasanya......, oke tidak apa-apa. Dari informasi yang saya dapat dari internet, obat yang diberikan ini hanya untuk perawatan, bukan pengobatan karena pengobatan hanya bisa dengan pembedahan.
Saya berusaha menganggap ini sebagai "tidak apa-apa". Tapi, saya jadi berpikir ini "ada apa-apa" ketika ibu saya bilang begini ketika kami sahur bersama, " Mulai sekarang, kamu nggak boleh naik gunung lagi, ".
Padahal dokter sudah bilang, satu-satunya olahraga yang tidak boleh saya lakukan adalah angkat beban. Walaupun saya rasa dokternya tidak sadar, kalau ketika naik gunung ada perlengkapan yang perlu dibawa.
Dan lebih dari itu, kalau ini keturunan berarti kedua adik saya berpotensi juga mengalami hal serupa, parahnya mereka tidak punya hormon estrogen. Wanita tidak mudah mengalami serangan jantung karena punya hormon ini. Dan begitu pun dengan anak saya nanti.
Beliau tidak hanya mewariskan kulit coklat sawo matang.
Tulang hidung panjang.
Mata yang tidak besar.
Tapi juga fisiologi yang tidak biasa.
Tapi saya tidak pernah marah, tidak pernah menyesal.
Sebetulnya, saya sudah pernah periksakan keluhan saya ini. Waktu itu saya kelas 11, saya masih memakai seragam rok abu-abu saya duduk di ruang tunggu di depan ruang internist. Saya juga bingung, kenapa saya dibawa ke internist, padahal saya sudah bilang kalau yang sakit itu dada sebelah kiri. Sakitnya sampai ke punggung. Saat sedang duduk pun nafas saya seperti selesai berlari berkeliling lapangan sekolah. Dan parah nya, saya sampai kehilangan fokus saat guru fisika saya sedang menjelaskan Termodinamika. Saya sadar, mata saya terbuka saya bisa melihat guru saya berdiri di depan papan tulis, menulis sebuah rumus dasar. Tapi saya tidak bisa mendengar apapun, dan nafas saya terengah-engah.
Saya masuk ke dalam ruangan, ibu dan istri sepupu saya ikut masuk menemani. Istri sepupu saya ini juga seorang perawat. Saya pikir, dia nantinya bisa membantu mendiagnosis 'Saya kenapa?'. Saya diminta menjelaskan keluhan saya, setelah itu saya di EKG di ruang Kardiologi. Hasil EKG mengejutkan, nadi saya tidak teratur. Internist itu membaca hasil EKG, lalu menyimpulkan sesuatu.
" Ah nggak papa, baru satu kok,"
" Tapi nggak teratur Dok, " kata istri sepupu saya.
" Nggak papa. Ini tinggal sugesti kamu. Asal kamu nggak stress gak apa-apa kok. Ini bisa jadi karena katup jantung kamu lemah, jadi "plak-plak" begitu, tapi gapapa kok,"
" Ohh saya pikir emfisema dok hahhahaha, " ucap istri sepupu saya sambil meledek tertawa.
Semacam, mereka berpikir saya dan ibu saya tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan.
Kalau mau kasar, saya akan bilang. " Lo pikir gua tolol apa? Bego ya lo? Yang sakit itu dada sebelah kiri. Emfisema itu penyakit paru-paru, bukan jantung. Yang salah itu ada di jantung gue, nadi gue ga teratur. Jadi mana ada hubungannya sama paru-paru, BEGO!"
Selama 4 tahun, saya percaya pada kata-kata "SUGESTI". Tidak ada diagnosa pasti, tidak ada obat. Ibu saya yang sangat mempercayai orang lain, kadang-kadang, dibanding anak sendiri. Selalu bilang kalau saya kelelahan, ketika saya sesak nafas. Walaupun saya pernah mengalami serangan jantung. Jantung saya tiba-tiba seperti di tekan kencang, sakit dan sesak. Setelah itu bagian tubuh sebelah kiri saya sakit, sampai ujung kaki. Rasanya pegal, saya hanya membalurkan minyak kayu putih waktu itu.
Tapi sisi baiknya, saya akhirnya berani mengambil keputusan untuk mendaki gunung. Impian saya sejak SMP, melihat dunia dari atas. Walaupun ada yang lebih atas. Saya sudah sampai di Gn.Gede, Gn.Merbabu, dan Gn. Merapi.
Saya pun mendapat jawaban pasti dari kardiolog di rumah sakit yang sama. Saya di EKG ulang, karena hasil EKG sebelumnya hilang. Kardiolog itu membaca, dan menunjukkan kalau "memang" ada yang aneh.
" Lihat bu, nadi nya tidak teratur. Harusnya yang ini sama dengan yang ini (beliau menunjukkan beberapa titik). Yang ini terlalu jauh, yang ini terlalu pendek, tidak ada yang sama, "
" Iya dok, hasil EKG sebelumnya juga sama" saya menjelaskan.
" Itu kenapa bisa begitu dok?" tanya ibu.
" Macam-macam, bisa di lihat lewat USG, "
" Iya dok USG sekalian, " ujar ibu langsung. Tapi USG ini mahaaaaal :(
" Kamu pernah pingsan?," tanya dokternya.
" Pernah, " saya menjawab singkat. Saya memang pernah pingsan, tapi karena dehidrasi. Dan tidak ada yang tau soal ini, selain adik saya dan sepupu-sepupu saya yang memeriksakan tekanan darah saya.
" Kamu pernah pingsan? Kapan? Kok nggak bilang ibu?" ibu mulai panik.
Saya nyengir dulu baru menjawab, " Desember di Pulau Rambut,". Sebenarnya bukan Desember, saya lupa, jadi asal jawab saja.
" Ini bilik kiri nya, nah ini katup nya. Lihat katupnya lemah, darah yang sudah mengalir bisa balik lagi. Ini yang bikin sesak, " dokter menjelaskan di sela-sela proses USG. Kami semua memandang ke arah layar alat USG, yang menunjukkan organ jantung saya dalam warna hitam-putih.
" Nah yang kanan juga ternyata, " lanjut dokter lagi.
" Itu penyebabnya apa dok?, " tanya ibu.
" Kalau seperti ini genetik bu, ada keturunan, ". Titik. Diam.
" Ini MVP. Mitral Valve Prolapse. Kebocoran katup pada jantung, "
Jadi, dugaan saya benar. Bahwa, ada yang aneh dengan meninggalnya Bapak, dan Pakde Heri. Mereka sama-sama terkena serangan jantung, yang sama-sama tidak terdeteksi sebelumnya. Kalau tidak ada kelainan jantung, rasanya tidak mungkin. Makanya hari itu, dimana sesak nafas saya tidak membaik juga, saya ngotot ke kardiologi.
Dokter memberikan map berisi hasil USG, dan beberapa catatan.
" Hasil nya masih bagus kok, " ucap dokter menunjukkan beberapa angka.
" Saya kasih resep obat ya, " lanjutnya.
" Iya dok, ".
" Sesak nya dari kapan?," dokter bertanya lagi.
" Sebenarnya Jumat itu dada saya sakit dok, tapi saya cuekin. Sabtu mulai membaik, tapi Minggu sesak lagi, "
Dokternya hanya menghela nafas, wajahnya agak menahan sesuatu sejak tadi beliau bertanya saya pernah pingsan. " Ada ya anak koplak gini, cewe pula, " mungkin begitu batinnya.
Begitu saya sampai rumah, saya menyalakan modem, searching mengenai MVP ini. Dan ternyata hasilnya mengejtkan haha lebay
Salah satu efeknya adalah DEHIDRASI.
Jadi, ketika saya di Pulau Rambut, pingsan, dan saya pikir dehidrasi. Ketika saya hilang fokus dari Merapi, dan akhirnya saya harus di gendong, saya pikir dehidrasi. Karena seberapapun saya minum, rasa hausnya tidak juga hilang selain dengan minuman berion. Jadi itu alasannya saya tidak pernah tahan matahari?
Obat yang diberi hanya diminum sehari-sekali, saya lega mendengarnya. Dan hanya setengah tablet :)
Tapi, " Obatnya di minum SETIAP HARI. Dan kamu wajib kontrol 3 minggu lagi, kira-kira sebelum obatnya habis. Jadi pas kamu kontrol kamu masih minum obatnya ya,"
" Iya dok, " saya menjawab datar. Oh My setiap hari itu lamaaaa, dan kalau dihitung, ini obat untuk sebulan
Rasanya......, oke tidak apa-apa. Dari informasi yang saya dapat dari internet, obat yang diberikan ini hanya untuk perawatan, bukan pengobatan karena pengobatan hanya bisa dengan pembedahan.
Saya berusaha menganggap ini sebagai "tidak apa-apa". Tapi, saya jadi berpikir ini "ada apa-apa" ketika ibu saya bilang begini ketika kami sahur bersama, " Mulai sekarang, kamu nggak boleh naik gunung lagi, ".
Padahal dokter sudah bilang, satu-satunya olahraga yang tidak boleh saya lakukan adalah angkat beban. Walaupun saya rasa dokternya tidak sadar, kalau ketika naik gunung ada perlengkapan yang perlu dibawa.
Dan lebih dari itu, kalau ini keturunan berarti kedua adik saya berpotensi juga mengalami hal serupa, parahnya mereka tidak punya hormon estrogen. Wanita tidak mudah mengalami serangan jantung karena punya hormon ini. Dan begitu pun dengan anak saya nanti.
Beliau tidak hanya mewariskan kulit coklat sawo matang.
Tulang hidung panjang.
Mata yang tidak besar.
Tapi juga fisiologi yang tidak biasa.
Tapi saya tidak pernah marah, tidak pernah menyesal.
Senin, 21 Januari 2013
Saya Ingat....
Ini bulan Januari hari ke-22, 4 hari sebelum 3 tahun meninggalnya Bapak.
Tadinya saya mau menulis ini tepat di hari itu, tapi karena ada kegiatan lain, saya posting lebih awal.
15 Januari 2013, Pakde juga meninggal, beberapa minggu sebelum 3 tahun Bapak. Dan yang lebih mengagumkan mereka di makam kan di lokasi yang sama. Hanya berbeda beberapa blok. Januari, kelabu sekali :(
Saya turut sedih. Katanya, kesedihan ditinggal pergi itu berbanding lurus dengan jumlah memori kita bersama orang yang meninggalkan kita. Nyatanya, saya tidak sedekat itu dengan Pakde. Tapi, sewaktu Bapak hidup dan sedang di rumah, Pakde sering berkunjung ke rumah. Dan satu memoar manis pun menguap saat malam Saya mendengar berita duka itu.
Bapak dan Pakde duduk berdua di teras rumah, keduanya melepas kaos. Bapak duduk di depan Pakde dengan memegang kaca spion. Pakde memegang gunting stainless punya Bapak, dan mulai memangkasi rambut Bapak. Lucu, mereka terlihat seperti kakak-adik (ya memang), yang masih berumur belasan tahun.
Dan kemudian, saya tersenyum dan menyadari sesuatu mengalir dari mata saya. Sekaligus sadar, mereka berdua sudah tiada.
Mungkin, bukan memori tentang Pakde yang membuat saya menangis. Tapi memori dengan siapa Pakde saat itu.
Dan ketika saya menulis ini pun, saya sadar mata saya memanas. :')
Bukan sesuatu yag memalukan menangisi apa yang kita cintai dan rindukan, terlebih orang itu memberikan sebagian darahnya untuk diwarisi. Dan memberikan kenangan dalam hidup mu yang tidak mudah di hapus, sekalipun ada orang lain yang berusaha menghapusnya.
Saya ingat, ketika kami pulang mudik. Pukul 3 dinihari, kami bersiap makan sahur. Lokasi sudah di Solo, dan kami memilih angkringan Nasi Gudeg. Ah ya saya tidak suka Gudeg. Saya, Abi, Dito (masih balita), dan Bapak menunggu ibu di mobil. Saat itu ada tukang es krim keliling. Ya es krim durian pukul 3 pagi, WOW. Solo memang luar biasa. Kami memesan 3 gelas es krim, untuk Saya, Bapak, dan Abi. Karena Abi tidak suka durian, es krim itu entah saya lupa nasibnya. Baru kali itu Bapak membelikan saya es krim, karena biasanya Bapak marah kalau anak-anaknya makan es krim, apalagi ini dini hari lhhooooo.
Saya ingat, betapa Bapak marah ketika melihat peringkat kelas Saya.
" Kamu peringkat 3 tapi begini aja kamu nggak bisa ngerjain? Nilai darimana ini?"
" Tapi emang matematika Rega jelek Pak, liat aja. Yang bikin peringkat tiga itu bukan matematika nya, " saya berusaha membela diri.
" Kamu nyontek?"
" Nggak. Eh, sedikit, temen Rega juga pada nanya Rega, "
" Bapaknya ini nyari biaya kamu sekolah sampai jauh-jauh layar ke laut. Bapaknya nggak bangga kalau kamu dapet nilai bagus bukan dari hasil mu sendiri. Kamu itu sekolah bukan cari nilai, tapi cari ilmu. Kalo kamu cari nilai, ilmu gak bakal dapet. Kalo kamu cari ilmu, nilai bisa dateng sendiri. Belajar lagi kamu, "
Padahal 90% nilai yang Saya dapat adalah hasil belajar Saya sendiri.
Sangat tidak adil, pikir Saya. Kenapa hanya Saya? Toh yang lain juga menyontek? Pertanyaan yang mudah di tebak, ya karena beliau Ayah Saya, jadi beliau menasehati Saya seperti itu. Semenjak saat itu, Saya melarang diri Saya untuk menyontek, dengan beberapa pengecualian sebenarnya.
Saya ingat, Bapak selalu menunggu Saya pulang les bahasa inggris setiap Jumat malam di depan teras. Seorang gadis tidak pantas pulang malam, beberapa kali Bapak pernah menjemput Saya ke lokasi.
Saya ingat, lagu-lagu yang beliau suka. Keroncong, Tembang Jawa, Campur sari, sampai musik rock.
Saya ingat, bagaimana beliau tertawa melihat porsi makan saya. Anak perempuan dengan porsi makan kuli.
Saya ingat, cara beliau memanggil Saya untuk membelikan rokok.
Saya ingat, bagaimana rasanya berdiskusi dengan beliau. Walaupun lebih sering meninggalkan negerinya, Saya tahu Bapak sangat mencintai budayanya. Diskusi kami mengenai sejarah, menjadi memori paling banyak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi.
Saya ingat, bagaimana cara beliau makan dan apa yang beliau makan. Bapak sederhana, beliau suka makan di angkringan.
Saya ingat bagaimana beliau menyeret kopernya di bandara, dengan kemeja kotak-kotak, dan kacamata hitam.
Saya ingat wajah tidurnya serupa dengan wajah saat Bapak meninggal.
Dan setelah 3 tahun ini, saya lupa bau dan hangat tangan Bapak yang biasa Saya cium ketika pamit sekolah.
Tuhan bisa ambil raganya dari sisi kami, karena itu hak-Nya
Tapi Tuhan tidak bisa mengambil kenangan ini dari kami, karena ini masih hak kami.
Posting ini teriring bersama doa dan tahlil kami.
Rest In Peace, My beloved father. Ur dream, ur spirit, ur brave are always in our heart.
Jumat, 04 Januari 2013
Rusuk
Umm malam ini, kenapa ya?
Rasanya tiba-tiba pengin ngepost tentang seseorang.
Rasanya tiba-tiba pengin ngepost tentang seseorang.
Pernah ga sih kepikiran, ketika kita jatuh cinta sama seseorang terlintas di otak kalau "Sepertinya dia adalah bagian tulang rusuk yang kucari." ?
Sulit sekali memastikan kalau, orang ini bukan tulang rusuk ku ketika kita merasa sangat jatuh cinta.
Apapun terlihat benar saat itu. Apapun yang dia lakukan terlihat keren, ajaib!
Itu yang saya alami ketika melihat laki-laki ini. Namanya AKS, rumahnya tidak jauh dari rumah saya. Ini membuat saya dan dia sering bertemu secara tidak sengaja. Dan ini yang membuat saya merasa sangat menderita, apalagi setelah saya tahu dia sudah punya pacar. Saat itu juga saya berpikir, "Baiklah lupakan dia. Dia sudah menemukan rusuknya."
Sulit sekali memastikan kalau, orang ini bukan tulang rusuk ku ketika kita merasa sangat jatuh cinta.
Apapun terlihat benar saat itu. Apapun yang dia lakukan terlihat keren, ajaib!
Itu yang saya alami ketika melihat laki-laki ini. Namanya AKS, rumahnya tidak jauh dari rumah saya. Ini membuat saya dan dia sering bertemu secara tidak sengaja. Dan ini yang membuat saya merasa sangat menderita, apalagi setelah saya tahu dia sudah punya pacar. Saat itu juga saya berpikir, "Baiklah lupakan dia. Dia sudah menemukan rusuknya."
Lama tak bertemu dengannya, twitternya pun saya unfollow, saya tidak mau terus menderita dengan bayang-bayangnya selama 4 tahun.
Kemudian, ketika saya sedang mengendarai motor. Dia, juga mengendarai motor, ada di belakang saya. Baiklah kebetulan, pikir saya. Tapi, yang membuat saya depresi adalah ketika dia tidak berusaha menyalip saya dan terus membiarkan dia ada dibelakang saya. Dia bukan tipe orang penyabar, saya tau kecepatan motornya ketika melintas. Lalu alasan apa yang membuat dia bertahan dibelakang saya?
Saya kembali terobsesi dengan dia, terdorong oleh itu saya kembali melihat akun FB dan Twitternya. Dan VOILLA, dia putus dengan pacarnya. Dulu, di foto mereka berdua, ada komentar dari pacarnya. Tapi sekarang komen itu hilang. Twitternya pun sekarang di protect. Entah ada apa dengan mereka.
Kalau begitu, wanita itu bukan rusuknya? Atau sebenarnya rusuknya, tapi waktunya hanya belum pas untuk menyatu kan bagian itu.
Atau sebenarnya ada rusuk lain yang lebih pas? Rusukku?
Seorang teman, menyarankan saya untuk menawarkan diri menjadi pengganti rusuknya. Tapi entahlah, bagaimana jika rusuk ini bukan pasangannya? Ini hanya akan membuahkan rasa sakit kan? Di dada masing-masing.
Aku hanya akan terus mengikuti jalan ini berujung.
Angin ini berhembus, berhenti pada lembah.
Air ini mengalir, bermuara pada laut.
Membiarkan hati ini mengarah, tapi tidak mengarahkan.
Membiarkan rusuk ini memilih pasangannya.
Mungkin, kali ini aku akan berhenti memaksa rusuk ku pas di rusuk mu.
Kalaupun kamu memang rusukku yang kucari, biarkan mereka bertemu dan menyatu dengan alami.
Aku tidak sabar menunggu untuk momen itu. Semoga
Kemudian, ketika saya sedang mengendarai motor. Dia, juga mengendarai motor, ada di belakang saya. Baiklah kebetulan, pikir saya. Tapi, yang membuat saya depresi adalah ketika dia tidak berusaha menyalip saya dan terus membiarkan dia ada dibelakang saya. Dia bukan tipe orang penyabar, saya tau kecepatan motornya ketika melintas. Lalu alasan apa yang membuat dia bertahan dibelakang saya?
Saya kembali terobsesi dengan dia, terdorong oleh itu saya kembali melihat akun FB dan Twitternya. Dan VOILLA, dia putus dengan pacarnya. Dulu, di foto mereka berdua, ada komentar dari pacarnya. Tapi sekarang komen itu hilang. Twitternya pun sekarang di protect. Entah ada apa dengan mereka.
Kalau begitu, wanita itu bukan rusuknya? Atau sebenarnya rusuknya, tapi waktunya hanya belum pas untuk menyatu kan bagian itu.
Atau sebenarnya ada rusuk lain yang lebih pas? Rusukku?
Seorang teman, menyarankan saya untuk menawarkan diri menjadi pengganti rusuknya. Tapi entahlah, bagaimana jika rusuk ini bukan pasangannya? Ini hanya akan membuahkan rasa sakit kan? Di dada masing-masing.
Aku hanya akan terus mengikuti jalan ini berujung.
Angin ini berhembus, berhenti pada lembah.
Air ini mengalir, bermuara pada laut.
Membiarkan hati ini mengarah, tapi tidak mengarahkan.
Membiarkan rusuk ini memilih pasangannya.
Mungkin, kali ini aku akan berhenti memaksa rusuk ku pas di rusuk mu.
Kalaupun kamu memang rusukku yang kucari, biarkan mereka bertemu dan menyatu dengan alami.
Aku tidak sabar menunggu untuk momen itu. Semoga
Langganan:
Postingan (Atom)