Jumat, 06 Desember 2013

Itu sebabnya....

Jadi sebenernya, Jumat 29 November 2013 itu kuliah fisiologi lagi bahas hormon. Sore itu Pak Rusdi, ngasih kuliah metabolisme dan hubungannya dengan kerja hormon ( gitu bukan ya? ya gitu lah kira-kira)
Dan muncul sebuah pertanyaan, " Kayaknya ada hubungannya deh, penyakit gue sama gampang nya dehidrasi."

Akhirnya, macam mahasiswi pintar haha, selesai kelas saya menanyakan ini ke Pak Rusdi.
" Pak, umm...dehidrasi itu ada hubungannya dengan....MVP?,"
" MVP itu apa ya?, " gila ini bahasa beliau sekali, hahaha jadi apa ya? eh gak pokus.
" Itu...mitral valve prolapse pak, "
" Oh...jantung?, "
" Iya, ada hubungannya dengan dehidrasi?, "
" Ada, pasti lah."
" Tapi, dokter saya bilang...nggak, " suara saya mulai mengecil, kaget. " Saya pernah dehidrasi banget pak, pendakian ke Merapi, sampai pusing. Baru selangkah jalan, jatuh. Begitu terus. Saya minum pun nggak guna, karena terus kehausan, sampai akhirnya saya beli pocari swe*t."
" Ya memang, namanya juga dehidrasi."
" Tapi akibatnya jadi edema pak, "
" Saya nggak bisa lama, kita diskusikan pertemuan berikutnya ya, " saat itu beliau memang dikejar jam terbang. Katanya mau ke Batam.
" Iya pak, ". Saya pernah menanyakan ini sebelumnya ke Cardioman, tapi beliau bilang dehidrasi tidak terlalu mempengaruhi.


" Yang penting kamu jangan suka angkat yang beban berat " cuma itu jawaban Cardioman.
Yakali dok -_-
Emang ada tulisan " Agung Hercules wanna be " di dahi saya?


Makanya saya nunggu, sampai Rabu (4 Desemeber 2013) kemarin, karena beliau sudah balik ke Jakarta.
" Umm pak, yang saya tanyakan, " saya beranikan memulai, selesai sholat maghrib di lab.
" Oh iya, " beliau baru selesai berwudhu, duh maaf ya pak, jadi musti nunggu dulu.
Duh saya bingung lagi nulisnya gimana, pokoknya gini;

Ketika saya dehidrasi, cairan kan berkurang, plasma darah menjadi lebih pekat. Nah itu, bikin pompaannya jadi gak normal. Kalau saya minum, karena pompa nya gak bener, cairannya jadi terkumpul di jaringan, jadi edema. Kalau pmpanya gak bener, pasokan oksigen nya gak cukup, makanya saya jadi pusing dan metabolisme turun, jadi gampang kedinginan.

" Ya kalau sudah seperti itu, saran Saya kamu kurangi kegiatan, " ujar beliau sangat bijak.
" Tuh denger, kurangin nanjak nya, " ujar Danti yang tadi ikut nimbrung selesai sholat maghrib.
Speechless. Ya mau ngomong apa lagi? Fakta baru. Bodohnya, saya dengar itu dari dosen fisiologi saya bukan dokter saya. Dan beliau bukan orang pertama yang bilang, secara tidak langsung, " Lebih baik kamu berhenti mendaki, ". Mbak Eka, Bude, Pakde juga.

Jadi itu sebabnya, Saya pingsan di Pulau Rambut, ketika upacara pelantikan siswa yang tidak akan pernah saya selesaikan masa didiknya.

Itu sebabnya, saya harus digendong turun Mas Ase,diganti Mas Tri turun Merapi.

Jadi itu sebabnya, ketika yang lain jalan ke Pantai Bama di Baluran Bird Race kemarin, saya nggak sanggup nahan matahari nya savana Bekol, dan memilih di tenda. Dan ditemukan kelaparan sama Ka Usman yang baru dateng.

Itu sebabnya, saya mudah sekali merasa kedinginan. Keujanan dikit kedinginan, keujanan kuyup ape lagi. Dan saya nggak pernah sanggup nongkrong di luar tenda lewat dari maghrib ketika pendakian.

So, what are you waiting for? your next stupidity?
Saya di tempeleng diri sendiri, seharian, Kamis kemarin.
Mau berapa banyak orang lagi yang mau saya repotkan?

Kalau ada yang bilang, " yang nggak berkaki aja bisa sampai puncak," atau " yang begini-begitu saja kuat sampai atas, "

Satu hal, ada hal yang tidak bisa disamakan satu manusia dengan manusia lainnya.
Fisik, pengalaman, misalnya. Mental saya mungkin mampu, untuk menaklukan phobia ketinggian saya, atau mampu menguatkan niat untuk sampai di puncak. Tapi kalau fisik, dengan dukungan alasan ilmiah, tidak mendukung, dengan alasan apa lagi saya mampu menguatkan diri?

Lalu, kenapa pula Si Cardioman ini? Entah karena nggak tahu beneran, atau nggak bisa njelasin atau...
Ah peduli setan.

Saya cuma nggak mau jadi seperti dokter Indonesia, cuma periksa sebentar, kasih resep sudah.
( Saman, 2013)

That's harsh. Tapi saya suka gayanya, jujur, terdengar kasar, tapi ya....nggak bego-begoin.

Tapi membusukkan diri dengan tumpukan novel (walaupun itu asik) dengan rutinitas ngobat-rumah-kuliah itu....hidup macam apa?

Pastinya, kalau tubuh saya di kuburkan, orang-orang bisa bikin obat herbal dari tanah kuburan saya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar