Sabtu, 22 November 2014

Beda

Aku melihat nya lagi, setelah bertahun-tahun. Hampir tidak ada perubahan dalam penampilan nya- kaos oblong dan celana pendek- hanya rambut nya sekarang panjang hingga bisa diikat.

Kali ini dia betul-betul tidak bisa menghindari ku. Kami sedang mengantri kasir di minimarket dekat rumah. Aku tepat berada di depan nya dengan kaleng obat nyamuk ternama. Musim panas ini seperti kesenangan mereka untuk keluar berpesta, gila. Hampir tiap pagi Aku melihat bentol di pipi atau lengan ku. Padahal sudah kuracuni.

Dia keluar dari minimarket dengan plastik belanjaan, yang kulihat tadi isinya pembalut wanita. Pasti permintaan kakak nya. Aku memang menunggu nya. Dia agak kaget melihat ku tidak jauh dari pintu, berdiri di dekat sepeda nya.

Tanpa bicara, dia berusaha mengacuhkanku. Membebaskan standart sepeda, lalu memutar kemudi nya.
" Kenapa sih? Karena gue pakai jilbab?," Dia hanya melihat ku sebentar lalu mulai menuntun sepeda nya. Ini tanda, dia masih mau diajak bicara.

" Lo apa kabar?," tanya nya dingin, tanpa melihat ku. Kami berjalan menuju gapura kawasan rumah kami.
" Alhamdulillah. lo? Katanya lo baru putus?,"
" Baik, Puji Tuhan.  Abis naik gunung mana? atau abis dari mana lagi?," Dia tidak menjawab pertanyaan ku.
" Nis, please. Lo kenapa sih?,"
" Gue baik-baik aja Nis. Kemarin katanya ada yang meninggal di Semeru? Sekali-kali gue mau ikut dong Nis."

Aku menahan kemudi sepeda nya. Kami berhenti di dekat taman ibu-ibu PKK.
" Nis, kita udah sama-sama gede. Salah gue apa? " Aku memaksa sebuah penjelasan.
" Nis, udah lah kita bukan lagi Dennis-Nisa." matanya menatap kemudi sepeda.
" Lah? Tunggu. Lo mikir gua mau kita....?," Aku terhenti, bingung. Dia pikir aku mau melanjutkan 'yang dulu'?

" Please Dennis, jangan geer. Gua cuma mau penjelasan kenapa lo jauhin gue? Bukan, lo menghindari gue."
" Oke. Bisa nggak kita ngobrol disini 15 menit lagi? Merry nungguin 'ini'." tanya nya. Aku melepaskan kemudi sepeda nya dan memberi sebuah anggukan.


" Nih." Dia memberi sebuah bungkus kado begitu dia duduk di bangku taman.
" Apa?,"
" Buka aja."
Aku membuka nya, " Bungkusnya gue robek nggak apa kan?,"
" Iya, bebas Nis."
" Pashmina?," Aku kaget dengan isi kado nya.
" Katanya sih, beda ya sama jilbab?,"
" Ahahaha beda. Kalo pashmina ini lebih panjang biasanya, such as shawl Nis."
" Tapi bisa dipake kan?,"
" Bisa lah. Anyway, thanks ya."
" Suka nggak?,"
" Suka. " Aku tersenyum, " Tapi kenapa lo kasih ini? Ulang tahun gue masih dua bulan lagi. Lo lupa?,"
" Nggak. Itu...udah lama beli nya. Dua tahun lalu lah, dua hari setelah gua tahu lo memutuskan pake jilbab."
" Kok baru sekarang dikasih nya?,"
" Gue....takut Nis." Dia menghela nafas, kemudian melanjutkan, " Tapi gua inget lo pernah kasih gua rosario bokap lo."

Malam itu, setelah kami pergi menonton bioskop, hampir tiga tahun lalu.
" Nis, nih!" kataku sembari memberinya sebuah salib dengan Yesus Kristus ditengah salib nya, terbuat dari emas.
" Apaan nih?,"
" Rosario. Punya bokap dulu, buat lo aja kata nya. Kali aja lo jadi bener."
Dia cuma cengengesan mendengar penjelasan ku.

" Masih lo simpen?, " tanya ku penasaran.
" Masih. Bokap lo bener kayaknya. Setelah itu, gua jadi rajin kebaktian dan perkumpulan remaja gereja gitu."
" Hahahah bagus lah." Aku melipat pashmina itu lalu meletakkan nya diatas pangkuan.
" Lucu. Kenapa bokap lo nggak sekalian aja ngasih gua peci, sarung, sama sajadah?,"
" Untuk?,"
" Kali aja gua jadi muallaf." Aku diam, dia diam. Hanya ada suara jangkrik, dan gesekan ranting.
Katanya, semua makhluk ciptaan Allah itu selalu bertasbih, melalui suara-suara mereka yang tidak dimengerti manusia. " Semoga kamu bisa mendengar nya Nis, melalui bisikan lain." doa ku dalam hati.
" Bokap apa kabar?," pertanyaannya memecah kesunyian.
" Alhamdulillah. Insha Allah Papa Mama mau umrah bulan depan."
Dia mengangguk " Lo nggak ikut sekalian?,"
" Nggak, itu jadwal gua UAS Nis."
" Oh...sendirian dong di rumah?," Aku mengangguk. Sunyi datang lagi.
" Nis, kenapa?," Aku bertanya lagi.

" Gue...kesel. Tapi nggak tahu kesel sama siapa. Kayak...ada yang ngambil lo dari gue begitu liat lo pake jilbab."
" Tapi gue nggak berubah kan? Dari pertama kali kita duel basket di lapangan?,"
" Iya. Itu yang gua bingung. Kenapa lo masih Nisa? Gua kesel. Kalo lo berubah, mungkin lebih mudah buat gua Nis. " Aku tidak mengomentari, membiarkannya bicara sampai selesai.
" Masalah nya, lo masih Nisa yang seasik dulu. Partner basket gue, temen sepedahan gue, bahkan kita disebut pasangan emas. Gue canggung mau deket lagi sama lu."
" Karena kita beda?," Tanya ku akhirnya.
Dia hanya menghela nafas panjang. " Menghindari lo adalah hal tersulit. Gua nggak bisa menemukan pengganti lo. Dia mungkin lebih cantik, lebih anggun, lebih manja, lebih...tapi nggak ada yang bisa nemenin gua Nis." Aku terdiam, mencerna kalimat-kalimat yang barusan dikeluarkan.

" Tapi sekarang kenapa lo mau ngomong lagi? "
" Gue capek. Capek menghindari lo, capek mencari-cari, dan menyamakan perempuan lain. Karena cuma ada satu Nisa yang begini."
Sunyi kembali hadir.
" Maaf Nis."
" Ha? Kenapa minta maaf?," tanyanya bingung dengan penuturan ku.
" Gua pikir, selama ini lo benci sama gue karena gua akhirnya memutuskan berjilbab. Atau lo malu karena nggak bisa lagi keliatan bergaul sama gue beda sama lo. Ternyata lo malah beliin pashmina ini."
Dia menghela nafas lagi, " Gua juga yang salah. Tau-tau menghindari lo."
Kami berdua menghela nafas.
" Gue pulang dulu Nis, udah malem." Aku beranjak dari bangku.
" Iya gue juga." Dia ikut berdiri. " Eh iya Nis, besok Sabtu nonton yuk." ajak nya.
Aku menatap nya sebentar, melihat senyum nya.
" Boleh. Jam berapa?,"
" Nanti gue jemput ke rumah lo. Di rumah dari pagi kan?,"
" Iya. Oke gua tunggu. Papa kayaknya juga pengen ngobrol lagi sama lo haha."
" Sip. Eh, pashmina dari gue dipake ya." pinta nya bersemangat. Sesuatu yang hilang dari hidup ku bertahun-tahun, cara semangat mu.
" Iya. Sip." Aku mengacungkan jempol.

Di sepertiga malam itu, Aku kembali mendoakannya. Bukan supaya kami tidak lagi beda. Aku tidak mau memaksanya. Hanya berdoa supaya kami tetap saja begini, bahagia dengan cara kami sendiri.

Dennis

Malam itu, Aku juga berdoa dengan rosario di genggaman, di depan Kristus disalib. Supaya tetap saja begini. Entah doa siapa yang lebih dulu dikabulkan. :))




Rabu, 05 November 2014

Cerpen: Simpan Saja Part 2, Selesai.

Rindang kepada Aron

" Bunda, bunda...Kenapa kesini sih? " tanya anak laki-laki berumur 6 tahun dengan seragam putih-merah beserta ransel yang menempel di punggung nya.
" Sebentar ya sayang, bunda mau tengokin sahabat bunda dulu." jawab ku sambil mengusap kepala nya.
" Tapi bunda ini kan makam, sahabat bunda udah meninggal?," pertanyaan polos anak kecil.
" Iya." Aku menatap balik tatapan polosnya.

Kami berdiri menatap nisan marmer berwarna keabuan dibawah naungan pohon dengan bunga Kamboja putih bermekaran. Siang ini terik tapi tidak tampak menyiksa karena dahan-dahan nya memegangi rimbunan daun.

" Bunda, kok nama ku sama kayak nama yang di nisan itu?," Aku terkesiap, tangan ku mengelus lembut kepala nya sekali lagi.

Ron, aku datang menengok, memastikan Kamu baik-baik saja. Aku datang dengan Aron yang 'lain'.
Aku tidak bisa mengganti mu di hati ku. Seperti janjiku, Aku 'menjaga' mu, Aron. Kamu perlu tahu, Aron kecil seperti mu dulu. Sering menggodaku, padahal Aku ibunya hahaha. Mau tahu yang lebih lucu? Anak ini adalah anak ku dengan Duta. Duta setuju memberi nama depan bagi anak kami, Aron.
" Supaya Kamu tidak perlu merindukan Aron yang dulu. Kebahagiaan mu dengan ku sekarang Rin. Aku hanya ingin Kamu melupakan kesedihan mu." Begitu kata Duta. Dia baik sekali. Suami terbaik sepanjang masa. Kamu ingat kan, ketika dulu Aku bilang Adam Levine The Sexiest Man Ever. Ku ralat, Duta is The Sexiest Husband Ever :)

Aku juga pernah berjanji untuk selalu bahagia. Tak perlu kuceritakan padamu bagaimana rasanya. Keluarga kecil ku ini rupa dunia ku yang menyenangkan.

" Aron, coba sekarang Aron cerita ke Sahabat bunda ini, Om Aron. " kata ku kepada Aron dengan berlutut menyejajarkan diri dengan tinggi Aron.
" Cerita apa?,"
" Apa saja. Um...gimana kalau Aron cerita kalau Aron sudah masuk SD?,"
Aron kecil memamerkan senyum riang nya, " Oke bun, " dia mengacungkan jempol tangan kanan nya.

Aron kecil kepada Aron

" Om Aron, perkenalkan nama ku Aron juga hehe, aneh ya Om. Umur ku 6 tahun, hari ini Aku masuk hari pertama Sekolah Dasar. Tadi Ibu Guru bertanya siapa yang berani bercerita ke depan kelas, bercerita apa saja. Terus, Aku tunjuk tangan. Aku cerita soal Ayah dan Bunda. Tadi pagi Bunda kelupaan bawain Aku topi, terus Bunda lari-lari ke rumah. Ternyata topi nya udah Bunda masukin ke tas ku Om, untung Bunda belum lari terlalu jauh heheeh. Aku dan Ayah ketawa sampai kita sampai di sekolah baru ku. Aku sayang Ayah dan Bunda pokoknya. Udah Bun," Aron kecil menengok ke Rindang, yang sekarang sesengukan, dengan tetes air mata di pipi nya.

" Bunda, kok nangis? Bunda kenapa? Malu ya gara-gara Aron ceritain yang tadi pagi?,"

" Bukan sayang, Bunda nangis bukan karena itu. " Rindang menyeka air matanya.

Aron kepada Rindang

Hey Rin, senang melihat mu kesini. Lebih senang lagi mengetahui kalau Kamu bahagia sekarang. Apalagi Kamu ajak Aron kecil mu juga. Rasanya seperti terlahir kembali melihat nya hahaha
Sebelum ini Aku selalu merasa bersalah, meninggalkan mu 'lagi'. Harusnya Aku bisa melihat mu menjadi wanita tercantik di hari bahagia mu. Duta tidak salah memilih istri dan ibu bagi anak nya.
Aku selalu menyesal...

Tapi sekarang, Aku sudah lega. Kamu datang dengan bagian dari dunia mu. Memperlihatkan kebahagiaan kalian dengan 'Aku' yang lain di dalam nya. Aku turut bahagia. Tolong katakan ke Si Kecil ini, dia harus lebih jahil dari ku hehehe

Tolong katakan juga pada Duta, terima kasih atas kebaikan, kelapangan, ketabahan hati nya, atas kebodohan ku meninggalkan perempuan yang paling kucinta setelah Ibu. Terima kasih sudah menjaga Rindang ku menjadi Rindang nya. Tolong jaga dunia kecil kalian yang indah ini. Buat Aku iri sekaligus bahagia melihat nya. 

Aku selalu tahu, Aku terus mencintai mu. Tahu atau tidak nya kamu, atau suami mu. Tuhan, sudah cukup. Kalau tidak berjodoh di dunia, barangkali di tempat lain. 

Rindang kepada Aron

Baik-baik Ron, Aku pamit pulang. Aku akan mampir ke toko kue untuk membeli beberapa dus kue untuk pengajian 7 tahun kepergian mu, di rumah ibu mu. Walaupun tadi siang Ibu dan Mbak mu sudah bilang kalau kue sudah cukup, Aku ingin Kamu lihat kalau Aku tidak pernah lupa kue kesukaan mu, Kue Lumpur.

Selesai.



Selasa, 14 Oktober 2014

Dialog Malam

Kepada Penciptaku
Di Singasana-Mu

Dear Tuhan,
Pagi tadi Aku berdoa supaya mataku tidak terlihat sembap atau bengkak.
Kacamata ku sudah agak jarang kupakai, kurang nyaman.
Sehingga tidak ada lagi yang bisa kupakai untuk menutupi mataku.

Pagi tadi Aku juga berdoa supaya presentasi kelompok ku berjalan baik.
Perihal apa yang kuceritakan pada-Mu bisa sirna sejenak.
Tapi tampaknya presentasi kelompok ku memang harus diperbaiki, terlepas dari
apa yang kuceritakan.

Dear Tuhan,
Semoga cerita-cerita malam ku tidak pernah mengganggu-Mu.
Tentu tidak bukan? Kau hadir 24 jam dalam seminggu 3665 hari dalam setahun.
Tanpa tidur, dengan Penglihatan, Pendengaran luar biasa.

Semoga Kau juga tidak lelah melihat ku menangis. Lagi.
Bukan, aku bukan tidak sanggup atau mengeluhkan apa yang Kau ujikan.
Aku yakin dengan kuasa-Mu, aku juga pasti sanggup melewati nya.
Bukan kah Kau tidak memberikan ujian yang tidak mungkin mampu dilewati
hamba-Mu?

Itu artinya aku pasti sanggup.

Tapi lagi, tidak sanggup aku lewati ini tanpa air mata dan kurasan emosi jiwa.
Jadi, kuceritakan saja semalam.

Melalui sabda-sabda indah mu.
Melalui gerakan-gerakan lemah ku.
Aku berserah, Tuhan.

Aku hampir tak sanggup. Sungguh.
Andai aku tak ingat apa yang sudah Kau berikan pada hambamu yang pengeluh ini.

Melalui lelehan air mata, curhat-curhat ku meluncur.
Cerita ku tentang 'hidup' yang Kau berikan, tentang rasa sabar.

Dear Tuhan,
Tidak ada lagi tempat ku curhat, bercerita hingga lelah mata ini menangis.
Salah ku kah, jika tiap kali Kau beri ujian,
Maka semakin besar benteng yang kubuat?

Aku tidak lagi percaya siapapun. Siapapun.
Aku tidak lagi bisa menerima siapapun.
Salahku kah, jika aku tidak lagi bisa percaya pada hambamu yang lain,
Yang justru berwajah topeng di depanku?
Salahku kah, jika kepercayaan yang kubangun kemudian diruntuhkan seketika,
Lalu aku tidak lagi mampu percaya?

Beritahu aku, kesabaran macam apa yang kubutuhkan?
Beritahu aku, pemakluman macam apa yang musti kulakukan?

Sedang orang-orang itu terus saja menghujat.
Orang-orang itu terus mengatakan aku buruk, lalu mereka apa?
Orang-orang itu terus mengatakan mereka paling benar.

Tuhan, aku lelah. Boleh kan bilang begitu?

Dear Tuhan, 
Aku terlalu banyak meminta.
Aku terlalu banyak mengeluh.
Aku terlalu keterlaluan.

Padahal sudah nampak, sudah Kau tunjukkan keadilan-Mu.
Padahal sudah Kau tunjukkan, Kau tidak pernah ingkar.

Kali ini bolehkan aku menangis lagi, berkata lelah lagi.
Karena nanti, aku pasti sadar sendiri aku tidak pernah sendiri 
menghadapi ini.
Selalu ada Kau. Selalu...

Selasa, 16 September 2014

Tuhan, maaf aku belum bisa...

Jakarta, 17 September 2014
Dinihari, tengah malam lewat 6 menit di tempatku menulis ini.

Ditempat-Mu melihatku

Tuhan, aku mau tanya; Kenapa sih hidup Pak Mario sepertinya bahagia sekali? Sampai-sampai dia bisa jadi motivator. Kenapa juga ada orang-orang yang pernah jadi motivator karena pengalaman hidupnya, kemudian dia berubah jadi orang yang perlu dimotivasi?

Itu namanya hidup ya? Baiklah.

Suatu kali, Pak Mario dan Bang Tere Liye update status di Page mereka masing-masing. Menggunakan bahasa yang berbeda; Pak Mario dengan gaya bahasa nya yang tenang, Bang Tere dengan gaya bahasanya yang frontal. Keduanya bermakna sama;

Memaafkan kesalahan orang lain, akan membuat hidup kita lebih bahagia. Acuhkan saja apa kata orang yang tidak suka dengan kita, jalani hidup kita dengan baik, itu lebih layak diperjuangkan.
(Saya yang menyimpulkan)

Aku agak tersinggung. Sudahkan mereka merasakan kondisi titik nol di hidup mereka? Seperti apa sih titik nol bagi Pak Mario? Kayak apa sih titik jatuh bagi Bang Tere?
Kenapa begitu mudah mereka menulis begitu?

Iya betul, memaafkan itu mudah. Melupakan yang sulit. Ada lagi yang bilang, " Memaafkan itu mengalah tanpa kalah."

Karena apa? Cuma orang yang punya kebesaran jiwa yang mau memaafkan orang lain. Berbesar hati mau memaklumi, bahwa setiap orang itu wajar melakukan kesalahan. Yang nggak wajar itu sudah diberitahu tapi nggak sadar.

Tuhan, aku sudah disakiti. Berkali-kali. Kau tahu sendiri.
Ada malam-malam yang kuisi hanya dengan airmata dan sengukan.
Ada malam-malam yang kuisi dengan membasahi sajadah dan mukena.
Ada...

Bahkan ada saat ketika aku hilang sabar dan akhirnya bilang, " Ya Allah, Rega nggak sanggup. Bapak, kenapa pergi cepet banget sih? Rega nggak sekuat itu Pak,".

Ada waktu ketika aku hilang iman, dan membuang apa yang tidak seharusnya kubuang. Lalu berharap menjadi rusak selayaknya manusia buangan.

Sampai rasanya malu. Malu untuk menemui-Mu. Karena terlalu lemah jiwa ku, juga fisik ku. Karena terlalu banyak yang aku keluhkan. Padahal, apa yang kurang dari karunia-Mu?

Tuhan, manusia satu ini memang layak dapat teguran. Tapi jangan kejam-kejam, aku takut nggak sanggup.

Berangkat dari situ, aku memutuskan berhenti jadi makhluk keras kepala, berhenti jadi manusia pendendam. Aku memaafkan partner ku. Memang bukan permintaan maaf secara langsung, tapi aku mulai berkomunikasi lagi selayaknya dulu. Kuanggap konflik kami selesai. Kemudian, aku akhirnya mengirim ucapan maaf untuk nya, dan dunianya.

Permulaan yang bagus dengan partner.
Batu ini mulai lunak, mulai terbentuk cekungan.
Tuhan, aku mau sholat taubah. Tapi aku tidak tahu 'cara' nya.
Cara memaafkan, yang betul-betul maaf. Tanpa perlu lagi kuingat perkaranya.
Sehingga kalau ada yang menyebut namanya, hati ku tidak lagi bergemuruh. Tangan ku tidak lagi terkepal, kesal.
Memaafkan mereka, tidak semudah memaafkan partner ku.

Memaafkan itu sulit Tuhan. Sungguh. Aku takut, sungguhan takut. Kalau nanti, aku melakukan sholat taubah, aku masih mengungkit perkara-perkara itu lagi. Aku masih mau memukuli wajah mereka, dan membiarkan mereka merasakan apa yang dulu pernah mereka lakukan pada anak perempuan yang baru saja ditinggal meninggal Bapaknya. Tidak kah mereka berpikir, aku baru saja berduka? Kenapa mereka begitu tega? Makanya kubilang sulit.

Ini hidup bukan? Baiklah. Tuhan, aku belum sanggup sholat taubah. Sejauh ini, anggaplah aku sudah memaafkan mereka. Tapi entah apa yang akan kulakukan kalau bertatap muka.

Tuhan, perempuan ini masih memendam luka.
Tuhan, perempuan ini masih berpura-pura dengan senyumannya.
Tuhan, maafkan kalau aku banyak meminta.
Tabahkan aku, lapangkan hati perempuan ini, aku tidak mau lagi jadi pendendam.
Aku lelah jadi gadis keras kepala, tapi apa daya toh aku juga manusia.

Tuhan, aku tidur ya.




Senin, 25 Agustus 2014

Hari Partner

Senin, 25 Agustus 2014. Setiap hari Senin, Taman Margasatwa Ragunan off, hari ini tidak boleh ada kunjungan. Jadi, bisa dibilang hari Senin adalah hari cuti bagi satwa-satwa penghuni TMR. Kebijakan ini disebut Hari Satwa.

Cuti seperti ini hanya berlaku bagi satwa, karyawan dan pkl tetap harus masuk. Ya kalo karyawannya cuti juga, satwa nya nggak makan dong? Dan menurut Saya, Hari Satwa adalah hari paling lama, mungkin karena terlihat sepi jadi terasa lama?

Jadilah hari ini Saya iseng jalan-jalan sendirian, setelah memberi makan tentunya.

Tujuan Hari Satwa ini memberikan privasi kepada satwa, supaya nggak stress karena terus-terusan di-'pajang'. Iya dipajang. Ada aja pengunjung aneh yang kalo liat satwa, ngomongnya aneh-aneh, macam:
" Yah kok tidur sih macannya?," Jelas lah, hari itu siang cerah. Lagipula itu harimau bukan macan -_-
Atau...
" Kembangin dong ekornya, " Lho, mereka kan binatang, ekornya akan dibuka nanti untuk menarik betinanya di musim kawin. Bukan untuk menarik perhatian anda -_-. Kau pikir mereka model?

Ngerti sih, maksudnya mungkin sebagian hanya gurauan tapi tetep aja bikin mikir, " apasih ni orang?".
Pengunjung kadang suka nggak terima dengan kelakuan satwa, lho -_-
Seolah merak jawa nya nggak boleh keserimpet ekornya.
Elang Laut nya nggak boleh keliatan loyo, harus tegap begitu terus. Gagah.

Tapi hari ini ada elang bondol yang nabrak kandang karena mau turun ke kolam. Dia pake acara mandi pula di kolam. Biasanya nggak.
Dua ekor merak jantan berebut perhatian seekor betina dikandang berbeda, mirip cinta segitiga.
Mereka menikmati hari ini, jadi diri mereka sebagai binatang bukan pajangan :)
Saya tergelak-gelak sendiri.

Kemudian ingat dia, partner saya. Yang kelakuannya aneh itu, iya yang aneh tapi kalau didepan orang sok cool itu.
Rasanya kadang timbul kasihan, hidupnya kaku amat -_-
Harus terlihat sempurna, atau memang dia yang mau dipandang sempurna? Ah sepertinya memang keduanya.

Memangnya nggak capek ya? Kamu pura-pura kan? Coba buka topengnya :)
No no, I'm fine. Buka aja. Kan yang boleh sempurna itu cuma Tuhan.
Memangnya kamu Tuhan? Hihihi, jangan merasa begitu. Nanti kamu capek sendiri.
Karena manusia itu hanya ciptaan, makanya nggak bisa sempurna.

Mungkin sebaiknya, kita adakan hari khusus seperti ini. Di hari seperti ini, kamu bisa melepas topeng seharian. Seharian loh :)
Kamu mau ngapain juga silahkan. Selama nggak merugikan orang lain.
Kamu nggak perlu takut kepladuk batu-jatuh-bedarah-darah.
Nggak perlu takut dipandang aneh. Karena sebetulnya setiap orang itu aneh.

Dan kamu nggak perlu bohong. Iya, bohong.
Entah kenapa partner mu ini sering merasa dibohongi.
Kalau partner sendiri saja tidak bisa kamu beri kejujuran, lantas yang mana yang kamu beri?
Kalau partner sendiri saja tidak bisa dipercaya, lantas percaya siapa?

Benar, keluarga. Betul sahabat. Tapi bukankah partner itu orang yang ada disamping mu ketika melakukan kesalahan dalam sebuah pekerjaan? Seorang partner tahu apa yang kurang baik sampai yang luar biasa dari pasangannya. Dan dia menerima nya, seperti yang sedang kulakukan.

Bagi partner mu ini, cukuplah menjadi kamu sendiri dihadapan partner mu.
Iya memang kamu lakukan, tapi...itu pun kamu lakukan setengah-setengah.
Hey, kita masih partner nggak sih? Kalau iya, jangan setengah-setengah.
Partner mu tidak butuh segala macam 'pajangan' yang melekat padamu.

Kita bikin Hari Partner saja, untuk Kamu,



Senin, 04 Agustus 2014

Mudik

Setiap setahun sekali Saya menghabiskan malam takbiran di tempat itu.
Kampung yang dihuni mayoritas muslim, di ujung jalan sana ada sebuah rumah.
Rumah khas jawa, tidak ada dinding batu bata, hanya ada kayu-kayu.
Tidak ada sekat kamar untuk tidur, hanya ada ruang tengah luas tempat karpet dan kasur digelar.
Di rumah ini, konon Ibu saya menghabiskan masa kecil nya, sebagai anak ragil.

Dulu, ada 6 orang lainnya yang menghuni rumah ini. 2 orang putra dan 4 orang putri, serta Ibu saya.
Sekarang hanya ada 2 orang renta yang tinggal disana.
Sepasang suami istri yang hanya mampu mengingat umurnya sudah lebih dari setengah abad, mungkin sudah seabad.

Tahun-tahun Lebaran yang Saya lalui dengan Mbak-Mas sepupu saya, dan adik-adik saya, bukan menikmati lengangnya Jakarta.
Kami disuguhi riuhnya rumah kayu itu dengan jumlah tamu yang datang.
Dua orang itu dianggap orang tertua yang harus dikunjungi setiap Lebaran.
Setiap hari Idul Fitri, rumah itu tidak pernah sepi.

Saya dan keluarga biasanya menjadi yang paling akhir kembali ke Jakarta.
Yang terakhir kali menikmati keadaan kampung itu setelah Lebaran, setelah ditinggal merantau lagi.
Yang tersisa hanya dua renta tadi. Beserta tetangga mereka, yang juga renta.
Mereka, renta, sendiri di rumah kayu.

Nantinya, tangan keriput itu akan kembali mengambil kayu bakar sendiri.
Kaki renta itu akan kembali menapaki jalan menuju langgar perlahan.
Rumah kayu itu kembali hanya akan sunyi.
Suara jangkrik di belakang rumah akan terdengar lebih nyaring.
Suara gesekan buluh bambu di samping rumah akan terdengar lebih mistis.

Sampai suatu kali, kembali Idul Fitri.
Rumah kayu itu kembali riuh, kembali berpenghuni.
Dua renta tadi, dan tetangga-tetangga mereka yang juga renta punya kawan lagi.

Selasa, 01 Juli 2014

Cerpen: Simpan Saja Part 1

Aku yang paling Kau cinta
Aku yang paling  Kau mau
Rahasiakan Aku sedalam-dalamnya cintamu (Sabar- Afgan)
 
Ponsel ku berdering lagi, mungkin sudah ada tulisan belasan miscall di monitor nya. Peduli setan!
Muak sudah, kuangkat saja kali ini. Nada sapa ku agak ketus.

“ Apa? Ini masih pukul tujuh pagi,”.

“ Turun dong. Aku di depan pagar,” balas suara di seberang. 
Suara bass yang selalu kurindukan. Suara berat-tenang-dalam yang memabukkan.

Aku masih mengenakan piyama biru laut ku dengan motif kepala beruang, betul-betul menunjukkan bahwa dia menganggu. Tangan ku terlipat di depan dada.

“ Ada perlu apa? Ayah dan Bunda sedang menengok Mas Rusuk di Bogor, istri nya baru saja melahirkan. Aku hanya sendiri dengan Mbok Nah. Besok siang mereka pulang, kesini besok saja.” ujar ku langsung, tak peduli ketika dia mulai menaikkan alis. Tanda bingung nya.

“ Aku tidak tanya mereka loh. Belum.” balas nya, diselingi senyum.

“ Lalu? Acara lamaran ku masih lusa, aku sudah kabari ibu mu. Kalau-kalau ibu mu mau membantu.”

“ Hmm…boleh aku masuk?,”

“ Tidak. Aku sudah di-tandai,” aku menunjukkan cincin pertunangan ku. “ Aku tidak mau calon suami ku berpikir aku murahan. Kamu tahu itu,”

“ Tapi kupikir…dia sudah tahu kalau kita berteman sejak dulu. Lagipula, aku sudah lama loh tidak pulang ke Jakarta.” Balasnya sama tenang, sama dalam. Menyebalkan, kapan sih dia bisa kehilangan control emosi jadi aku bisa tahu perasaan spontannya.

“ Hmm…,” aku terdiam, menghembuskan napas panjang. “ Aku akan pergi fitting kebaya pukul sebelas nanti. Jemput aku disini.”. Lalu aku masuk kedalam rumah. Jangan Rindang, jangan berbalik. Dia akan senang melihat mu berbalik. Pesan ku dalam hati.

“ Baik. Pukul sebelas, disini. “ katanya. Lalu pergi setelah melihat pintu tertutup.

“ Wow, apa calon suami mu meminta mu berdandan seperti ini?,” goda nya di dalam mobil ketika perjalanan menuju butik tempat ku memesan kebaya.
Aku mengenakan midi dress warna tosca dan wedges warna hitam. Rambut hitam ku, ku kuncir kuda saja. Lengkap dengan make-up minimalis, dengan sapuan lipstick warna peach.

“ Tidak. Ini keinginan ku.”

“ Wah, berarti ini khusus untuk ku?,” goda nya lagi. Aku hanya menaikkan alis, sebal.

“ Hahaha, bercanda Rindang. “

“ Utrecht tidak bisa merubah sikap mu yang menyebalkan.” balas ku datar.

“ Hmm…Jakarta juga sepertinya memberikan mu efek pengawetan ya?,”

“ Bagus kan? Aku masih ‘Aku’, ”

 “ Kamu, gadis kecil yang memukul tiap kali dijahili kakak nya, tidak pernah berubah. Pemberontak. Tidak takut apapun,” dia tersenyum, “ Sekarang yang duduk disamping ku, perempuan cantik dengan dress dan make up natural,” katanya melanjutkan. 

Aku hanya melirik nya dengan alis terangkat sebelah. 

Sapaan desainer kebaya lamaran dan pernikahan ku langsung terhenti ketika melihat Aron, nama laki-laki ini.

“ Siang Rin, apa kabar? Lho? Ini….siapa?,”
“ Oh iya tante, kenalkan ini Aron teman Rindang dan Mas Rusuk. Tetangga juga. Sedang melanjutkan S3 nya di Utrecht. Aron, ini Tante Sabrina yang mendesain kebaya ku. Aku juga dikenalkan dari Duta,”. Duta, nama calon suami ku. Aron menjabat tangan Tante Sabrina. Setelah itu, Aku digandeng menuju manekin yang dipakaikan kebaya putih gading yang lusa akan kupakai.

“ Suka Rin?,” pemilik butik itu menoleh, memandang ku.

“ Suka tante, sesuai bayangan.” Jawab ku dengan tersenyum. Aron mengamatiku yang sekarang berdiri didepan manekin, meraba-raba brokat pada kebaya.

“ Tante tinggal sebentar ya Rin, ada pelanggan lain soalnya.” Ujar nya sambil melangkah pergi kedalam ruang kerja nya yang penuh sketsa gaun dan kebaya.

“ Cantik. Desainnya nggak rumit, cocok untuk mu.” Kata Aron, setengah berbisik. Pasti tadi dia berjalan dengan sangat tenang, sampai langkah nya tidak kudengar. Aku terlonjak, kaget sampai tak mampu membalas kalimat-kalimatnya.

Aron kepada Rindang

Aku tahu ini sangat salah Rindang. Aku memang sengaja pulang disaat persiapan pernikahanmu. Aku tidak bisa menyalahkanmu kalau kamu membenciku. Tapi tolong jangan menghindar.

“ Tuhkan…kamu cantik banget deh Rin,” suara wanita pemilik butik ini membangunkan lamunanku. Kamu keluar dari ruang ganti dengan kebaya brokat warna putih gading. Rambut mu masih dikuncir kuda dan make-up juga belum berubah, tapi yang berdiri didepan cermin itu sekarang bukan lagi Rindang yang tadi pagi kubangunkan dari tidurnya. Sangat cantik, sangat dewasa.

“ Ini rambut nya mau gimana ya tante?,” kamu bertanya, suara mu menusuk sekali. Mengetahui bahwa kamu mempersiapkan diri, secantik ini. Tapi bukan untukku. Aku tidak memahami yang pemilik butik ini sampaikan. Apapun itu, aku sangat yakin itu akan membuat mu semakin membuat ku iri dengan Duta.
Laki-laki beruntung itu, sebetulnya baru kusadari beruntung, Duta. Yang akan resmi menjadi suamimu kira-kira sebulan lagi. 

Wajahku seperti ditampar ketika Ibu menelfon ku untuk mengabarkan kamu resmi bertunangan, dan minggu ini kamu akan mengadakan lamaran, kemudian bulan depan kamu resmi menjadi istri orang.

“ Ron, Rindang mau menikah. Kamu bisa pulang nanti? Ndak enak sama keluarganya Rindang dan Rusuk. Kan kita tetangga dekat,” kabar dari ibu langsung membuat ku hilang keseimbangan tangan.

“ Kapan Bu? Mudah-mudahan bisa. Siapa calonnya? Saya kenal dia bu?,”

“ Sekitar bulan Mei katanya. Namanya…lupa, teman kantor nya Rusuk.”

“ Oh…begitu. Nanti Saya kabari lagi bu. Mudah-mudahan Saya bisa pulang.”

“ Ya sudah, kalau bisa pulang ya. Ibu sudahi dulu, kamu hati-hati ya.” Ibu menutup sambungan. Aku memasukkan telepon saku ku kedalam kantung celana. Kemudian terbayang wajahmu. Terakhir kali aku melihat wajah dengan hidung mancung itu tiga tahun lalu. Di bandara. Saat itu, kamu berusaha keras tidak menangis.

“ Kenapa harus pergi? Bukan seperti ini caranya untuk melupakan, Aron.” Katamu waktu itu, suaramu bergetar.

“ Rindang, aku pergi bukan karena putus asa. Kamu tahu kan ini keinginan ku sendiri. Aku mendapat beasiswa S3 di Utrecht. “

“ Kalau ‘dia’ masih hidup, kamu juga tidak akan pergi kan? Sekalipun itu Utrecht. Iya kan?”. 

Saat itu aku tidak menjawab, dan kupastikan sendiri kamu tahu jawabannya. Aku pengecut sekali memang. Saat itu hatiku hancur. Tepat seminggu setelah aku melamar ‘dia’, sebuah sepeda motor menyalip sepeda motornya sampai dia jatuh terpental. Tubuh nya yang mungil terlempar ke aspal, dan tewas seketika di tempat. Kamu tidak akan pernah tahu rasanya Rindang. Sangat pedih.

“ Aron, mungkin memang akan selamanya kamu menganggapku adik mu. Mungkin aku tidak pernah bisa jadi seperti ‘dia’. Tapi kamu tahu aku mencintaimu, bukan seperti cinta adik kepada abangnya. Dan aku sudah menunggu lama.”. Aku tidak mampu mengucapkan apapun, hanya mengusap kepala mu pelan. Lalu pergi. 

Sesampainya di asrama, Rusuk menelponku. Nadanya terdengar menahan sesuatu. Amarah.
“ Jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi. Kalau kamu masih menganggap aku ini teman mu, tolong dengarkan dan patuhi kata-kata ku barusan.”
Karena itu, aku datang kerumah mu pagi ini. Aku tahu, Rusuk sudah pindah ke Bogor setelah pernikahannya. Dia tidak mengizinkan aku menampakkan wajah di depan pagar rumah mu. Menjaga mu supaya tidak terluka lagi, katanya. Aku juga terluka Rindang. Juga merasakan sakit nya. Bukan karena dia saja, tapi karena Kamu. Aku menyadarinya, bahkan sebelum aku resmi melamar ‘dia’. Kalau aku jatuh cinta pada adik sahabat ku, kawan main ku sejak kecil.

“ Rin, lapar nggak?,” tanya ku begitu Rindang keluar kamar ganti.

“ Nggak. “

“ Bohong ah. Pasti lapar. Atau kamu sengaja, supaya tetap terlihat ramping di hari pernikahan mu?,”

“ Nggak. Memang nggak lapar kok. “

“ Kamu takut kelihatan gemuk ya?,” ledek ku. Bukan upaya ku untuk mengajak nya makan siang. Kita butuh tempat yang lebih privasi.

“ Jangan nyebelin deh Aron, aku nggak lapar.”

“ Tapi ini sudah jam makan siang Rin. Aku lapar, boleh kan supir mu makan siang dulu?,”

“ Mau makan dimana?,” akhirnya pertanyaan itu. Aku hanya membalas dengan cengiran lebar.

Rindang kepada Aron

Apa sih mau mu Ron? Pikir ku sambil mengamati laki-laki berkacamata ini melahap bento nya.

“ Kamu nggak akan kenyang hanya dengan melihat ku Rin,”

“ Aku nggak lapar Ron, “

“ Bohong. Kita ini partner in crime kalau sudah soal makanan.”

“ Oya? Sepertinya aku sudah berhenti jadi partner mu sejak tiga tahun lalu.”

Aron berhenti mengunyah. Menatap ku dalam.
“ Biar kuhabiskan dulu makanan ku. Setelah itu, siang ini jadi milik kita.” 
Maaf? Milik kita? Ini mau mu, mengajak ku bicara dengan alasan makan siang. 

“ Mau apa sih kamu?,” tembak ku langsung. Kamu hanya menghembuskan nafas panjang, sembari duduk.
“ Pasti kamu punya tujuan kan? Setelah 3 tahun menghilang?,” Aku bahkan tidak ikut duduk di bangku taman. 

“ Aku nggak menghilang Rin,” kamu meluruskan kaki jenjang mu dari bangku taman kota.

“ Ron, aku mau menikah. Boleh kan aku bahagia?,” wajah mu menatap ku, tapi menatap lurus. Ke arah jalanan.

“ Aku nggak akan menghalangi kamu bahagia. “

“ Bagus. Jadi, bisa kita pulang sekarang?,” aku berbalik, tapi…

“ Rin, jangan. Jangan menikah dengan laki-laki itu.”

“ Maksud mu?,”

“ Maksud ku…mungkin….” 
Trrrtttt, ponsel ku berbunyi. Duta is calling, begitu tulisan di monitor.

“ Hallo, kamu masih di kantor?, “ sapa ku langsung. Aron berhenti bicara. “ Iya, tadi aku ke Tante Sabrina. Bagus deh, hihihi. Kamu cepetan fitting juga dong,”
“ He? Sendiri kok. Naik taksi ke sana.” Aron melihat ke arah ku tak percaya.
“ Ih jangan, nanti gak surprise. Ini sedikit lagi sampai rumah.”
“ Iya. Jangan lupa makan ya,” sambungan terputus.

“Kira-kira, Duta bakal cemburu sama supir taksi nggak ya?,” Aron berujar tiba-tiba, ada nada tersinggung.

“ Aron, aku mau pulang." sahut ku tak menggubris komentarnya barusan.

" Aku belum selesai bicara Rindang." ujar Aron dingin. Baru kali ini aku mendengar nada bicaranya seperti ini.

" Oke, waktu mu lima menit." kata ku tegas.

Aron hanya menatap ku, keningnya berkerut. " Penjelasan yang kamu ingin kan selama tiga tahun hanya kamu berikan waktu lima menit? Apa itu adil?,"

Aku menatapnya ganti. " Tiga tahun menghilang dan sekarang tiga hari sebelum lamaran ku kamu datang. Kamu minta keadilan? Sekarang pikir apa itu adil buat ku?," suara ku mulai bergetar. Argghhh, jangan menangis Rindang. Jangan disini...di tempat umum...memalukan.

" Rin..." Aron berdiri menghampiriku. Aku mundur selangkah.

" Cukup Aron. Dulu aku pernah membiarkan mu bahagia dengan pilihan mu, sekarang...aku mohon, aku hanya ingin bahagia bersama Duta."

" Aku memang pernah memilih bahagia dengan 'dia', pilihan ku. Tapi Duta bukan pilihan mu. Tidak sama kan?,"

Orang gila ini ngomong apa sih? Aku tidak bisa membalas kata-katanya, karena...itu benar. Aku hanya menatapnya.

" Jangan berbohong. Aku mengenal mu dari kecil, Rindang. " suaranya tenang, bukan untuk merayu. Lebih kepada meyakinkan.
" Kamu masih mencintai ku kan?,"

Kali ini dia betul-betul gila, " Memang." jawab ku tenang.

Aron tersenyum, dia membuka mulut untuk bicara, tapi
" Tapi bahkan aku tidak peduli lagi Aron. Memang aku masih mencintai mu, tapi maaf aku tidak lagi mengejar laki-laki yang mengacuhkan aku. Ada orang lain yang menunggu ku penuh cinta, lalu kenapa aku harus kembali mengejar? Aku lelah. Itu saja. Terima kasih. " aku bergegas pergi lalu memanggil taksi.

Empat puluh lima menit kemudian aku sudah berada di kamar. Menangis tanpa berganti pakaian.






Sabtu, 14 Juni 2014

Degup Rusuk

Jakarta, 14 Juni 2014

Sabar...sabar lah cintaku...

Tidak pernah kuragukan sedikitpun yang Dia tulis dalam Al-Quran. Bahwa laki-laki baik hanya untuk wanita baik. Bahwa setiap makhluk diciptakan berpasangan.

Juga tidak pernah kuragukan, bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri. Kenapa disebelah kiri? Karena dekat dengan jantung. Pernah merasakan jantung mu seperti berlari marathon ketika berjumpa dengan lawan jenis? Itu dia. Organ mu bereaksi ketika berada dekat dengan bagian nya yang hilang.

Seperti ketika aku bertemu Abang, dulu. :-)
Degup ini tidak bisa disangkal.
Tapi Apa Abang juga merasakan degup yang sama?

Untuk itulah Bang, aku menyebutkan nama mu dalam sujud malam. Dulu.
Aku bertanya, Apa benar aku bagian dari rusuk mu?
Kalau iya, Aku mohon untuk didekatkan-dimudahkan.
Kalau tidak, Aku mohon supaya degup ini dihilangkan, digantikan dengan degup orang lain, yang nanti bisa jadi imam ku.

Rahasiakan aku sedalam-dalam nya cinta mu...

Iya. Aku merahasiakannya. Merahasiakan nya dari Abang dulu. Menunggu...
Rasanya melelahkan menunggu bertahun. Hingga suatu malam, Aku mengadu pada-Nya. Tentang Abang :-)

Aku mencintai hamba-Mu yang satu itu,
Rasanya kenapa begitu menyiksa.
Kalau iya cinta itu fitrah, bukankah seharusnya aku boleh mengatakan kepadanya bahwa aku mencintai nya?
Tapi aku gamang. Aku wanita. Dia laki-laki yang baru saja kehilangan cinta nya. Bolehkah?
Allah Yang Maha Baik, aku tidak ingin menumpuk rasa ini lebih tinggi lagi. Aku takut nantinya rasa ini hilang kendali dan meledak, menghancurkan semua kebaikan nya.

Jawaban-Mu hadir dalam bentuk abstrak yang tidak bisa kubaca, tapi harus kunalar.
Keinginan untuk memberitahumu hilang ditelan petang. Tiba-tiba dan perlahan. Hingga saat ini aku sangat yakin, Abang hanya tau kalau aku pernah berteriak histeris saat dia lewat dengan alasan yang tidak dia pahami.

Belakangan ini aku juga mengadu, tentang 'partner'.
Entah kenapa selalu saja berpikiran buruk tentang nya. Harap dimaklumi.
Aku tidak mengenal nya seperti aku mengenal Abang.

Bahkan tidak pernah terpikir bahwa aku akan merasakan rindu seperti aku merindukan Abang dulu.
Ketika dulu, aku akan lewat didepan rumah Abang atau menunggu Abang di depan komplek atau melihat foto Abang di media sosial.
Sekarang aku tidak bisa sesumbar. Rindu ini tidak punya tempat pulang. Aku tidak bisa lewat didepan rumahnya. Tidak bisa menunggu nya. Tidak bisa melihat fotonya.

Bukan karena takut kehilangan kontrol seperti ketika dengan Abang.
Ketakutan ku kali ini punya cerita yang lain.
'Partner' ku berasal dari planet berbeda. Sekelilingnya menganggap kesulitan komunikasi dengannya. Tapi aku tidak. Aneh bukan?
Dia bisa tertawa lepas, bisa mengejek, bisa menjadi manusia didepanku.

Tapi aku takut. Takut dengan dunia nya. Dia memang menjadi manusia di depan ku, tapi masih orang lain. Dia manusia di depan ku, tapi masih dari planet lain. Dia memang manusia yang kurindukan. Dia memang manusia yang kuperhatikan. Bukan karena timbal balik dari yang telah dia berikan. Aku melakukannya :-)
Meski masih dengan ketakutan yang sama, degup ini mulai berganti pemilik kurasa. Miliknya.

Tapi kali ini ketakutan ini kujadikan benteng pertahanan yang kulengkapi doa.
Rindu ini memang masin belum punya tempat pulang sehingga kuikat dengan doa.
Perasaan ini tidak lagi kusimpan dalam menara tapi kubagi dalam doa;
Kalau iya aku bagian dari rusuk nya, tentu tidak akan pernah tertukar.
Kalau bukan semoga pemilik rusuk ini calon imam yang lebih baik :-)

Kalau sayang seharusnya tidak diumbar. Tetapi dijaga layaknya yang teristimewa :-)
Kemudian kujaga ini sampai tiba saat nya ketika Dia menyatukan aku dengan rusuk ku.

Selamat Malam Semesta

Rabu, 14 Mei 2014

Surat Untuk Abang.

Jakarta, 14 Mei 2014

Teruntuk:
Abang yang selalu kupanggil Mas Ganteng.


Sigh, kalimat pembuka yang menjijikan ya? Hihi. Tapi memang begitu. Kamu, apa kabar Bang Mas Ganteng? Aku masih menguntitmu diam-diam dalam dunia maya. Mengintip siulan mu di twitter, atau berharap kamu mulai mengganti profil picture mu di facebook, yang berarti kamu aktif belakangan. Oh iya, mungkin kamu sibuk dengan pekerjaan mu. Atau sengaja. Supaya tidak perlu mengingat wanita itu lagi.

Kamu sangat mencintai nya. Aku tahu itu dengan baik. Bahagia yang matamu perlihatkan ketika kamu bicara dan tertawa bersamanya, tak bisa diberikan oleh wanita lain. Mungkin.
Tapi, kamu harus sadar SEKARANG Bang Mas Ganteng. Cobalah melihat dunia, dunia ini tetap berputar. Coba lihat lautan disana, mungkin sudah ada beberapa tukik yang berlajar berenang selagi kamu berdiam.

Bang Mas Ganteng, aku sudah berjalan sekarang. Entah dia orang yang tepat untuk menggantimu atau bukan. Entah ini untuk selamanya atau sekedar pembelajaran. Tapi kamu harus tahu, dia orang yang berbeda dengan mu. 

Bang Mas Ganteng, aku mengganti mu dengan orang lain yang sama sekali berbeda. Kebetulan saja cocok, mungkin begitu. Tidak perlu kupaksakan diriku untuk menerima orang ini. Karena di awal aku sama sekali tidak menyukai tingkahnya. Sangat berbeda dengan mu kan? Sudah sejak pertama kali kita bertemu di Taman Kanak-Kanak, ketika kamu takut menaiki tangga. Aku menyukai wajahmu yang ketakutan :-)
Kesukaan yang aneh ya? Kamu lucu sekali. Dan sejak itu aku menyukai wajah-mu. Iya wajah, dan hanya wajah. Tidak pernah tahu, kalau kamu sering turut berjamaah di masjid. Tidak pernah tahu, betapa wajahmu sangat menyejukkan mata ketika basah oleh wudhu. Tidak pernah tahu, senyum mu sangat manis, matamu sangat coklat, alis mu sangat tebal. Pun ibumu. Yang secara tidak sengaja, entah bagaimana, takdir sering membuat aku duduk disamping nya. Dan bersalaman dengannya ketika kami bersiap keluar dari masjid.

Bang Mas Ganteng, lucu sekali bukan? Ibu dan adik perempuan mu sering berada dekat denganku. Diam-diam, pernah kucuri doa sembari mencium tangan ibumu, " Semoga anda bisa menjadi mertua saya,". Sudahlah, mungkin doa ku dijabah dengan cara lain :-)
Lucu sekali bukan? Diantara puluhan orang didepan panggung saat itu, aku melihat mu berjalan disebelah kiri posisiku. Seperti dibisikkan, aku menengok tepat ketika kamu datang. 
Lucu sekali bukan? Ketika aku mulai merasa pertemuan kita ditakdirkan, saat itu pula pertemuan ku dengan kalian ditunjukkan. Senyum nya dan senyum mu, dalam satu waktu. 
Takdir ini lucu sekali, Tuhan Maha Bercanda memang. 

Bang Mas Ganteng, Aku tidak lagi menunggu mu lewat di depan rumah atau berharap berpapasan dengan mu didepan lapangan. Ini tidak adil untukku. Dan tidak adil untuk orang yang kuacuhkan. Kamu juga Bang, jangan seperti itu. Ada orang lain yang mencintai kita. Berpusar dalam masa lalu dan keegoisan hanya akan membuat kesakitan yang lebih lagi. 

Bang Mas Ganteng, sehingga aku memutuskan untuk mengganti dirimu. Mungkin aku masih akan suka dengan wajahmu. Tapi tidak lagi menunggu mu dengan jantung berdebar. Aku lebih memilih menunggu orang yang memberiku kepastian. Aku lebih memilih memperbaiki diriku sendiri sekarang. Karena wanita yang baik akan bersama laki-laki yang baik bukan? Aku tidak tahu definisi baik seperti apa yang dimaksud, tapi dengan menjaga hati kurasa itu sudah baik. Mungkin suatu kali nanti, aku akan menikahi laki-laki yang tidak sepertimu, dan mungkin aku tidak bisa mencintai nya seperti aku mencintai mu. Dan mungkin dia berbeda, tapi berbeda itu tidak apa kan? 

Bang Mas Ganteng, mungkin suatu kali nanti kamu akan menikahi wanita yang berbeda dengan wanitamu dulu. Tapi bukan tidak mungkin dia bisa memberikan kenyamanan yang kamu perlukan. Tidak kah bisa kamu bayangkan, ketika kamu lelah pulang kantor, dia membawakanmu secangkir teh hangat yang menenangkan hari mu yang melelahkan? Tidak kah kamu bisa membayangkan, ketika kamu bangun pagi di akhir minggu akan ada yang memberikan senyum paling hangat dan paling manis didunia? Dan wanita itu bukan wanita mu yang dulu. Jangan jadikan dia bayangan atas wanita mu yang dulu, jangan kamu banding-bandingkan. Setiap orang itu berbeda Bang. Kamu tidak bisa menemukan orang lain yang sama persis. 

Aku juga akan seperti itu suatu kali nanti. Membuat kan minuman untuk pasanganku, mendengarkan hari nya yang melelahkan, dan tertawa karena obrolan konyol kami. Thats sounds great. Dan mungkin orang itu bukan kamu Bang. 

Mungkin kamu tidak pernah tahu, perasaan diam-diam ini. Yang tidak busuk selama 4 tahun, bukan karena formalin. Tapi karena kekonyolan ku sendiri. Biar saja. Setidaknya, itu berarti aku pun menjaga hati. Keuntungan untuk pasangan ku nanti pula.

Terakhir, baik-baik ya Bang :-)

Rabu, 09 April 2014

Catatan ke-21

April, 9 April 2014


Kepada Galaksi Bima Sakti
Tempat jauh nan penuh cahaya.

3 hari lalu, massa hidup ku berkurang. 21, angka yang besar. Itu berarti sudah 4 tahun lebih Bapak pergi. Meninggalkan Aku, anak perempuan satu-satunya.

Aku titip salam untuk beliau. 

Air mata ini tidak akan pernah habis sejujurnya.
Rasa kehilangan, dan ribuan rindu tidak pernah hilang sebetulnya.
Ku tahan, ku penjarakan dalam.
Seolah baik-baik saja kemudian.

Pak, masih ingat wejangan saat pertama kali Rega menstruasi?

Beliau menelepon, dari seberang lautan. Suaranya masih terbayang sampai saat ini.
Suara tenang, dalam. Terselip kebanggan, yang seolah bicara diam-diam
" Kamu sudah besar. Putri bapak sudah besar,".
Aku yang selalu takut dengan mu, hanya mendengarkan dan menjawab dengan 'Iya'.
Tapi sejak itu, Aku tidak pernah berniat mengkhianati kepercayaan Bapak dan Ibu.

"Semua terserah Kamu Ga, Bapak dan Ibu yang sediakan biaya nya. Kamu yang perjuangkan masa depan mu."

Menuju usia 17 tahun, Bapak mulai bertanya mau melanjutkan pendidikan kemana?
Keinginan Bapak supaya Aku jadi sarjana, sedang kuperjuangkan. Kuharap tidak akan sulit untuk mengenggamnya nanti. Singapura atau Beasiswa Jepang sudah kuperhitungkan, sudah kuperbincangkan dengan Bapak dan Ibu. Sampai kemudian, hari itu datang. Hancur hati kami semua, bukan hanya Ibu yang merasa ditinggalkan. Percayalah, kami, anak-anakmu. Aku, putrimu. Saat itu juga aku merubah tujuan. Tidak perlu pergi kesana. Disini saja, menjaga peninggalan Bapak yang berharga; Ibu, Abi, dan Dito.
Saat itu hanya tiga bulan lagi menuju 17 tahun ku. Dan Bapak tidak sempat memberi ku 'hadiah'.
Sebegitu percayakah Bapak? Aku masih memegang nya, Rega masih putri Bapak yang dulu Bapak berikan nasehat.

Pak, hari ini Rega 21. Bapak nggak mau ngasih wejangan? (6 April 2014)

Bapak tidak datang malam itu, tidak mengucapkan apapun lewat mimpi. Bapak lupa? Ibu datang ke kamar shubuh itu, dengan setengah menangis.
" Mbak, kamu kok nggak bangun? Kan hari ini ulang tahun,"
" Ha? Iya ya? Eh iya...Rega lupa bu,". Aku lupa hari lahir ku sendiri. Pentingkah mengingatnya? Aku hanya perlu tahu, setiap bulan keempat massa hidup ku berkurang.
Kemudian beliau mengucapkan harapan-harapan. Termasuk harapan agar aku segera menemukan laki-laki yang bisa menemani dan menjaga putri satu-satunya.
Kalau Bapak ada, mungkin akan lebih rumit. Akan lebih banyak introgasi. Membayangkan nya saja membuat ku tersenyum. Seharusnya, Bapak memang menjadi filter, lebih jauh lagi, seharus nya Bapak bisa menjadi wali ku. Lebih indah lagi, seharusnya Bapak bisa mendengar anak-anak ku memanggil Bapak dengan sebutan 'Akung'.

Sekarang, Aku tidak punya itu. Filter nya ku lakukan sendiri, belajar dari mereka di sekitarku. Semoga tidak salah. Semoga tidak tersesat. Aku melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan, dan berdoa supaya yang kulakukan benar, yang kulakukan sesuai dengan harapan Bapak.

Pak, Rega mau ketemu. Sebentar. Bisa?

Bohong, kalau Aku bilang tidak akan pernah menangis lagi. Ini kenikmatan rindu atas orang yang aku cintai.
Akan kuselipkan doa pada tiap kata rindu dan tetesan air mata.
Selama, rasi Salib Selatan masih bisa kutemukan. Selama itu pula, Aku bisa menemukan Bapak tidak pernah jauh dari kami.
Selama lautan masih menggenangi bumi, selama itu pula bau lautan serupa bau tangan Bapak tiap kucium hormat.

Salam kangen,

Kami, yang Bapak tinggalkan



Minggu, 02 Maret 2014

Surat ke-3; Pematah hati

Jakarta, 2 Maret 2014


Teruntuk: Pematah Hati
Di Tempat mu mengukir malam

Selamat malam,
Huhu, aku manis sekali malam ini. Sapa ku juga sangat baik, bukan?
Yah...untuk seukuran 'kita' oh...bukan 'aku-kamu', yang sudah lama tidak berhubungan.

Rasanya aku mau lari saja dari bumi begitu aku melihat mu kembali.
Tapi aku ingat perbuatan mu, Pematah Hati. Untuk itulah aku masih disini. 
Untuk menuntut balas? Hoho, tidak. Aku tidak sejahat itu, tapi aku juga bukan malaikat. 
Aku akan menjadi bayangan mu. Mungkin menjadi selimut malam mu, atau menjadi wangi sabun mu. 
Membiarkan mu bicara, bercerita, bagaimana rasanya memainkan hati perempuan, ups!!!
Oh...oh...mungkin aku yang terlalu percaya diri. Iya pasti aku yang terlalu percaya diri.
Upik Abu yang mengharapkan Pangeran? Ah ya, aku bukan Cinderella. Juga tak pernah mau jadi dirinya. 
Aku adalah Aku. 

Aku masih membayangkan, apakah kamu masih suka membayangkan tidur dengan cahaya lilin?
Aku masih membayangkan, apakah kamu masih suka membaca buku sembari mengerjakan hal lain dalam satu waktu?
Aku juga masih membayangkan, apakah kamu masih....KAMU?

Setelah, pengakuan mu dan yang lainnya. Apa yang ku alami dan apa yang lain alami, jelas berbeda. Jadi dimana dirimu yang sebenarnya? Atau Siapa kamu sebenarnya?

Peduli setan kamu siapa, bukan itu yang ku permasalahkan. Sudah lama aku tahu, manusia lebih beringas dari harimau, lisannya lebih berbisa dari ular. Aku sendiri mendeskripsikan diri sebagai setengah werewolf dan setengah krusnik. Manusia tidak ada yang sempurna. Seharusnya kamu tahu itu, seperti kamu tahu bagaimana cara ku tertawa. Ah ya, kamu masih ingat nada tertawa ku? Baiklah, abaikan.

Manusia selalu punya sisi lain, yang tidak perlu atau/dan tidak ingin diketahui orang lain. Aku werewolf dan setengah krusnik, aku menyembunyikan taring, cakar, dan kegelapan dari orang lain disekitarku. Aku tidak mau orang lain tahu, aku 'pemangsa'. Pun ternyata, ketika purnama dan lapar itu tiba, nafsu ku lebih mampu mendominasi. Aku tidak sempurna. Pada akhirnya tidak berusaha kututupi, supaya orang-orang bisa menutup pintu dan jendela rumah mereka ketika purnama. Supaya tidak ada yang terluka. Pun ternyata ada yang tidak bisa menerima ini, aku bisa membuat kesepakatan dengan nya, untuk menjaga sikap dan jarak. Dan memaklumi semua ini.

Kamu bisa melakukannya, kalau tidak mau terlihat sebagai monster jadilah peri. Toh semua dianggap ganjil dan aneh. Aku selalu siap melihat cakar mu dan taring mu, atau sayap mu selama kamu perlihatkan itu dengan baik. Aku-Kamu bisa menjadi partner berburu yang baik; berbagi daerah berburu, berbagi daging buruan, dan merasa bahagia dengan kenyang. Aku-Kamu tidak perlu takut, siapa tahu mereka juga punya ekor dibalik bajunya. Karena tidak ada manusia yang sempurna. Sempurna hanya milik Tuhan. Untuk itulah kita disebut makhluk.

Jangan takut terlihat menakutkan. Karena tidak semua yang terlihat menakutkan itu betul-betul menyeramkan. Sempurna mu terlihat dengan menggenapi kekurangan mu, bukan menutupi nya.


Selamat malam,

RAR

Selasa, 18 Februari 2014

Surat ke-dua

Jakarta, 18 Februari 2014

Kepada Seseorang
Di Bawah Langit Berbintang


Tidak perlu tanya kabar. Aku pastikan dirimu selalu sibuk, sekaligus kupastikan Kamu tahu apa yang harus Kamu lakukan.

Tidak perlu tanya sudahkah Kamu makan. Kupastikan Kamu tahu sendiri kebutuhan mu hidup. Termasuk air, oksigen, dan hal-hal krusial lainnya.Tidak termasuk seseorang. 


Seseorang yang (hanya) akan mendengarkan mu. Tanpa kamu minta untuk didengar, akan selalu mendengarkan. Patuh. Segan. Menjadi kan mu seorang diktator.

Terima kasih. Mungkin itu ucapan pertama yang bisa ku sampaikan, setelah konsultasi malam haha. 

Aku capai. Harus bersikap apa, pun bingung. Lalu terjadilah, selama beberapa waktu. Aku-Kamu diam diujung sambungan. Sebetulnya tidak sepenuhnya diam. Aku memainkan mulutku, membentuk huruf-huruf vokal A-I-U-E-O. Karena kalau tidak, aku bisa gila dengan kebisuan itu. Gila karena tidak bisa berhenti berpikir, " Ada apa? Kenapa?,". 

Biasanya, oh salah...sebelumnya, Kamu pasti ingin menceritakan sesuatu. Kamu tidak hanya ingin didengar, tapi juga dibantah. Menjadi sebuah obrolan, menjadikan mu teman. 

Tidak perlu tanya kabar. Aku hanya akan menjawab jenis obat yang kuminum belakangan. Lalu, Kamu tahu hal itu kan? Kabar seorang Aku dengan segala kemungkinan nya. Masih pula kamu tanyakan. Basa-basi bisu.


Mungkin Kamu-Aku sedang (dan) masih canggung. Kuberitahu, Cerberus Hades sudah kukembalikan, kuharap petir Zeus juga sudah Kamu kembalikan. Perang ini tidak pernah dimulai secara resmi, maka selesainya pun tidak diketahui. 

Sayangnya, Aku tidak sebaik hati itu. Seumur hidup, ini akan selalu ku ingat, sampai Kamu mampu jelaskan. 


Jangan lagi basa-basi

RAR

Selasa, 11 Februari 2014

Kepada seseorang

Jakarta, 11 Februari 2014

Kepada Seseorang
Di Tempat mu duduk

Sudah cangkir kopi ke berapa malam ini? Malam kamu membaca ini. Atau pagi? Atau siang? Atau mungkin senja?

Dalam wilayah geografi, waktu mu- waktu ku masih berada dalam satu wilayah. Pun ada perbedaan, masih dalam kisaran menit. Tapi, kita masih saja sibuk mengira-ngira kapan disana-kapan disini. Aneh.

Sudah hati ke berapa yang kamu sakiti bulan ini? Atau tahun ini? Atau mungkin hari ini?

Jangan bertanya orang ini sedang apa disini. Jangan cerita kamu sedang apa disana. Bukan tidak peduli. Semua bisa saja semu.

" Aku sedang mendengarkan lagu, Maroon 5.". Di tempat duduk ku, dihadapan monitor laptop, orang ini sedang memandangi wajah tercinta nya. Cinta lamanya. Cinta terpendamnya.

" Aku sedang tidak dengan wanita manapun, ". Di tempat mu terpejam, mungkin saja ada puluhan wajah wanita yang muncul dibalik kelopak matamu. Wajah yang mengenal mu, wajah yang kamu kenal. Wajah yang mencintaimu, wajah yang kamu cinta. Wanita yang tidak punya hubungan darah dengan mu, tapi menyesakkan wajah dan namanya di dirimu.

Orang ini tidak pernah mengenal mu sebelumnya. Kamu tidak pernah mengenal orang ini sebelumnya. Untuk itukah kita dipertemukan? Dan aku masih saja menyebut kita. Sial.

Entah Tuhan punya rencana apa. Aku-Kamu dipertemukan dalam situasi sinetronis seperti itu. Rasanya menyebalkan mengingat perlakuan mu kepada hati ini.

Aku sudah rapuh. Lahir-batin. Bermacam kehilangan pernah aku lewati, dengan tersaruk-saruk. Kalau ada hati wanita yang ingin kamu sakiti, kenapa aku wanita itu? Kenapa wanita yang tidak pernah kamu kenal sebelumnya? Supaya tidak perlu melihat wajah ku yang menangis? Supaya tidak perlu melihat wajah nelangsa ku? Supaya kamu bisa puas tertawa disana? Licik.

Bukan salah ku dengan tindak skeptis ini. Aku hanya tidak ingin terluka lagi.


(bukan) Salam hangat,
RAR


Senin, 20 Januari 2014

Kontrol perdana, menuju setahun, di 2014.

Dengan malas-malasan, dengan alasan nunggu ujan berhenti, saya akhirnya baru berangkat menuju rumah sakit pukul 11.00. Praktik dokternya cuma sampe jam 12.00. Sebenernya takut telat, tapi perhitungan saya biasanya tepat, apalagi ini sudah sering saya lakukan.

Sampai di pertigaan, dimana tukang ojeg mangkal. Ternyata abangnya sama kayak yang kemarin hari Sabtu nganter saya ke rumah sakit.
Iya, jadi tuh hari Sabtu saya ke rumah sakit untuk kontrol, e tapi....baca aja disini
https://www.facebook.com/notes/rega-alfi-rosalini/supaya-nggak-lupa/674017292649264

Singkat nya, saya sudah diantar sampai seberang rumah sakit. Dari pintu kaca rumah sakit yang guede itu, saya keliatan kayak anak gunung nyasar. Celana jeans, kaos, jaket pollar lapis waterproof, sandal gunung, serta merta ransel yang nempel di punggung. Celana nya pake saya linting-linting gitu kan, soalnya ngeri banjir lagi. E ternyata udah lumayan surut. Yadahlah...

Setelah memastikan nama saya di recepcionist, saya menuju lantai dua. Di lantai dua cuma bilang,
" Mbak, mau ketemu Dr. Zaini."
" Atas nama?,"
" Rega Alfi, "
" Silahkan tunggu ya, "

Trus saya nunggu.
Gilak gilak gilak, saya udah nunggu 4 tahun, buat kontrol aja juga nunggu lagi?
Oke maaf, gak fokus.

Siang ini, ruang tunggu sepiiiiiiiiiiiiiiii sekali. Sesepi hati ini woahaha -_-
Cuma ada sepasang suami-istri, yang sudah berumur, saya lansir umurnya diatas 50 tahun. Mereka diantar anak laki-laki mereka, yang sedang menggendong bocah berumur 1 tahun-an, yang selalu cengengesan tiap kali melihat eyang uti dan akung nya. Ihh...sebel ngeliatnya, bikin dengki. Saya duduk di seberang mereka. Cuma ditemani ransel yang sudah saya lepas dari punggung. Saya sendiri sedang melepas jaket saya. Ada titik-titik air yang jatuh ketika jaket saya rapikan, ah ya pasti tadi gerimis sedikit.

Jakarta akhir-akhir ini gitu deh, mendung sepanjang hari. But no drops yet, then wuh....it can be heavy rainy all day and night.

Setelah akung -akung itu masuk, saya cuma dipanggil untuk periksa tekanan darah. Duduk, nggak lama saya masuk ruangan.

Hari ini 100/80, normal untuk saya. Its getting better than first i came here. Selama hampir setengah tahun, tekanan darah saya selalu rendah. Iya saya memang hipotensi. Karena sakit ini juga. Dan karena hasil nya mulai bagus, jadi....

" Misi dok, " sapa saya.
" Silahkan, kamu masih naik gunung musim hujan gini?,"
" Haha nggak lah dok, ujan, badai juga disana."
" Oh iya ya, petir kilat, licin juga kan? "
" Bukan dok, badai nya kayak angin gede gitu biasanya,"
" Oh hhaha, ". Nggak ada duit juga dok, batin saya. Sedih men, nginget nya hmph....
" Nggak ada keluhan ya?," tanya nya sembari nulis-nulis di map.
" Umm...ada sih dok, ung....kemaren sesak, "
" Sesak?, " beliau meninggalkan map nya untuk melihat saya sebentar. Kemudian, " Kita periksa dulu, "
" Obat nya masih?," tanya beliau lagi. " Oiya, kalau sesak, minum lagi setengah."
" Habis dok, ". Kayak nya Anda sudah sering bilang gitu deh dok, tapik....-_- useless
" Kapan terakhir kali?,"
" Tadi pagi." padahal saya boong, obat nya belom saya minum haha, tapi takut di marahin. Maap ya dok, tapi bener kok itu tinggal terakhir hari ini.
Beliau memeriksa map, " Terakhir kontrol bulan 11 ya, sekarang udah bulan 1. Lumayan lama,". Saya nyengir...ajah
Lalu, beliau mulai memeriksa dengan stetoskop nya.


" Sesak nya kayak gimana? Seperti di tekan?," tanya beliau setelah kami kembali ke meja.
" Umm iya dok, ah ya...dan....nyeri." saya berusaha mengingat apa yang belakangan saya rasakan.
" Oiya. Sesak atau nyeri nya itu kapan?,"
" Kapan? " saya nggak paham.
" Ketika istirahat? Mau tidur? atau sedang kegiatan?,"
" Ah iya dok, kalau mau tidur, lagi duduk-duduk, gitu  Gak jelas dok, suka-suka."
" Haha, iya iya...memang itu karakter sakit nya. Kalau sakit ketika kegiatan, biasanya itu koroner."
Wah, aku baru tahu! Ini hebat! -_-
At least, saya tahu saya nggak koroner. Ngeri aja ngebayanginnya.

Beliau lalu menambahkan catatan lagi di map.
" Tinggal dimana?."
" Munjul dok, "
" Nggak banjir ya, hmm"
" Nggak dok, Alhamdulillah,"
" Ini saya tambahkan satu jenis lagi ya, untuk nyeri nya. Diminum kalau nyeri sekali.".
WHATTTTTTTTTTTTT? MAYGATTTTTTTTTTTT!!!! TAMBAH LAGIIIIIIII.

Rasanya mau gulung-gulung di ruangan itu. Tapi saya masih bisa ngontrol.
" Ya dok, EKG lagi gak dok?,"
" Hmm sudah setahun belum? Oh bulan depan ya setahun?,"
" Iya dok, "
" Boleh nanti kalau mau EKG lagi, untuk kita evaluasi. Tapi biasanya hasil nya nggak jauh beda."

WHAAATTTT? TERUS NGAPAIN DONG DI EVALUASI KALO GAK BEDA????
Setelah itu beliau menyerahkan map untuk dikasih ke kasir. Dan resep obat. Lalu saya pamit.
" Terima kasih dok,".

Tapi, belum sampai situ. Karena, "Mbak, kamu sekalian nebus obat aja. Ambil kartu di kantor ibu. Uang buat EKG nya buat beli obat, "
Oke. Akhirnya, saya menuju kantor ibu untuk ngambil kartu member apotik dan pastinya memberikan laporan kontrol.
Dan begitulah, tiap ketemu temen-temen ibu, yang kebanyakan bude-bude.
" Mbak Rega, abis dari gunung lagi? Item banget kamu Nduk, " saya cengar-cengir doang.
" Nggak kok bude, ini liburan di rumah aja."
Ya Allah, ini kan kulit warisan. Mau dipakein ape jugak tetep aje begini. Mau naik gunung, ke pantai, ke hutan, tetep aje saya berkulit gelap -_- eh tanned deng, eh sama ajalah. Taulah....

Menyenangkan, ketika apotiknya di seberang kantor ibu dan saya dibekali cakwe yang ibu beli hahaha jadi bisa sambil cemal-cemil. Nah, udah sampe apotik, ngasih resep. Nunggu. Saya emang hobi nunggu, makanya cinta bertepuk sebelah tangan. Lah apa hubungannye -_-, gak ada sik.

" Mbak, maaf Bisovel nya kami nggak jual, kalau stileron nya sedang kosong." Mbak apotekernya memberitahu saya.
" Oh...Bisovel nya diganti Hapsen juga gapapa kok mbak, "
" Oh gitu, baik. Sebentar ya mbak, "
Nggak lama, 'teman' saya untuk sebulan kedepan siap dalam kemasan hijau.
" Untuk Stileron nya kami sedang kosong Mbak, "
" Kalau apotik century deket sini, ada nggak ya mbak?,". Maka, mbak itu memastikan, stok obat yang saya butuhkan di cabang terdekat. Dan....dia menelpon cabang terdekat.
" Ada mbak, silahkan kesana. Saya sudah pastikan, "
" Oh gitu, oke makasi Mbak."
Mbak itu bukan mbak yang biasanya ngurusin obat saya, makanya dia sempet nanya itu untuk siapa. Dan bisa-bisanya saya ganti nama obat, seolah master. YAEYALAH. " Itu obat saya mbak," saya cuma membalas datar. Terus muka mbak nya gitu, kayak orang kasian. Welah, saya belom mau matik keles.

Sampai di apotek kedua, saya langsung kasih ke mbak nya kertas resep. Dan dengan beberapa pertanyaan, akhirnya obat itu sudah siap dalam kemasan hijau. Dan saya langsung memegangnya erat-erat, " We will be best friend forever,". Itu artinya, saya nggak perlu menelan kalian, satu pun. Soalnya itu obat buat nyeri dada dan sesak.

Setelah perjuangan kontrol, musti lewatin jalanan banjir, dan musti sedikit ujan-ujanan (atau gerimis-gerimisan?). Dan beruntung sekali, saya memilih jaket waterproof yang saya pakai hari ini, karena langitnya galau sekali. Satu kali bisa gerimis, lalu berhenti, lalu gerimis deras, lalu berhenti lagi.
Dan perjuangan menebus obat, yang harus dilakukan di 2 apotek yang berjauhan. Yah lumayanlah buat nambah tulisan -_-

Jadi EKG ternyata nggak jadi bulan ini. Atau mungkin nggak akan pernah di EKG lagi? Entahlah, beliau suka galau soalnya.


Kamis, 16 Januari 2014

Tentang Sesuatu


Gara-gara sebuah posting di Facebook tentang Hitori kakurenbo. Bahasa Indonesia nya, maen petak umpet sendirian atau maen petak umpet sama setan. Saya jadi kepikiran. Ini beneran? Dan mulailah saya mencari-cari tulisan pengalaman bermain ini. Ada beberapa blog dan bahkan vlog mengenai pengalaman orang-orang. Tapi tidak satupun, blog yang saya temukan, orang Indonesia. Agak aneh sih ya, soalnya kan Indonesia terkenal mistis. Dan hal seperti ini merupakan magnet dengan kulkas. Atau mungkin, permainan ini kalah pamor dengan jelangkung?

Permainan ini, perlu mengadakan ritual sebelum sesi 'petak-umpet' dimulai. Nah ritual nya itu jadi semacam pemanggilan roh. Nah, disini gak perlu tuh ada istilah pemanggilan roh. Wong ndak dipanggil aja bisa muncul -_-.

Pernah suatu kali waktu kecil dulu, saya main polisi-maling. Saya kebagian jadi polisi, di daerah belakang komplek saya melihat teman saya yang menjadi maling berlari ke area komplek bawah. Perasaan udah gak enak sebenernya. Tapi berhubung yang lari itu tawanan saya dan ehem....kita waktu itu lagi deket (muehehe) ya saya kejar aja. Sampai di ujung komplek, nggak ada siapa-siapa. Saya coba melongok ke pagar-pagar juga gak ada, tempat sampah juga gak ada (yekali ga, itu temen lu ape kucing -_-). Menyerah, saya pun balik ke basecamp polisi (ceritanya basecamp). Ternyata teman yang saya kejar malah udah duduk disitu makan sate padang -_______________-

Penasaran, saya tanya ke dia.
" Eh lu udah nyampe sini aja, cepet banget lu. Gila ngos-ngosan gua ngejar lu, "
" Apaan? Lu ngejar gua? Dimana emang?,". Begok gak tuh pertanyaan? Masa orang yang saya kejar gak tau.
" Ih, iya kan elu yang ke bawah? Yang senyum-senyum najong?,"
" Lah? Orang tadi gua di kejar ----,"
" Yah...yang gua kejar sape dong?,"
" Auk...orang abis ketangkep gua disini, makan.".
Semenjak itu saya gak mau lagi ke komplek bawah sendirian.

Mungkin itu salah satu pengalaman "penglihatan" saya yang sering saya abaikan. " Ah cuma perasaan, " dulu mikirnya gitu. Indigo? Entah.

Saya sendiri nggak merasa se-indigo orang-orang yang indigo beneran, apaan sik bahasanya haha. Ya maksudnya, kan ada tuh orang yang bisa baca masa depan, bisa liat ada makhluk apa aja. Nah saya nggak gitu. Nggak bisa selalu liat. Tapi biasanya, ketika saya melakukan penilaian perdana terhadap seseorang, hal itu akan menjadi kemutlakan. Dan menjadikan itu acuan, apakah saya akan dekat dengan orang ini atau tidak. 

Ibu pernah cerita, kalau dulu waktu kecil, saya suka ngobrol sama kakek-kakek -_- (sopo meneh?)
Jadi misal lagi mau tidur, kakek itu suka dateng, terus saya suka ngasih tau ibu kalau kakek dateng. 
Ibu mungkin cuma mikir, penglihatan anak kecil. 
Tapi pernah suatu kali, saya diajak dua mbak sepupu saya ke Monumen Pancasila Sakti, di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Yah you know, tempat itu disebutkan sebagai tempat pembantaian jenderal-jenderal besar AD. Bisa dibayangin deh, tempat kayak gitu. Dan yang berhasil saya ingat, saat itu saya nangis gulung-gulung di tanah (parah, malu-maluin). Tubuh saya benar-benar menolak, saat itu entah apa yang takutkan.
" Itu bohongan nduk, darahnya bohongan. Itu patung," salah satu dari mereka mencoba meyakinkan saya, saya masih nangis di dekat diorama. 

Tapi penglihatan saya yang pertama, terjadi ketika saya SD kelas 4 (apa kelas 3 ya?). Saya saat itu disuruh ibu menutup gorden. Ya sudah, cuma menutup gorden. Saat itu bude tetangga sedang main ke rumah. Si bude ini punya 3 orang anak, laki-laki semua. Yang tertua, juga sebagai yang terjail, sering menjaili saya memang. Saat saya menutup gorden, suara Si mas ini manggil-manggil, saya cuma cekikikan.
" Apa lu mas, dikira gua takut? woo, " saya menengok melalui jendela. Dan, saya memang menemukan sesosok disitu. Tapi bukan Si mas tetangga. Sudah lah nggak perlu dibahas, saya aja males nginget nya.
Yang terjadi berikutnya, saya hanya freezing beberapa menit, kedip-kedip, mangap. Lari masuk ke kamar.

Kalau memang itu Si mas, kenapa wajahnya malah membelakangi saya? Kalau niat iseng, muka nya diliatin dong, kan doi mau liat muka gua yang ketakutan. Kalau memang niat iseng, harus nya doi masuk ke rumah ketawa puas liat saya kabur. Tapi ini? Bahkan dia gak pernah bahas itu hari besoknya. 

Dan saya rasa, sejak itu ini semakin tajam.

Bukan cuma liat yang aneh-aneh. Paling sedikit, dalam seminggu saya pasti mengalami deja vu. Iya, pengalaman seperti pernah mengalami hal itu sebelumnya.

Deja vu paling seru itu ketika Ujian Akhir Praktikum Bahasa Jepang. Ya gimana gak seru, wong deja vu nya tentang ujian nya.
Jadi tuh, ada 5 anak yang dipanggil masuk ke dalam kelas, menurut daftar absen. Nah, di dalam kelas itu nanti Sensei Amel nunjukin gambar-gambar ke tiap orang. Kalo orang yang ditunjuk gak bisa jawab, boleh di jawab sama yang lain. Saya nggak jawab gambar milik orang lain, TAPI....semua gambar yang Sensei Amel tunjuk saya jawab. Karena saya merasa sudah pernah melihat adegan itu semua, mulai dari teman-teman saya yang masuk kelas, yang keluar duluan, cara Sensei duduk. Bahkan, saat saya keluar kelas, kebetulan saya yang keluar lebih dulu. Adegan itu baru berhenti ketika saya tiba di luar, dan disambut teriakan dari teman-teman yang lain.
" Ciye...Rega keluar duluan, ". Saya cuma bisa bengong. Deja vu terlama yang saya alami.

Selain kedua hal diatas, ada lagi hal lain. Pernah nonton Omnibus " Rectoverso ", yang diadaptasi dari kumpulan cerpen Dee? High recommended, you better read the book 'Rectoverso' than watch the movie.

Ada satu judul, " Firasat". Tentang perempuan indigo.
Kadang, memang nggak semua indigo itu mampu ngasih tau orang lain apa yang dia rasa. And so I am.

Saya mendapat firasat kalau bapak akan meninggal itu sudah sejak hari Jumat, beliau meninggal hari Selasa.
Rasanya sejak hari itu saya ingin terus-terusan di dekat beliau, seperti tahu kalau saya akan kehilangan, seperti tahu saya akan sangat merindukan. Tapi yah...tiap kali saya mau bicara, memberitahu Ibu atau yang lain. Saya selalu dibuat bungkam, entah lupa atau...merasa tidak perlu bicara.

Kemudian, saya mendapat deja vu di dalam taksi. Gambaran saya menangis, setelah mendengar berita bapak sudah meninggal. Tapi semua terlewat seperti.....sebuah adegan trailer fim.

Sekarang, setelah saya yakin dengan ini semua. Saya justru menjadi takut dengan diri saya sendiri. Rasanya aneh, mengetahui apa yang selama ini ada di diri sendiri.

Mungkin itu sebab nya juga saya suka naik gunung, atau pergi ke tempat-tempat baru dan sepi.
Karena di sekitar orang yang saya kenal, situasi normal, lingkungan normal, saya keseringan deja vu. Dulu saya menganggap ini lucu. Tapi kalau terlalu sering, malah nggak bisa mengganggap mana yang realita mana yang bukan -_____-
Nah kalau di gunung, radar nya ganti. Saya memang nggak deja vu lagi, tapi saya jadi bisa liat dan merasakan yang 'lain'. Tapi saya memang butuh ini sih, ya untuk refresh pikiran aja gitu. Karena saya yakin akan gila kalau terlalu sering deja vu.

Sebel nya, ada loh manusia yang suka nggak paham dengan orang seperti saya ini -_-
Saya nggak mungkin ngasih tau tiap orang, " Awas di pojokan," nggak mungkin kan? Malah bikin parno.
Tapi mereka suka sembrono mulut dan sikapnya. Bikin jengkel deh. Bloon aja gitu, ya manusia nggak hidup disini sendiri kali. Tuuh kan jadi marah-marah.

Dan ada juga orang yang jadi sok dengan kemampuan seperti ini. Bisa dilihat dah, mungkin saya salah satu nya hahahaha #plak

Jadi balik ke awal, kalau ada permainan atau pun hal-hal yang sifat nya ritual pemanggilan nggak usah penasaran deh. Daripada ribet. Memang maut itu ditangan Tuhan. Tapi, makhluk-makhluk ini punya kemampuan bikin hidup mu gak tenang.



Senin, 06 Januari 2014

Diam-diam

Ada banyak hal di dunia ini yang saya sukai, salah sedikitnya;
Kopi, hujan, raptor, dan....KAMU.

Lalu, dengan putaran poros bumi terhadap matahari, perasaan itu berubah. Suka, menjadi Cinta.
Ada yang bilang, tidak perlu alasan untuk mencintai.

Cinta adalah Mengapa tanpa Karena.

Saya, di vonis mengalami kebocoran katup jantung. Dan seperti orang dengan penyakit jantung lainnya, caffeine adalah salah satu bentuk kecil dari malaikat pencabut nyawa. Berbahaya.
Tapi, saya cinta. Aromanya, rasanya,...
Kopi itu lebih berbahaya dari marijuana. Saya jatuh cinta.

Penyakit ini juga yang membuat saya mudah sekali kedinginan. Metabolisme turun, blablabla (baca posting: Itu Sebabnya)
Jangan kan hujan, gerimis asik saja sudah mampu bikin saya terkapar di kamar. Berbaring di bawah selimut dengan kaleng oksigen.
Wangi tanah dan daun basah, sama memabukkan nya dengan aroma kopi. Dan saya rela, di peluk dingin, demi wangi seperti ini. Saya jatuh cinta.

Raptor, masyarakat sering menyebutnya 'ELANG'. Burung pemangsa, tapi bukan yang di kandang. Mereka yang terbang, mengepakkan sayap dengan bentangan luar biasa. Saya suka senyum-senyum sendiri melihat mereka di hutan. Lalu bergumam, " tampan," atau " tetap seperti itu ya, ". Kesukaan yang mewajibkan saya menerobos hutan, mendaki gunung. Hanya untuk melihat mereka bebas. Dan ya, lagi-lagi jantung saya. Tapi ah...sudahlah. Saya jatuh cinta.



Lalu, KAMU. Orang yang selalu bisa membuat saya bodoh. Dan rela gila, tanpa sembuh.
Lagi pula siapa yang mau sembuh dari jatuh cinta?

Belum jatuh cinta namanya, kalau belum bodoh. Atau gila.

Saya bukan perempuan yang biasa memakai, flat shoes. Tapi demi terlihat manis di hadapan mu, suatu kali nanti. Saya berdiri, dengan sepatu heels, dan gaun panjang. Merupakan latihan saya memakai heels, dengan panjang hak 10 cm. Tindakan paling bodoh, karena besok pagi nya kaki saya kram dan tidak bisa di gerakkan. Sakit. Tapi menyenangkan.

Saya bahkan memutar balik sepeda motor. Karena tidak sengaja melihat mu duduk sendiri, di teras tempat makan. Melihat mu, dari seberang jalan. Bodoh. Tapi menyenangkan.

Menjadi stalker abadi untuk mu. Berusaha mencari tahu informasi sebanyak-banyak nya tentang mu. Kemudian dengan patah hati, justru terpampang kamu dengan gadis mu.
Kemudian, terbaca berita dia meninggal. Gadis itu, gadis yang kamu cinta.

Saya hampir tertawa, hampir merasa ada harapan, hampir...
Kemudian terbayang wajah mu. Di samping ranjang rumah sakit, memegangi tangan nya yang mulai dingin.
Kamu menangis, memeluk nya, memanggil namanya. Dan berharap gadis itu menjawab panggilan mu.
Berharap nama mu keluar dari bibir pucat nya.

Air mata saya mulai menggenang di pelupuk. Tiba-tiba merasakan kesakitan mu.
Berharap hari itu, saya disamping mu. Memegangi pundak mu yang bergetar akibat tangisan.
Memberi mu sapu tangan untuk menghapus air mata, atau bahkan jari saya?

Kamu tahu, perasaan ini tidak pernah berubah.
Dari sebulan lalu, setahun lalu, 4 tahun lalu.

Tapi kamu? Masih dengan perasaan cinta yang sama.
Saya iri, dia sangat beruntung. Perlu kah saya menjadi dia? Saya sudah cukup sakit, jadi tidak perlu lagi kamu minta untuk merana.
Tapi sudah lah...Saya jatuh cinta. Kamu pun. Kita sama-sama jatuh cinta, dan sakit karena itu.
Tapi...kita sudah sepantas nya mengikhlaskan. Dan biarkan doa-doa yang menjadi pengganti tangan untuk memeluk.

Karena doa adalah bentuk cinta paling agung.

Saya masih menjadi orang yang sama, yang mengendap di balik punggung mu, untuk tahu warna matamu.
Yang sama, masih kagum dengan mu, dengan apa adanya kamu.
Yang tidak menjadi benci, karena tahu kamu memilih orang lain.
Yang mencintai mu, dengan doa.
Karena kamu tidak pernah tahu.
Karena ini diam-diam.



Kamis, 02 Januari 2014

Rewind 2013

Okay, ini dia dessert nya hem hem hem...

Di awal dan akhir tahun ini, Rega masih jadi Rega :)


Masih suka denger, ada yang berkomentar, " Kok lu gak berubah sik?,"

" Lah, emang gua power ranger? Pake berubah segalak. Gua kan Ultraman, " kata saya dengan kedua tangan bersilangan, mengikuti gaya ultraman.

Entah karena badan saya segini-segini doang, atau....sikap saya yang bocah katanya hahah
Katanya itu yang masih terlihat bocah hahaha, ya gak apa yang penting pemikirannya gak bocah lagi.  Mihihih


Kuliah

Semester 4 santai sih, paling asik kayaknya ya...metabolisme. Ternyata, Allah sudah menciptakan mesin luar biasa untuk manusia. Jadi, nggak mungkin tuh ada orang yang mati kelaparan gara-gara puasa. Justru, puasa itu sendiri yang jadi 'pelumas' mesinnya. 

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Semester 5, yang asik....fisiologi (luar biasa bikin mumet, tapi...:-D. Jadi tau, kenapa Allah meninggikan derajat manusia). Mikrobiologi juga asik, hmm...lucu aja sih...ya lucu aja sama makhluk ini. Walaupun sempet ada yang ngajak berantem di kuliah ini, tapi udahlah....masa berantem sama cewe (lah elu cewe juga kan? Iya, tapi saya cool.). Dan yang paling asik...EVOLUSI. Selain karena dosennya yang (maap pak) tengil, dan saya yang jadi penanggung jawab untuk kuliah beliau ini, membahas evolusi sama artinya dengan siap dibilang liberal. NAHLOH. 

Saya sempet bilang, " Saya percaya evolusi. Tapi saya yakin muslim. Dan ibadah saya, insya allah benar kok, sholat 5 waktu, tadarus dsb...". Karena evolusi tidak sesingkat kamu membayangkan kera menjadi manusia. Evolusi itu punya tahap, ada proses, ada konsep. 

Kebetulan, saya presentasi sendirian dengan materi: Biogeografi dan Konservasi. Mampik, apa cobak hubungannya konservasi sama evolusi? Seminggu menjelang presentasi sampe gak bisa tidur, hahaha bahkan mimpiin dosennya marah-marah -_- Pak...
Ternyata, pas presentasi, beliau malah ketawa-ketawa. Karena tiba-tiba logat saya berubah, ketika mengucapkan " Merak Jawa". Ya kan emang saya orang jawa, kalo kepleset dikit ya gak salah jugak -_-. Saya dicengin seminggu sama satu kelas. NICE, puas lo semua.



Kegiatan

Yah....umm sudah di ceritakan. Ketemu orang baru, pengalaman baru, jadi bisa bikin postingan baru hahahah. 

Jadi berani, ambil tindakan, lewati batas. Sebetulnya, karena tiap mudik selalu terlihat Merbabu bersanding dengan Merapi, dari jalanan. Akhirnya, mulai lah cari informasi, kemudian memutuskan mendaki. Kalau Merapi, waktu itu pernah liat album foto di akun nya Ujan (bapak ketua Kapal Selam haha), dia ke Merapi sama kakaknya yang kece #eh aduh maap. Dan sepertinya, menyenangkan sekali. Jadilah racun.

Kalau yang ke Semeru itu, haha Ujan juga salah satu racun. Selain dari video perjalannya Palabs, dan blog orang-orang. Jadi saya bukan keracunan 5 cm ya. Jadilah, memutuskan lagi. Sebenernya, Ujan juga salah satu yang penyakitan sih. Wong pernah kok, dia absen beberapa hari. Tapi kok ya bisa sampai Mahameru? Jadi nyoba deh.
Baluran, Malang, bird race. Penasaran sama jenis burung nya.

Jadilah Merapi, Semeru, Baluran, saya targetkan tahun ini. Maka anggaran pun disiapkan, niat di mantapkan, fisik di kuatkan.
Dan voillaa.....semuanya dapet. Subhanallah...Allah Maha Baik, Maha Mendengar :)


Kesehatan

Kudu bat ini di review? 
Ya...saya sudah gak temenan sama permen atau sirup kapur ahahah. Itu candaan nya Farah, kalo saya lagi ngeluarin obat magh sebelum makan siang waktu SMA. Magh saya yang lumayan kronis, dari SD. Mengharuskan saya membawa kapur ini kemanapun. Karena saya bisa sampe gak bisa jalan kalo kambuh. 

Mulai dari yang diminum sejam sebelum makan, 30 menit sebelum makan, dan 30 menit setelah makan. Gila. Jijik sendiri jadinya hahahah LEMAH. SMP, hampir sebulan sekali kena gejala tifus. SMA, karena terlalu ringkin sama ibu gak boleh ikutan ekskul, selain Remaja masjid hahaha padahal waktu itu mau ikutan Trinawa (pala di SMA), cuma ya saya tau diri lah...orang sakit-sakitan gitu. Padahal pengen banget...
Tapi waktu SMA, obat magh yang saya bawa cuma sirup kapur biasa. 

Tapi sejak kuliah, hoho....saya-dia end. Hampir gak pernah kambuh, tapi.....yah seperti yang sudah diketahui....lepas dari kandang buaya, masuk mulut macan. Gak obat magh lagi yang dibawa, tapi bawa obat jantung macam lansia. Kadang oksigen juga. Hmph....

Antibiotik? Ya masih kadang,  saya kan sering radang, apalagi kalo lagi banyak kegiatan. Biasanya kalo radang, ya ikutan demam. Ye apaan sik gua yang kagak sering? Magh sering, radang sering, demam sering, sesak sering. Parah, itu jijik banget sama diri sendiri bahkan. Kayaknya sih karena saya prematur ahaha jadi ya....itu kan harusnya belum lahir kan ya? Eh gue udah gak sabaran. Ya jadilah...Tapi mau gimana? Nangis? Bersyukur aja, biar Allah tambah nikmat nya mihihih


Hati gimana hati?

Hmph....masih memendam rasa yang sama? 4 tahun? Ga itu ibaratnya, dari anak bayi sampe masuk TK.
Iya paham. Tapi cinta...mau gimana juga cinta.

Tadinya, mau bilang ke Si Ganteng. Cuma...saya kan perempuan. Ya nggak masalah sih, kan cuma bilang kalau saya jatuh cinta sama dia, atau mungkin penasaran. Jadi mau kenal lagi. Tapi kok rasanya...Akhirnya saya putuskan melalui istikharah. Oke, ini lebay. Tapi, aduh pernah kan ngerasain jatuh cinta? Kadang orang memang nggak paham dengan perasaan yang saya rasa, makanya butuh penjelasan. Apalagi perasaan itu dipendam 4 tahun, laaahhh....kagak basi? Nggak dong, kan di formalin hahah

Jawaban dari istikharah itu, bukan lewat mimpi. Lambat laun, saya jadi tidak ingin mengatakan perasaan saya ke dia lagi. Rasanya males gitu, ya udah. Tapi, yang konyol. Waktu tanjakan cinta, saya kepikiran dia. GOD, kemakan mitos. Ya, gimana gak kepikiran, 4 taun. Dia dan Bapak punya level yang sama.

Jadi, kira-kira saya bisa simpulkan saya berhasil Move on (ayok tepung tangan). Apalagi, saya memutuskan untuk membuka hati, sayangnya....saya gagal, kami. Mungkin saya mencari sosok Si Ganteng ini, ya jelas aja gak bisa. Mereka dua orang yang berbeda. Gilak ya? IYA. Makanya saya putuskan berhenti, ini gak adil. Dia terlalu baik, dan saya? Masih terlalu bodoh. Sudahlah.

Pernah suatu kali, saat dia telpon, saya tengah membuka akun FB Si Ganteng. Melihat foto-fotonya, dan langsung merasa bersalah. Maaf. Si Ganteng bukan satu-satunya alasan, gak nyaman. Itu dia, salah satu faktor utama nya. Sekira nya dia bisa bikin nyaman, pasti saya bisa lupa sama Si Ganteng. Emang Si Ganteng bikin lu nyaman? Iya, dengan caranya sendiri. Dengan senyumnya ke orang lain. Bahagia dan terluka dengan cara yang sama.

Sampe sekarang, saya masih ngefans sama dia. Masih suka liatin FB nya, twitter nya. Cuma buat tau dia udah lupa belum sama mantannya. Woelah...dan masih menyebut namanya di tiap doa saya. Setelah doa untuk bapak, ibu, dua adik saya, saya sendiri, namanya selalu saya sebut. Memeluk nya melalui doa, lebih romantis dan hangat dibanding dengan tangan, ye kan bukan muhrim nye -_-

Suatu ketika, saya kedapatan partner. Indra, Aji? Bukan. Indra, Aji itu udah kayak....sobi banget lah. Tadi nya, partner ini hampir bisa menggeser Si Ganteng, tadinya....iya tadinya....sebelum negara api menyerang. -_-

Berawal dari sebuah foto, tadinya saya mau apus aje foto itu, abis orang nya judes. Trus, bilang deh " Emaap, fotonya keapus ahahah, ". Cuman saya kan orang nya baik hati gitu kan? Ahahahahahah gelik, ya saya kasih lah itu foto. Terus, berlanjut ke obrolan biasa, warung kopi gitu. Lama-lama, obrolannya mulai asik.

Saat ngobrol dengan Indra, dia selalu menghindari tema "Illuminate/Freemason/Pagan". Ya dia cuma bilang, semua hal di dunia ini kalau dikaitkan dengan mereka, bisa aja ketemu rantai nya. Kalo mikirnya kayak gitu, semua orang di dunia ini bisa jadi gak murni beragama. Indra serem -_-, terus saya diem. Dan kalo nongkrong, kita gak pernah ngobrolin itu lagi. Kita jadi ngomongin orang wahahah, kalo ada pasangan alay gitu yang kebetulan lewat depan kita.

Sebetulnya, gak sengaja juga bahas masalah 'itu'. Berhubung, saya penasaran dengan topik yang selama ini saya hindari, dan ternyata orang ini bukan cuma memperbolehkan saya dan tidak menghindari, tapi juga menjelaskan. Obrolan nya ganti channel, bukan warung kopi.

Bukan itu yang bikin kita jadi partner. Suatu kali, ketika obrolan ini berlanjut ke arah yang gak jelas hahahah mulai random. Semua diobrolin, selama itu asik. Parahnya, orang ini mirip sama dosen evolusi. Yup, selagi Pak Agung menjelaskan ulang materi yang di presentasikan, saya sering menggigiti bibir bawah dan alis saya bertaut. Ciri khas ketika saya tertarik dengan sesuatu dan saat itu saya sedang mikir. Nah, sama partner ini juga gitu. Selama kita ngobrol, selama itu juga alis saya bertaut -_- untung masih bisa misah.

Obrolan mulai gak jelas, punya kesenangan yang sama, itu dia sebabnya. Dia sepertinya suka melukis, atau menggambar? Ya itulah. Saya bisa sih gambar tapi manga (keracunan komik dari kecil) itu juga nggak cakep. Kami suka baca, bedanya saya baca quran, dia baca alkitab #eh nggak deng hahah. Nggak, serius. Beda genre bacaan doang, kagak beda keyakinan. Dan satu kesenangan, yang gak dimengerti orang lain. Maka, jadilah kami sebagai partner in crime. Dia, satu-satunya laki-laki yang paham kalo saya bilang Adam Levine itu seksi haha, jangan-jangan doi....gay? Nope. Laki beneran kok, cuma ya itu...sepemikiran aja.

Tapi gagal, kita nggak sekeren 'Musashi-Kojiro' Tim Rocket (Pokemon). Dia mulai main-main, bodoh. Bodohnya, saya malah ikutan -_-. Hal yang akan mengganggu kerja sebuah rekanan: kerja cupid. Nah kan, kami gak sadar kalo cupid ikutan nongkrong bareng.
Kami membuka kotak pandora bersama. Tapi sama-sama gak mau disalahin. Akhirnya, saya pinjem cerberus nya Hades, dia pinjem kilat nya Zeus. Tapi udahlah, kami sama-sama pakai senjata dewa. Poseidone memilih menjadi juri. Sebelum perang dimulai, we choose to left the warzone. Dalam pertempuran cuma boleh satu yang menang, kami nggak bisa saling membunuh. Bukan gak bisa, gak mau.

Bagaimanapun, dulu kita partner in crime. Sekarang juga masih, jadi partner. Sparing partner.
Entah bakal terus jadi sparing partner atau nggak. Tunggu misi selanjutnya aja, partner.

Brati move on beneran dong? Partner ini bantu dong? Nggak juga. Awalnya saya mikir gitu, tapi pernah suatu kali. Partner saya menelpon, pertanyaan pertama; Lagi ngapain? Nggak ngapa-ngapain. 
Langsung saya log out facebook, karena sebetulnya saya sedang membuka timeline nya Ganteng. Hmph...dan merasa bersalah lagi. OKAY, saya salah. Tapi, dia juga kok. Ya udah.

Tahun ini, saya memberanikan diri mengirim chat ke JS. Dia dulu partner in crime juga. Dan bodohnya, kita kena panah cupid juga. 2 kali partneran, 2 kali juga kena cupid. -_- failed. Perbedaan keyakinan rupanya gak menghalangi kerja Aphrodite. Tapi tiba-tiba JS menghindar. Ya sudah, sampe saat ini saya nggak tau salah saya apa. Karena saya memutuskan berhijab? Ah kamu. Chat saya juga belum dibales, sampe detik ini. Hmph...kaku amat lu ah.

Lain-lain,

Di akhir tahun, ini pasti gak bakal lupa seumur idup. Saya dibilang, pencemar nama baik. NICE. Dan dari kata-kata yang disebutkan, seolah saya merebut sesuatu. Duh...

Saya nangis semalaman, sesengukan sambil istighfar. Semoga tiap air mata yang jatuh bisa jadi pembuktian, dan penolong saya di akhirat nanti. Allah Maha Mengetahui.
Saya bukan orang yang hobi mengumbar air mata sebetulnya, nangis itu bikin saya sesak. Jadi kalo gak butuh ya gak nangis. Kalau saya memang sejahat itu, sudah saya lakukan sejak dulu. Dan harus kamu tahu, hey kamu. Saya termasuk orang yang psycho loh, kalo memang nggak ada TUHAN di dunia ini, niscaya tangan saya sudah penuh darah. Because I'm a krusnik.

Kamu, bukan orang pertama yang jahat sama saya. Kalau membunuh itu dihalalkan, niscaya orang-orang yang membuat saya menangis, menghilang dari muka bumi. Kalau, membunuh saja tidak masalah buat saya, kenapa musti mencemarkan atau merebut yang bukan hak saya?

Dia gak kenal lo kali Ga....ya memang. Makanya, ada namanya kenalan. Dan TUHAN menciptakan manusia itu lengkap dengan akal kan? Iya, makanya kalo gak tau, gak paham, gak ngerti. Bertanyalah. Daripada kamu tersesat, parahnya orang lain yang di bikin susah.

Maaf ya, yang bagian ini agak gak enak dibaca. Gak percaya aja, bakal kayak gini. Tapi setelah itu, saya justru ketawa sendiri. Itu orang gak bisa baca kali ye, entahlah. Pertanyaan yang waktu itu jelas sekali saya tulis, gak pake di singkat-singkat, apalagi pake bahasa alay. Gitu aja masih ada yang salah paham -__-

Teman-teman terdekat yang tahu masalah ini, ikutan kesel. Mereka bantu cari kesalahan saya dimana, tapi dari kata-kata yang saya tulis sama sekali tidak menyiratkan undangan perang. Dan hanya memegang bahu saya yang naik-turun karena sesengukan. Ibu? Beliau sudah sibuk dengan menghidupi kami, masalah sepele nggak perlu ikutan membebani. Gak sepele juga sih, kalo kata temen-temen ini, " Gue kalo jadi lo, udah pasti nangis. Tapi lu masih bisa ketawa. Gila lu Ga,". Mungkin, menurut yang baca pesan, pemaknaannya beda. Tapi kalo kata temen-temen saya ini, " Kagak ada yang salah,". Oh iya dia kan bule, gua nulis pake bahasa indonesia haha. Boong deng. Ntahlah, saya juga sampe sekarang masih suka mikir. Hahah lucu aja

Tapi pada akhirnya, Ibu curiga. Dan cuma bisa narik napas panjang, begitu saya selesai cerita. " Udah bu, ini rega yang selsein. Rega punya bukti, kalo memang berlanjut. Anak nya ibu gak akan sejahat itu, ".

Kalau saya punya Bapak, beliau yang akan menolong saya. Anak perempuannya dibeginikan. Tapi harus kamu tahu, saya yatim sejak kelas 2 SMA. Dan selama itu pula, saya justru berusaha menjadi pengganti beliau untuk 2 adik saya dan ibu. Mendengarkan cerita mereka, menjadi sosok pemikir untuk 2 adik saya, dan apa yang bisa saya perbuat dengan tuduhan itu? Sedang saya menjadi pelindung untuk orang lain. Tolonglah, kalau mau jahat liat-liat dulu. Sorry ini drama, but not at all. Kalo kata temen-temen yang tau, ini gak berlebihan, gak drama. Justru yang menuduh yang bersikap drama. 

Ambil pelajarannya aja. Anggap saja itu latihan, karena saya tau ujian saya lebih berat dari kamu, heh iya kamu.
Saya pernah ada di titik nol, saat bapak meninggal. Tapi teman-teman saya, membantu saya berdiri dari titik itu.
Saya pernah jatuh lagi, berkali-kali tersungkur di titik bawah nol, dengan problem yang sama. Tanpa bantuan Ibu, saya melewati masa-masa titik itu.
Kamu, cuma debu. Tuduhan mu, cuma seujung jari. Sekali saya dihancurkan, akan ada jutaan kekuatan untuk jadi lebih.

Saya masih Rega yang mungkin baru kamu kenal, yang kamu kenal kemarin, beberapa bulan lalu, dan yang sebelum-sebelumnya. 

Masih suka manga dan anime. Tiap tahun ke Gelar Jepang UI, buat motoin cosplayer kece. Pun tahun ini. Saya baca Tsubasa Reservoir Chronicle, dan 7 Ghost sekarang, kalo suka manga juga, kita bisa ngobrol loh huhuhuhuhu pasti seruuuu
Masih suka ketiduran di angkot. Gila bahkan kena pelecehan -_-, padahal ada yang bajunya lebih terbuka. Kata Indra sih, yang tertutup mungkin lebih bikin penasaran. Buka aja ape? #plak
Masih suka novel fiksi, dan mitologi. Masih jadi bagian dari Laskar Athena. Yoi.....Aphrodite itu tukang kawin, makanya saya lebih suka Athena.
Masih suka L'arc~en~ciel, iyalah gilak ini band. Masih ngarep jadi istri nya Hyde -_- ayolah Ga.
Masih suka sama cewe-cewe cantik :3, such as Ayumi Hamasaki, Celine Dion, suka ajah...
Masih suka ADAM LEVINEEEEEEE. God, dia aduh...makhluk macam apa sik yang seksi banget gituh? Sayangnya doi beneran mau nikah sama model nya Victoria's secret. Kalo mau jadi istrinya kudu banget ye jadi model pria dewasa? Ish mending gue lah, ketutup. Ya udah lah Ga....dia juga gak kenal elu.
Masih jadi fans nya Si Ganteng, hehehe
Masih.


Terima Kasih.

Jakarta, 2014

Rega Alfi Rosalini