Selasa, 14 Oktober 2014

Dialog Malam

Kepada Penciptaku
Di Singasana-Mu

Dear Tuhan,
Pagi tadi Aku berdoa supaya mataku tidak terlihat sembap atau bengkak.
Kacamata ku sudah agak jarang kupakai, kurang nyaman.
Sehingga tidak ada lagi yang bisa kupakai untuk menutupi mataku.

Pagi tadi Aku juga berdoa supaya presentasi kelompok ku berjalan baik.
Perihal apa yang kuceritakan pada-Mu bisa sirna sejenak.
Tapi tampaknya presentasi kelompok ku memang harus diperbaiki, terlepas dari
apa yang kuceritakan.

Dear Tuhan,
Semoga cerita-cerita malam ku tidak pernah mengganggu-Mu.
Tentu tidak bukan? Kau hadir 24 jam dalam seminggu 3665 hari dalam setahun.
Tanpa tidur, dengan Penglihatan, Pendengaran luar biasa.

Semoga Kau juga tidak lelah melihat ku menangis. Lagi.
Bukan, aku bukan tidak sanggup atau mengeluhkan apa yang Kau ujikan.
Aku yakin dengan kuasa-Mu, aku juga pasti sanggup melewati nya.
Bukan kah Kau tidak memberikan ujian yang tidak mungkin mampu dilewati
hamba-Mu?

Itu artinya aku pasti sanggup.

Tapi lagi, tidak sanggup aku lewati ini tanpa air mata dan kurasan emosi jiwa.
Jadi, kuceritakan saja semalam.

Melalui sabda-sabda indah mu.
Melalui gerakan-gerakan lemah ku.
Aku berserah, Tuhan.

Aku hampir tak sanggup. Sungguh.
Andai aku tak ingat apa yang sudah Kau berikan pada hambamu yang pengeluh ini.

Melalui lelehan air mata, curhat-curhat ku meluncur.
Cerita ku tentang 'hidup' yang Kau berikan, tentang rasa sabar.

Dear Tuhan,
Tidak ada lagi tempat ku curhat, bercerita hingga lelah mata ini menangis.
Salah ku kah, jika tiap kali Kau beri ujian,
Maka semakin besar benteng yang kubuat?

Aku tidak lagi percaya siapapun. Siapapun.
Aku tidak lagi bisa menerima siapapun.
Salahku kah, jika aku tidak lagi bisa percaya pada hambamu yang lain,
Yang justru berwajah topeng di depanku?
Salahku kah, jika kepercayaan yang kubangun kemudian diruntuhkan seketika,
Lalu aku tidak lagi mampu percaya?

Beritahu aku, kesabaran macam apa yang kubutuhkan?
Beritahu aku, pemakluman macam apa yang musti kulakukan?

Sedang orang-orang itu terus saja menghujat.
Orang-orang itu terus mengatakan aku buruk, lalu mereka apa?
Orang-orang itu terus mengatakan mereka paling benar.

Tuhan, aku lelah. Boleh kan bilang begitu?

Dear Tuhan, 
Aku terlalu banyak meminta.
Aku terlalu banyak mengeluh.
Aku terlalu keterlaluan.

Padahal sudah nampak, sudah Kau tunjukkan keadilan-Mu.
Padahal sudah Kau tunjukkan, Kau tidak pernah ingkar.

Kali ini bolehkan aku menangis lagi, berkata lelah lagi.
Karena nanti, aku pasti sadar sendiri aku tidak pernah sendiri 
menghadapi ini.
Selalu ada Kau. Selalu...