Selasa, 18 Februari 2014

Surat ke-dua

Jakarta, 18 Februari 2014

Kepada Seseorang
Di Bawah Langit Berbintang


Tidak perlu tanya kabar. Aku pastikan dirimu selalu sibuk, sekaligus kupastikan Kamu tahu apa yang harus Kamu lakukan.

Tidak perlu tanya sudahkah Kamu makan. Kupastikan Kamu tahu sendiri kebutuhan mu hidup. Termasuk air, oksigen, dan hal-hal krusial lainnya.Tidak termasuk seseorang. 


Seseorang yang (hanya) akan mendengarkan mu. Tanpa kamu minta untuk didengar, akan selalu mendengarkan. Patuh. Segan. Menjadi kan mu seorang diktator.

Terima kasih. Mungkin itu ucapan pertama yang bisa ku sampaikan, setelah konsultasi malam haha. 

Aku capai. Harus bersikap apa, pun bingung. Lalu terjadilah, selama beberapa waktu. Aku-Kamu diam diujung sambungan. Sebetulnya tidak sepenuhnya diam. Aku memainkan mulutku, membentuk huruf-huruf vokal A-I-U-E-O. Karena kalau tidak, aku bisa gila dengan kebisuan itu. Gila karena tidak bisa berhenti berpikir, " Ada apa? Kenapa?,". 

Biasanya, oh salah...sebelumnya, Kamu pasti ingin menceritakan sesuatu. Kamu tidak hanya ingin didengar, tapi juga dibantah. Menjadi sebuah obrolan, menjadikan mu teman. 

Tidak perlu tanya kabar. Aku hanya akan menjawab jenis obat yang kuminum belakangan. Lalu, Kamu tahu hal itu kan? Kabar seorang Aku dengan segala kemungkinan nya. Masih pula kamu tanyakan. Basa-basi bisu.


Mungkin Kamu-Aku sedang (dan) masih canggung. Kuberitahu, Cerberus Hades sudah kukembalikan, kuharap petir Zeus juga sudah Kamu kembalikan. Perang ini tidak pernah dimulai secara resmi, maka selesainya pun tidak diketahui. 

Sayangnya, Aku tidak sebaik hati itu. Seumur hidup, ini akan selalu ku ingat, sampai Kamu mampu jelaskan. 


Jangan lagi basa-basi

RAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar