Sebetulnya, mau bikin riviuw 2013. Udah ngapain aja sih saya? Berhubung, tahun ini sepertinya saya banyak ketemu orang baru, jadilah sekalian.
Kita mulai ya...
Januari ; Merbabu-Merapi, Pelantikan Nycti 2013 (Suaka Elang)
Tahun ini, saya mulai melewati batas. Trying so hard, meyakinkan ibu, dan diri saya sendiri. Orang yang bertahun-tahun bersahabat dengan permen atau sirup kapur (baca: obat magh), yang bisa dua kali kena gejala tifus dalam kurun waktu sebulan. Saya memilih liburan dengan mendaki gunung,dan langsung 2. Ini memang bukan pendakian pertama, tapi gunung yang akan saya daki ini gunung beneran (emang ada gunung-gunungan?). Yah, pendakian pertama saya ke Gn.Gede, masih 2900-an. Dan bulan ini saya ingin mencicipi Merbabu-Merapi. BELAGUK. Mana Merapi nya tek-tok lagi, -_- haisss. Mulailah dari November, saya mencicil latihan fisik. Push-up, Sit-up, back-up, Squad rush, dan jogging keliling komplek.
Dari awal November 2012, semua baik-baik saja. Sampai, Desember 2012 saya kecelakaan. Sebuah sepeda motor menabrak saya yang sedang menyebrang di jalur busway. Memang bukan tempat penyebrangan, tapi supir ppd menurunkan saya di tengah situ, ya mau nggak mau nyebrang di jalur busway. Busway nya pun nggak ada yang melintas. Makanya saya jalan santai. Tau-tau...kejadiannya cepat sekali.
Saya sudah tersungkur, tas saya terpental jauh. Pagi itu pukul 10-an, jadwal Dhuha nya ibu, dan saya yakin saat itu beliau sedang melakukan itu. Karena apa? Saya masih bisa marah-marahin si pengendara.
" Ati-ati mbak kalo nyebrang," lah udah nabrak, dia malah nyalahin orang.
" Heh, Anda yang salah. Ini jalur busway. Makanya jangan ngebut, itu lampu merah. Orang yang di boncengi turun untuk membantu saya berdiri. Dia mengamati, lengan dan kaki, mencari cedera dari kejadian itu. Masalahnya, cedera saya itu pinggang kebawah -_______________- mau gimana cobak?
Ya sudah, saya teruskan dulu ke kampus, ternyata dosennya nggak bisa hadir (NICEEEEEEEEE), ke kamar mandi. God, biru lebam bagian pinggang kiri kebawah, sedang kaki kanan (yang ditabrak) biru juga. Saya langsung menelpon ibu, bilang kalau jatuh di kamar mandi, dan keseleo. Saya minta urut secepatnya. Oke saya bohong, memang kenapa? Ibu bisa kena panic attack kalo tau saya ditabrak.
" Ya ampun mbak, ini bagian kiri semua kena," kata bude yang ngurut.
" Iya bude. Saya kelempar ke kiri. Kaki kanan yang ditabrak, jadi kelemparnya ke kiri.".
Besoknya saya demam, dan itu sebetulnya sudah ngaku kalau saya ditabrak malam setelah diurut. Dan setelah itu, tangan dan kaki kiri saya tidak bisa digunakan dengan baik. Dan itu bikin stress. Ya gimana cobak, saya sudah mentransfer biaya akomodasi untuk pendakian itu. Pendakian tinggal 3 minggu-an, dan tangan kiri saya cedera, kaki juga. NICEEEE. Sampai bawa tas pun dengan tangan kanan saja, push-up juga nggak saya teruskan. Ya di gantolin tas aja dia sakit, gimana nahan berat tubuh cobak. Bangke tu orang yang nabrak. Bego nya saya nggak minta ganti rugi, karena saat itu juga belum tau kalau jadi gitu.
Tapi, Allah Maha Besar Ga, Subhanallah, carrier saya bawa sendiri dari basecamp Wekas sampai Pos II. Padahal itu ujan deres, saya kepleset, muka nabrak jalur, tanah masuk mulut, kegigit-ketelen. NICE! Untung gak ada yang liat, tapi jadi pada tau karena baca ini. Yadahlah.
Besoknya, kami summit attack; Kenteng Songo Peak. 2 hari kemudian, dini hari kami summit attack tek-tok dari basecamp Barameru. AH GOD, THANKS FOR ALL. GILAK, GUE DI PUNCAK DI GUNUNG PALING DITAKUTI DI JAWA TENGAH INI? Padahal, beberapa hari sebelumnya, tangan-kaki ngilu lagi.
Oya, saya lupa ninggalin kacamata di basecamp Wekas -_- bodoh, jadi pas nanjak Merapi saya dipinjemin kacamatanya mas Ase. Lah mas Ase nggak pake jadinya? Ah doi udah apal jalurnya, udah jago.
Selang 5 hari setelah balik dari Yogya (kita berangkat dari stasiun Lempuyangan ke Jakarta), saya sudah berangkat lagi untuk jadi advance ke Suaka Elang, Sukabumi, untuk pelantikan KPB Nycticorax 2013. Saya satu-satunya perempuan; Ka Rahmat, Ka Andes, Ote, Saya. Pelantikan ini sempat diundur. Harusnya minggu sebelumnya, tapi karena Jakarta banjir. Semua transportasi mati, hujan 3 hari berturut. Kami (panitia) putuskan, untuk menunda seminggu, sampai musim nya dianggap kondusif. At least hujannya nggak bikin banjir lagi. Dan hari itu sampai 3 hari kedepan, Alhamdulillah berjalan dengan.......ummmm.....yeah baik. Walaupun, saya harus mengendong Caca di Puskesmas, karena asma nya kambuh dan nggak ada ventoline -_-, takut aja saya anak ini lewat (Naudzubillah). After all, pelantikan selesai. Dan dimulailah semester baru :)
Thank you from the bottom of my heart.
From head to toe from the soul you ripped apart.
I say, I say, " Thank You". Yeah...yeah...
(Thank You-MKTO)
BPI-Pendakian 2M
Mas Ase: yang bikin trip, yang bawain kompor ke dalem tenda pas saya kedinginan, yang minjemin kacamata, yang gendong turun dari Merapi (saya dehidrasi, baca di posting Itu sebabnya).
Mbak Endang: yang nemenin ngobrol, yang nguatin buat lanjut ke Merapi.
Mas Imam: ah saya utang banget. Dia yang bantuin saya nanjak ke puncak Merapi, saya sudah hampir nyerah di tengah. Jauh dari atas dan bawah. Kalo nggak ada dia, kayaknya emang bakal turun beneran haha thanks mas.
Mas Tri: minjemin jaket di merbabu, gendong turun (gantian sama mas Ase) sampe deket warung New Selo, nemenin jalan dari warung sampe basecamp sama Mbak Endang. Kaki udah bengkak itu sebenernya, makanya sakit banget.
Mbak Astri, Mbak Aci, Teh Rara, Mbak Mei, Mbak Rina: ciwi-ciwi kece, yang turut menyemangati dan meramaikan.
Mas Tom : tadinya saya mikir dia atlit panco, soalnya berotot. Udah gitu ternyata doi koplak. Saya, Mas Tom, sama Mas Imam lari-lari gara-gara salah gerbong.
Bang Marcell: kata Mbak Rina, cuma bang marcell yang bisa bikin saya ketawa hahah, doi koplak. Logat Flores nya masih ketara sekali.
Mas Fatah: sebetulnya saya agak takut, soalnya doi gede banget badannya. Saya takut sama orang yang badannya besar, takut dia pingsan, terus saya nggak tau musti ngapain. Saya kan kecil.
Mas Rosyid: teman sebangku waktu berangkat ke Kutoarjo hahaha ternyata orang Cempaka Putih, woelah cerak seko kampus.
Mas Sofi: ternyata rumahnya di gang suci, kerja nya di Khong Guan. -_______- ini mah deket banget
Mas Dito: alumni labshool, saya pikir dia esmud nyasar. Abis nggak ada tampang pendaki.
Iqbal dan Dera: AGB (Anak Gaul Bandung) keliatan banget dari gayanyeee, Dera masih SMA kelas 2. Kalo Iqbal ini seumuran saya. Waktu lagi ngeringin sepatu, kita sempet ngobrolin IP. Dan gua merasa salah topik -_-
Mas Ivan: esmud nyasar juga kayaknya hahah
Mas Andry: yang kemaren baru nikah ahhaah Selamaaat
Dan mas-mas lain yang tidak saya sebutkan namanya karena saya tidak merasa cukup tau jadi tidak bisa saya ceritakan.
Panitia, peserta, senior KPB Nycticorax 2013 (pelantikan). KITA LUAR BIASA~
Tulisan ini dibuat dengan sesadar-sadarnya, maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan.
So thank u...
Selasa, 31 Desember 2013
Senin, 30 Desember 2013
Panggil saya...
Nama lengkap saya, Rega Alfi Rosalini. Panggilan, banyak; Rega, Rege, Alfi, Gareng, dan yang paling purba...Nduk.
Rega: ya nama awal saya.
Rege: plesetan dari Rega, bukan berarti saya anak pantai uyee ya
Alfi: nama tengah, dan yang ini terdengar lebih feminin dibanding rega
Gareng: suku terakhir dari (re) Ga, dan ditambahin reng oleh mbak-mbak sepupu saya. Salah satu dari mereka ada yang pernah manggil 'Samsonwati'. Bayangin cobak? -_- macam kuli panggul.
Dan...
Nduk. Panggilan saya dari kecil, waktu masih cimik imut-imut. Sekarang? Masih dipanggil begini, berarti masih imut dong ya? Hahahah (dilempar sendal)
Okay, okay...
Rega, diambil dari weton saya. Weton? Jawa sekali. Helooooooo saya darah murni keles. Saya nggak perlu menjelaskan lebih mengenai apa itu 'rega', atau kapan lebih tepatnya berhubung itu waktu.
Alfi, diambil dari nama seseorang yang ibu saya kenal, Alfiah. Kata ibu, orang itu cerdas sekali. Dan yah, katanya nama itu doa. Eh gua cerdas gak sih? -_- cerdas kok cerdas, cuma ya itu....
Rosalini, ini kapal tempat bapak kerja pertama kali. Ya, my father is popeye, eh maksudnya pelaut. Tapi beliau nggak cuma suka bayam loh. Oya nama kapal nya, Rimba Segara Line. Ja...di...Ro...sa...li...ni. Coba dibayangin aja yak, saya juga gak nemu sambungannya sebenernyah.
But, dityuno? Saya baru terima kalau nama saya itu REGA ketika saya berusia 4 tahun, mau masuk TK. Busee Ga, itu 4 tahun sebelumnya lu dipanggil ape? -______-
GENDUK.
Dan masih dipanggil seperti itu sampai detik ini.
Seorang pramugari mendatangi anak perempuan kecil, berkuncir dua.
" Adek mau permen?,"
Bukan anak itu yang menjawab, tapi ibunya.
" Bilang apa sama mbak nya?,"
" Makasi mbak," ucap anak itu, dengan suara anak kecilnya (yaeyalah -_-)
" Pinter. Nama nya siapa?,"
" Genduk,"
" Eh bukan. Nama adek Rega mbak,". ---_________________________________________---
Oke, mana gue tau nama gue Rega? Dari gua bayi dipanggil nya genduk. Cobak?
Dan ini selalu jadi cerita penghibur kalo kumpul keluarga. Pecah semuanya, ngakak. Hey, im just cute little girl #plak.
" Kamu inget gak sih? Itu waktu mau ke Batam," tanya ibu, atau bude, atau mbak sepupu, puas banget ngetawain gue eh saya. Duh jadi lupa, maap.
" Kagak, masa sih Rega bilang gitu?," saya gak yakin, ah gila itu...bodoh sekali, nggak juga sih. Itu polos.
Saking seringnya dipanggil 'Nduk'. Panggilan ini bukan cuma sekedar panggilan, tapi bagian dari nama saya.
Nduk Rega Alfi Rosalini.
Karena itu juga, pembantu di rumah saya, juga ikutan manggil 'Nduk'. Karena SEMUA ORANG manggil saya begitu, abang maenan depan madrasah tempat saya ngaji sore juga ikutan manggil 'Nduk', karena disitu juga dekat dengan rumah bude saya. Nice! Padahal si abang ini orang sunda, ngapain cobak dia manggil-manggil gua gitu segala, #eh saya? Temen-temen saya kan jadi pada nanya, " Reg, elu kenapa dipanggil nya gitu sik? ". Saya diemin aja, atau jawab sekenanya, " Auk,".
Dan sampai umur kepala dua pun, saya masih dipanggil begitu. Akhirnya, saya iseng (pake niat dikit) cari informasi mengenai 'Genduk' ini.
Genduk itu sebutan atau panggilan untuk anak perempuan.
Anehnya, dari sekian banyak anak perempuan di keluarga besar (bapak dan ibu). Saya adalah anak perempuan yang paling sering, bukan, tapi hampir selalu dipanggil Nduk.
" Nduk, "
" Dalem pak/bu/bude/pakde/,". Dari sekian keponakan, sepertinya cuma saya juga yang masih menggunakan bahasa ini, dalem. Mungkin itu yang membuat mereka memanggil saya begitu, karena saya juga menjawab begini (apan sik? -_- yang jelas keles).
Nduk itu terdengar halus, jadi saya juga menggunakan bahasa yang halus.
Mbak-mbak sepupu saya, kalo dipanggil jawabnya hanya, " Iya." atau, " Apa?,".
Waktu kecil saya pernah diajarkan menggunakan 'dalem'. Selain kata itu, haraaaam.
Dan sampai saat ini, saya masih.
Pernah suatu kali, waktu SMP, saya kelepasan (saya membuat kesepakatan dengan diri saya, untuk teman sebaya saya nggak perlu menggunakan 'dalem'). Dan terjadilah.
" Reg, nanya dong, " salah seorang teman memanggil.
" Dalem,". NICE! Kelepasan.
" Dalem sik? Apan sik lu, orang ini di luar, "
" Aduh, kelepasan. Nanya apaan?,"
" Woahahaha, kemaren juga gua panggil dijawab gituh. Ah elu, "
" Kebiasaan,". Dan mereka melanjutkan keriuhan tertawa.
Okay, balik ke Genduk.
Sampai detik ini pun, panggilan itu bukan cuma melekat. Rega adalah Nduk.
Yang membuat saya tersentuh, kadang ada orang yang baru dikenal. Tapi sudah menggunakan kata itu.
Seperti Mbah Solo kemarin, di pendakian Semeru. Entah karena saya sedang lemah-lemah nya, entah karena memang beliau menggunakan kata itu sehari-hari, entah. Tapi, dengan kata itu dan sejarah nya dengan saya. Saya merasa sangat di perhatikan, bukan cuma perhatian, tapi juga disayangi :3
Dan lihat yang saya temukan, salah satu dari sekian informasi yang sulit masuk akal di internet, yang ini lumayan http://gendukblog.wordpress.com/about/.
Ibu, Bude, Pakde, Mbak sepupu, teman-teman kantornya ibu, abang maenan, Mbah Solo (yang baru kenal), dan bukan cuma mereka. Bahkan partner saya juga. Partner? Indra? Nope.
My partner in crime, suatu kali ketika bicara lewat telepon, dia memanggil saya begitu, "Nduk".
Memanggil, tapi penuh perasaan. Begitu katanya, arti dari panggilan ini.
How lucky I am :-)
Sebutan ini, memang agak membebani. Karena saya harus menjawab dengan level bahasa yang setara.
Tapi, sebutan ini membuat saya semakin 'nyata'.
Lo gak perlu jadi orang lain Ga, lo cuma perlu jadi Genduk. Karena Nduk itu berarti Rega.
Rega: ya nama awal saya.
Rege: plesetan dari Rega, bukan berarti saya anak pantai uyee ya
Alfi: nama tengah, dan yang ini terdengar lebih feminin dibanding rega
Gareng: suku terakhir dari (re) Ga, dan ditambahin reng oleh mbak-mbak sepupu saya. Salah satu dari mereka ada yang pernah manggil 'Samsonwati'. Bayangin cobak? -_- macam kuli panggul.
Dan...
Nduk. Panggilan saya dari kecil, waktu masih cimik imut-imut. Sekarang? Masih dipanggil begini, berarti masih imut dong ya? Hahahah (dilempar sendal)
Okay, okay...
Rega, diambil dari weton saya. Weton? Jawa sekali. Helooooooo saya darah murni keles. Saya nggak perlu menjelaskan lebih mengenai apa itu 'rega', atau kapan lebih tepatnya berhubung itu waktu.
Alfi, diambil dari nama seseorang yang ibu saya kenal, Alfiah. Kata ibu, orang itu cerdas sekali. Dan yah, katanya nama itu doa. Eh gua cerdas gak sih? -_- cerdas kok cerdas, cuma ya itu....
Rosalini, ini kapal tempat bapak kerja pertama kali. Ya, my father is popeye, eh maksudnya pelaut. Tapi beliau nggak cuma suka bayam loh. Oya nama kapal nya, Rimba Segara Line. Ja...di...Ro...sa...li...ni. Coba dibayangin aja yak, saya juga gak nemu sambungannya sebenernyah.
But, dityuno? Saya baru terima kalau nama saya itu REGA ketika saya berusia 4 tahun, mau masuk TK. Busee Ga, itu 4 tahun sebelumnya lu dipanggil ape? -______-
GENDUK.
Dan masih dipanggil seperti itu sampai detik ini.
Seorang pramugari mendatangi anak perempuan kecil, berkuncir dua.
" Adek mau permen?,"
Bukan anak itu yang menjawab, tapi ibunya.
" Bilang apa sama mbak nya?,"
" Makasi mbak," ucap anak itu, dengan suara anak kecilnya (yaeyalah -_-)
" Pinter. Nama nya siapa?,"
" Genduk,"
" Eh bukan. Nama adek Rega mbak,". ---_________________________________________---
Oke, mana gue tau nama gue Rega? Dari gua bayi dipanggil nya genduk. Cobak?
Dan ini selalu jadi cerita penghibur kalo kumpul keluarga. Pecah semuanya, ngakak. Hey, im just cute little girl #plak.
" Kamu inget gak sih? Itu waktu mau ke Batam," tanya ibu, atau bude, atau mbak sepupu, puas banget ngetawain gue eh saya. Duh jadi lupa, maap.
" Kagak, masa sih Rega bilang gitu?," saya gak yakin, ah gila itu...bodoh sekali, nggak juga sih. Itu polos.
Saking seringnya dipanggil 'Nduk'. Panggilan ini bukan cuma sekedar panggilan, tapi bagian dari nama saya.
Nduk Rega Alfi Rosalini.
Karena itu juga, pembantu di rumah saya, juga ikutan manggil 'Nduk'. Karena SEMUA ORANG manggil saya begitu, abang maenan depan madrasah tempat saya ngaji sore juga ikutan manggil 'Nduk', karena disitu juga dekat dengan rumah bude saya. Nice! Padahal si abang ini orang sunda, ngapain cobak dia manggil-manggil gua gitu segala, #eh saya? Temen-temen saya kan jadi pada nanya, " Reg, elu kenapa dipanggil nya gitu sik? ". Saya diemin aja, atau jawab sekenanya, " Auk,".
Dan sampai umur kepala dua pun, saya masih dipanggil begitu. Akhirnya, saya iseng (pake niat dikit) cari informasi mengenai 'Genduk' ini.
Genduk itu sebutan atau panggilan untuk anak perempuan.
Anehnya, dari sekian banyak anak perempuan di keluarga besar (bapak dan ibu). Saya adalah anak perempuan yang paling sering, bukan, tapi hampir selalu dipanggil Nduk.
" Nduk, "
" Dalem pak/bu/bude/pakde/,". Dari sekian keponakan, sepertinya cuma saya juga yang masih menggunakan bahasa ini, dalem. Mungkin itu yang membuat mereka memanggil saya begitu, karena saya juga menjawab begini (apan sik? -_- yang jelas keles).
Nduk itu terdengar halus, jadi saya juga menggunakan bahasa yang halus.
Mbak-mbak sepupu saya, kalo dipanggil jawabnya hanya, " Iya." atau, " Apa?,".
Waktu kecil saya pernah diajarkan menggunakan 'dalem'. Selain kata itu, haraaaam.
Dan sampai saat ini, saya masih.
Pernah suatu kali, waktu SMP, saya kelepasan (saya membuat kesepakatan dengan diri saya, untuk teman sebaya saya nggak perlu menggunakan 'dalem'). Dan terjadilah.
" Reg, nanya dong, " salah seorang teman memanggil.
" Dalem,". NICE! Kelepasan.
" Dalem sik? Apan sik lu, orang ini di luar, "
" Aduh, kelepasan. Nanya apaan?,"
" Woahahaha, kemaren juga gua panggil dijawab gituh. Ah elu, "
" Kebiasaan,". Dan mereka melanjutkan keriuhan tertawa.
Okay, balik ke Genduk.
Sampai detik ini pun, panggilan itu bukan cuma melekat. Rega adalah Nduk.
Yang membuat saya tersentuh, kadang ada orang yang baru dikenal. Tapi sudah menggunakan kata itu.
Seperti Mbah Solo kemarin, di pendakian Semeru. Entah karena saya sedang lemah-lemah nya, entah karena memang beliau menggunakan kata itu sehari-hari, entah. Tapi, dengan kata itu dan sejarah nya dengan saya. Saya merasa sangat di perhatikan, bukan cuma perhatian, tapi juga disayangi :3
Dan lihat yang saya temukan, salah satu dari sekian informasi yang sulit masuk akal di internet, yang ini lumayan http://gendukblog.wordpress.com/about/.
Ibu, Bude, Pakde, Mbak sepupu, teman-teman kantornya ibu, abang maenan, Mbah Solo (yang baru kenal), dan bukan cuma mereka. Bahkan partner saya juga. Partner? Indra? Nope.
My partner in crime, suatu kali ketika bicara lewat telepon, dia memanggil saya begitu, "Nduk".
Memanggil, tapi penuh perasaan. Begitu katanya, arti dari panggilan ini.
How lucky I am :-)
Sebutan ini, memang agak membebani. Karena saya harus menjawab dengan level bahasa yang setara.
Tapi, sebutan ini membuat saya semakin 'nyata'.
Lo gak perlu jadi orang lain Ga, lo cuma perlu jadi Genduk. Karena Nduk itu berarti Rega.
Jumat, 06 Desember 2013
Itu sebabnya....
Jadi sebenernya, Jumat 29 November 2013 itu kuliah fisiologi lagi bahas hormon. Sore itu Pak Rusdi, ngasih kuliah metabolisme dan hubungannya dengan kerja hormon ( gitu bukan ya? ya gitu lah kira-kira)
Dan muncul sebuah pertanyaan, " Kayaknya ada hubungannya deh, penyakit gue sama gampang nya dehidrasi."
Akhirnya, macam mahasiswi pintar haha, selesai kelas saya menanyakan ini ke Pak Rusdi.
" Pak, umm...dehidrasi itu ada hubungannya dengan....MVP?,"
" MVP itu apa ya?, " gila ini bahasa beliau sekali, hahaha jadi apa ya? eh gak pokus.
" Itu...mitral valve prolapse pak, "
" Oh...jantung?, "
" Iya, ada hubungannya dengan dehidrasi?, "
" Ada, pasti lah."
" Tapi, dokter saya bilang...nggak, " suara saya mulai mengecil, kaget. " Saya pernah dehidrasi banget pak, pendakian ke Merapi, sampai pusing. Baru selangkah jalan, jatuh. Begitu terus. Saya minum pun nggak guna, karena terus kehausan, sampai akhirnya saya beli pocari swe*t."
" Ya memang, namanya juga dehidrasi."
" Tapi akibatnya jadi edema pak, "
" Saya nggak bisa lama, kita diskusikan pertemuan berikutnya ya, " saat itu beliau memang dikejar jam terbang. Katanya mau ke Batam.
" Iya pak, ". Saya pernah menanyakan ini sebelumnya ke Cardioman, tapi beliau bilang dehidrasi tidak terlalu mempengaruhi.
" Yang penting kamu jangan suka angkat yang beban berat " cuma itu jawaban Cardioman.
Yakali dok -_-
Emang ada tulisan " Agung Hercules wanna be " di dahi saya?
Makanya saya nunggu, sampai Rabu (4 Desemeber 2013) kemarin, karena beliau sudah balik ke Jakarta.
" Umm pak, yang saya tanyakan, " saya beranikan memulai, selesai sholat maghrib di lab.
" Oh iya, " beliau baru selesai berwudhu, duh maaf ya pak, jadi musti nunggu dulu.
Duh saya bingung lagi nulisnya gimana, pokoknya gini;
Ketika saya dehidrasi, cairan kan berkurang, plasma darah menjadi lebih pekat. Nah itu, bikin pompaannya jadi gak normal. Kalau saya minum, karena pompa nya gak bener, cairannya jadi terkumpul di jaringan, jadi edema. Kalau pmpanya gak bener, pasokan oksigen nya gak cukup, makanya saya jadi pusing dan metabolisme turun, jadi gampang kedinginan.
" Ya kalau sudah seperti itu, saran Saya kamu kurangi kegiatan, " ujar beliau sangat bijak.
" Tuh denger, kurangin nanjak nya, " ujar Danti yang tadi ikut nimbrung selesai sholat maghrib.
Speechless. Ya mau ngomong apa lagi? Fakta baru. Bodohnya, saya dengar itu dari dosen fisiologi saya bukan dokter saya. Dan beliau bukan orang pertama yang bilang, secara tidak langsung, " Lebih baik kamu berhenti mendaki, ". Mbak Eka, Bude, Pakde juga.
Jadi itu sebabnya, Saya pingsan di Pulau Rambut, ketika upacara pelantikan siswa yang tidak akan pernah saya selesaikan masa didiknya.
Itu sebabnya, saya harus digendong turun Mas Ase,diganti Mas Tri turun Merapi.
Jadi itu sebabnya, ketika yang lain jalan ke Pantai Bama di Baluran Bird Race kemarin, saya nggak sanggup nahan matahari nya savana Bekol, dan memilih di tenda. Dan ditemukan kelaparan sama Ka Usman yang baru dateng.
Itu sebabnya, saya mudah sekali merasa kedinginan. Keujanan dikit kedinginan, keujanan kuyup ape lagi. Dan saya nggak pernah sanggup nongkrong di luar tenda lewat dari maghrib ketika pendakian.
So, what are you waiting for? your next stupidity?
Saya di tempeleng diri sendiri, seharian, Kamis kemarin.
Mau berapa banyak orang lagi yang mau saya repotkan?
Kalau ada yang bilang, " yang nggak berkaki aja bisa sampai puncak," atau " yang begini-begitu saja kuat sampai atas, "
Satu hal, ada hal yang tidak bisa disamakan satu manusia dengan manusia lainnya.
Fisik, pengalaman, misalnya. Mental saya mungkin mampu, untuk menaklukan phobia ketinggian saya, atau mampu menguatkan niat untuk sampai di puncak. Tapi kalau fisik, dengan dukungan alasan ilmiah, tidak mendukung, dengan alasan apa lagi saya mampu menguatkan diri?
Lalu, kenapa pula Si Cardioman ini? Entah karena nggak tahu beneran, atau nggak bisa njelasin atau...
Ah peduli setan.
Saya cuma nggak mau jadi seperti dokter Indonesia, cuma periksa sebentar, kasih resep sudah.
( Saman, 2013)
That's harsh. Tapi saya suka gayanya, jujur, terdengar kasar, tapi ya....nggak bego-begoin.
Tapi membusukkan diri dengan tumpukan novel (walaupun itu asik) dengan rutinitas ngobat-rumah-kuliah itu....hidup macam apa?
Pastinya, kalau tubuh saya di kuburkan, orang-orang bisa bikin obat herbal dari tanah kuburan saya.
Dan muncul sebuah pertanyaan, " Kayaknya ada hubungannya deh, penyakit gue sama gampang nya dehidrasi."
Akhirnya, macam mahasiswi pintar haha, selesai kelas saya menanyakan ini ke Pak Rusdi.
" Pak, umm...dehidrasi itu ada hubungannya dengan....MVP?,"
" MVP itu apa ya?, " gila ini bahasa beliau sekali, hahaha jadi apa ya? eh gak pokus.
" Itu...mitral valve prolapse pak, "
" Oh...jantung?, "
" Iya, ada hubungannya dengan dehidrasi?, "
" Ada, pasti lah."
" Tapi, dokter saya bilang...nggak, " suara saya mulai mengecil, kaget. " Saya pernah dehidrasi banget pak, pendakian ke Merapi, sampai pusing. Baru selangkah jalan, jatuh. Begitu terus. Saya minum pun nggak guna, karena terus kehausan, sampai akhirnya saya beli pocari swe*t."
" Ya memang, namanya juga dehidrasi."
" Tapi akibatnya jadi edema pak, "
" Saya nggak bisa lama, kita diskusikan pertemuan berikutnya ya, " saat itu beliau memang dikejar jam terbang. Katanya mau ke Batam.
" Iya pak, ". Saya pernah menanyakan ini sebelumnya ke Cardioman, tapi beliau bilang dehidrasi tidak terlalu mempengaruhi.
" Yang penting kamu jangan suka angkat yang beban berat " cuma itu jawaban Cardioman.
Yakali dok -_-
Emang ada tulisan " Agung Hercules wanna be " di dahi saya?
Makanya saya nunggu, sampai Rabu (4 Desemeber 2013) kemarin, karena beliau sudah balik ke Jakarta.
" Umm pak, yang saya tanyakan, " saya beranikan memulai, selesai sholat maghrib di lab.
" Oh iya, " beliau baru selesai berwudhu, duh maaf ya pak, jadi musti nunggu dulu.
Duh saya bingung lagi nulisnya gimana, pokoknya gini;
Ketika saya dehidrasi, cairan kan berkurang, plasma darah menjadi lebih pekat. Nah itu, bikin pompaannya jadi gak normal. Kalau saya minum, karena pompa nya gak bener, cairannya jadi terkumpul di jaringan, jadi edema. Kalau pmpanya gak bener, pasokan oksigen nya gak cukup, makanya saya jadi pusing dan metabolisme turun, jadi gampang kedinginan.
" Ya kalau sudah seperti itu, saran Saya kamu kurangi kegiatan, " ujar beliau sangat bijak.
" Tuh denger, kurangin nanjak nya, " ujar Danti yang tadi ikut nimbrung selesai sholat maghrib.
Speechless. Ya mau ngomong apa lagi? Fakta baru. Bodohnya, saya dengar itu dari dosen fisiologi saya bukan dokter saya. Dan beliau bukan orang pertama yang bilang, secara tidak langsung, " Lebih baik kamu berhenti mendaki, ". Mbak Eka, Bude, Pakde juga.
Jadi itu sebabnya, Saya pingsan di Pulau Rambut, ketika upacara pelantikan siswa yang tidak akan pernah saya selesaikan masa didiknya.
Itu sebabnya, saya harus digendong turun Mas Ase,diganti Mas Tri turun Merapi.
Jadi itu sebabnya, ketika yang lain jalan ke Pantai Bama di Baluran Bird Race kemarin, saya nggak sanggup nahan matahari nya savana Bekol, dan memilih di tenda. Dan ditemukan kelaparan sama Ka Usman yang baru dateng.
Itu sebabnya, saya mudah sekali merasa kedinginan. Keujanan dikit kedinginan, keujanan kuyup ape lagi. Dan saya nggak pernah sanggup nongkrong di luar tenda lewat dari maghrib ketika pendakian.
So, what are you waiting for? your next stupidity?
Saya di tempeleng diri sendiri, seharian, Kamis kemarin.
Mau berapa banyak orang lagi yang mau saya repotkan?
Kalau ada yang bilang, " yang nggak berkaki aja bisa sampai puncak," atau " yang begini-begitu saja kuat sampai atas, "
Satu hal, ada hal yang tidak bisa disamakan satu manusia dengan manusia lainnya.
Fisik, pengalaman, misalnya. Mental saya mungkin mampu, untuk menaklukan phobia ketinggian saya, atau mampu menguatkan niat untuk sampai di puncak. Tapi kalau fisik, dengan dukungan alasan ilmiah, tidak mendukung, dengan alasan apa lagi saya mampu menguatkan diri?
Lalu, kenapa pula Si Cardioman ini? Entah karena nggak tahu beneran, atau nggak bisa njelasin atau...
Ah peduli setan.
Saya cuma nggak mau jadi seperti dokter Indonesia, cuma periksa sebentar, kasih resep sudah.
( Saman, 2013)
That's harsh. Tapi saya suka gayanya, jujur, terdengar kasar, tapi ya....nggak bego-begoin.
Tapi membusukkan diri dengan tumpukan novel (walaupun itu asik) dengan rutinitas ngobat-rumah-kuliah itu....hidup macam apa?
Pastinya, kalau tubuh saya di kuburkan, orang-orang bisa bikin obat herbal dari tanah kuburan saya.
Kontrol yang telat 1 bulan, November.
Sabtu, 30 November 2013. Duh rasanya males banget bangun dari tempat tidur. Minggu-minggu mendekati uas seperti ini akan ada banyak tugas tambahan, indikasi begadang tambahan. Dan ini weekend, Saya sudah mengagendakan kencan dengan tempat tidur hari ini. Tapi...pagi itu ibu masuk kamar membangunkan untuk mengingatkan saya pergi kontrol. Ini sudah ke sekian kali dalam minggu ini.
" Bu, Rega udah gak jelas ngobatnya. Waktu ibu sama rega mutusin buat berenti, karena udah baikan juga, rega jadi ngasal ngobatnya. Cuma minum kalo sakit, bukan tiap hari lagi, " alasan pamungkas. Gagal.
" Nggak papa, yang penting kontrol dulu.". Saya bangun dari tempat tidur, bukan langsung siap-siap ke rumah sakit. Dityuno? Rumah sakit bukan tempat yang menyenangkan, jadi gak perlu ada kesiapan macam mau malam mingguan. Saya membuat segelas kopi-susu dan makan pisang goreng untuk sarapan. Sabtu pagi itu, wajah Hamish Daud mampu menjadi mood booster hahahah (Hya Allaaaah, itu dia kenapa ganteng banget sik?) Tapi ada mood booster lain, Saya mau mampir ke gramedia selesai kontrol nanti. Ihiiii
Saya berangkat dengan dress jeans biru dengan jilbab dan kardigan hitam, ciyeee ihiiii. Berasa dokternya ganteng gitu -_______-
Berharap aja ketemu someone di toko buku hahaha
Sampai di rumah sakit sekitar jam 11.00, lumayan siang. Dan hari itu, weekend, tapi keadaan rumah sakit ruameeeee banget. Saya antri cukup lama untuk daftar pasien rawat jalan. Untung ada mas-mas berkacamata gitu yang ikutan antri, lumayan lah hahaha (idih gua menggelikan banget dah -_-. Maaf sodara-sodara).
Selesai daftar, saya menuju ke lantai 2, ruang tunggu poli jantung. Di dekat poli jantung itu ada poli internist. Buseeeee, itu ruang tunggu isinya, kalo kagak orang tua ya orang sepuh hahaha (same ajeee -_-). Menyedihkan sekalil orang-orang ini, weekend bukannya nyantai, malah nunggu ketemu dokter buat tau sakit nya dia doang ( lah gue juga? -_-). FYI, itu sama sekali nggak menyenangkan, kalo boleh milih saya pengen ke Pantai Pangandaran, selain kasur saya. Ngeliat orang sakit, cuma bikin kamu tambah sakit, menyedihkan. Dan taraaaa....suster nya bukan suster yang biasanya. Saya pernah ketemu dia sekali, dan jutek abis. Grrrrr.
" Rega Alfi, " panggil dia keras. Saya langsung menuju meja. Tensi dulu, ini sudah diluar kepala.
" 120/80. Silahkan tunggu dulu," dia membaca. Mm...tumben tinggi. Dan kontrol hari itu adalah kontrol terlama yang pernah saya alami. Salah saya juga sih, yakali jam 11 masih daftar.
Sampai jam 12 pun, nama saya belum dipanggil. Baiklah, sholat zhuhur dulu saja. Selesai sholat saya membeli sekotak susu stroberi dan biskuit, ini udah jam makan siang juga -__-
Ternyata ketika Saya sholat, nama saya dipanggil karena nggak ada orang nya, jadi di lewat. Oke, paling nggak saya masih bisa nyemil.
Dan, nggak lama saya sudah di dalam. Menunggu dokter nya di ranjang periksa.
" Ada keluhan?, " tanya beliau begitu melihat saya.
" Umm...nggak tahu dok, kan saya kemaren nggak kontrol, "
" Masa? Ya sudah periksa dulu, " beliau menaruh stetoskop nya di dada kiri. " Kenceng ya, " hanya itu komennya.
Saya menyamping, sudah diluar kepala. Beliau menaruh stetoskopnya lagi di punggung kiri saya.
" Iya kenceng, kamu rajin kan ngobatnya?. " Saya hanya memperlihatkan gigi, nyengir, berharap gak ada sisa biskuit, dan lebih jauh mampu memperlihatkan wajah innocent.
" Masih suka naik kamu?, " tanya beliau dari balik meja kerjanya.
" Nggak dok, kemarin cuma melaut haha, "
" Kamu, kenapa sih ngobatnya kok nggak bener?,". Males dok, bosan dok, jawab saya dalam hati.
" Itu dok, suka lupa kalo udah nugas haha ha.....,"
" Kan kamu nggak perlu makan dulu, itu bisa diminum kapan aja. Kalo sempet langsung minum, " doi marah coy -_-
Emang salah gue? salah temen-temen gue? salah guling gue? teddy bear gue?
" Iya dok, maaf."
" Kemarin dua kali? terakhir kali?,"
" Nggak dok, udah turun jadi sekali, "
" Oh...tapi itu lagi kenceng, minum dua ya. Kalo sudah baikan, satu aja. Ah paham lah ya kamu, "
" Iya dok,"
" Oya mau kemana lagi?, "
" Malang dok, "
" Naik gunung?, "
" Nggak dok, cuma ngecamp sama ngutan aja hahah, "
" Kamu kalo lagi ngutan, suka ketemu babi hutan?," WAIT? ini kenapa gak pokus amat coy -_-
" Alhamdulillah nggak dok,"
" Nyari nggak?, "
" Ya paling menjadikan itu indikator aja dok, misalnya kalo rantai makanan itu ada babi hutan berarti ada pemangsa nya, macan tutul,"
" Waa pernah ketemu macan tutul?, "
" Waduuh jangan dulu dok, gak siap juga hahah tapi kalau suara pernah dengar haha, "
" Oya? dimana?,"
" Di gunung gede,"
" Masa sih? Malam dong, "
" Iya kami pendakian malam, untung rame dok haha, "
" Haha ya saya juga pernah pendakian dimana itu, Salak. Ini resepnya, jangan lupa minum ya obatnya, "
" Iya dok, makasi dok."
EH? WAIT WAIT? Beliau bilang barusan kalo pernah pendakian ke Salak? Jangan-jangan doi?
-________- dokter, si Cardioman ini, juga...pendaki? pecinta alam kampus nya?
ASTAGAAAA pantesan tiap ketemu gue nanyain mulukkkk.
Oke sekian, gara-gara itu juga saya mau nanyain sesuatu.
" Bu, Rega udah gak jelas ngobatnya. Waktu ibu sama rega mutusin buat berenti, karena udah baikan juga, rega jadi ngasal ngobatnya. Cuma minum kalo sakit, bukan tiap hari lagi, " alasan pamungkas. Gagal.
" Nggak papa, yang penting kontrol dulu.". Saya bangun dari tempat tidur, bukan langsung siap-siap ke rumah sakit. Dityuno? Rumah sakit bukan tempat yang menyenangkan, jadi gak perlu ada kesiapan macam mau malam mingguan. Saya membuat segelas kopi-susu dan makan pisang goreng untuk sarapan. Sabtu pagi itu, wajah Hamish Daud mampu menjadi mood booster hahahah (Hya Allaaaah, itu dia kenapa ganteng banget sik?) Tapi ada mood booster lain, Saya mau mampir ke gramedia selesai kontrol nanti. Ihiiii
Saya berangkat dengan dress jeans biru dengan jilbab dan kardigan hitam, ciyeee ihiiii. Berasa dokternya ganteng gitu -_______-
Berharap aja ketemu someone di toko buku hahaha
Sampai di rumah sakit sekitar jam 11.00, lumayan siang. Dan hari itu, weekend, tapi keadaan rumah sakit ruameeeee banget. Saya antri cukup lama untuk daftar pasien rawat jalan. Untung ada mas-mas berkacamata gitu yang ikutan antri, lumayan lah hahaha (idih gua menggelikan banget dah -_-. Maaf sodara-sodara).
Selesai daftar, saya menuju ke lantai 2, ruang tunggu poli jantung. Di dekat poli jantung itu ada poli internist. Buseeeee, itu ruang tunggu isinya, kalo kagak orang tua ya orang sepuh hahaha (same ajeee -_-). Menyedihkan sekalil orang-orang ini, weekend bukannya nyantai, malah nunggu ketemu dokter buat tau sakit nya dia doang ( lah gue juga? -_-). FYI, itu sama sekali nggak menyenangkan, kalo boleh milih saya pengen ke Pantai Pangandaran, selain kasur saya. Ngeliat orang sakit, cuma bikin kamu tambah sakit, menyedihkan. Dan taraaaa....suster nya bukan suster yang biasanya. Saya pernah ketemu dia sekali, dan jutek abis. Grrrrr.
" Rega Alfi, " panggil dia keras. Saya langsung menuju meja. Tensi dulu, ini sudah diluar kepala.
" 120/80. Silahkan tunggu dulu," dia membaca. Mm...tumben tinggi. Dan kontrol hari itu adalah kontrol terlama yang pernah saya alami. Salah saya juga sih, yakali jam 11 masih daftar.
Sampai jam 12 pun, nama saya belum dipanggil. Baiklah, sholat zhuhur dulu saja. Selesai sholat saya membeli sekotak susu stroberi dan biskuit, ini udah jam makan siang juga -__-
Ternyata ketika Saya sholat, nama saya dipanggil karena nggak ada orang nya, jadi di lewat. Oke, paling nggak saya masih bisa nyemil.
Dan, nggak lama saya sudah di dalam. Menunggu dokter nya di ranjang periksa.
" Ada keluhan?, " tanya beliau begitu melihat saya.
" Umm...nggak tahu dok, kan saya kemaren nggak kontrol, "
" Masa? Ya sudah periksa dulu, " beliau menaruh stetoskop nya di dada kiri. " Kenceng ya, " hanya itu komennya.
Saya menyamping, sudah diluar kepala. Beliau menaruh stetoskopnya lagi di punggung kiri saya.
" Iya kenceng, kamu rajin kan ngobatnya?. " Saya hanya memperlihatkan gigi, nyengir, berharap gak ada sisa biskuit, dan lebih jauh mampu memperlihatkan wajah innocent.
" Masih suka naik kamu?, " tanya beliau dari balik meja kerjanya.
" Nggak dok, kemarin cuma melaut haha, "
" Kamu, kenapa sih ngobatnya kok nggak bener?,". Males dok, bosan dok, jawab saya dalam hati.
" Itu dok, suka lupa kalo udah nugas haha ha.....,"
" Kan kamu nggak perlu makan dulu, itu bisa diminum kapan aja. Kalo sempet langsung minum, " doi marah coy -_-
Emang salah gue? salah temen-temen gue? salah guling gue? teddy bear gue?
" Iya dok, maaf."
" Kemarin dua kali? terakhir kali?,"
" Nggak dok, udah turun jadi sekali, "
" Oh...tapi itu lagi kenceng, minum dua ya. Kalo sudah baikan, satu aja. Ah paham lah ya kamu, "
" Iya dok,"
" Oya mau kemana lagi?, "
" Malang dok, "
" Naik gunung?, "
" Nggak dok, cuma ngecamp sama ngutan aja hahah, "
" Kamu kalo lagi ngutan, suka ketemu babi hutan?," WAIT? ini kenapa gak pokus amat coy -_-
" Alhamdulillah nggak dok,"
" Nyari nggak?, "
" Ya paling menjadikan itu indikator aja dok, misalnya kalo rantai makanan itu ada babi hutan berarti ada pemangsa nya, macan tutul,"
" Waa pernah ketemu macan tutul?, "
" Waduuh jangan dulu dok, gak siap juga hahah tapi kalau suara pernah dengar haha, "
" Oya? dimana?,"
" Di gunung gede,"
" Masa sih? Malam dong, "
" Iya kami pendakian malam, untung rame dok haha, "
" Haha ya saya juga pernah pendakian dimana itu, Salak. Ini resepnya, jangan lupa minum ya obatnya, "
" Iya dok, makasi dok."
EH? WAIT WAIT? Beliau bilang barusan kalo pernah pendakian ke Salak? Jangan-jangan doi?
-________- dokter, si Cardioman ini, juga...pendaki? pecinta alam kampus nya?
ASTAGAAAA pantesan tiap ketemu gue nanyain mulukkkk.
Oke sekian, gara-gara itu juga saya mau nanyain sesuatu.
Langganan:
Postingan (Atom)